Saya senang menonton film yang ada adegan berkebunnya. Saya menyukai ide berkebun. Sejak lama. Di masa kecil yang singkat di Padang Panjang, orang tua saya membeli sebidang tanah di Silaing Atas. Setiap minggu kami pergi berkebun, menanam palawija: kacang panjang, cabe, bawang dan seterusnya. Bahan membuat pecel. Lebih banyak hanya untuk rekreasi.
Saya menyukai keasrian alam di sekitar ladang itu. Pada angin sepoi-sepoi yang turun dari perbukitan di sekitarnya. Di kaki Singgalang. Pada tanahnya yang hitam lembut dan baunya. Pada gemericik air, pada saluran irigasi persawahan yang lewat di samping kanan ladang kami. Pada gerimis yang datang dan pergi tanpa permisi. Pada tanaman strawberry yang merambat liar di tepian ladang. Pada sumber mata air di lurah yang tepat berada di sisi kiri ladang
(Mungkin seharusnya saya tak pernah keluar dari cangkang saya di pesantren untuk menikmati lagi kesemua itu setiap hari. Saya suka berjalan kaki atau bersepeda ontel di pedesaan Jawa yang tenang dan rapi. Persawahan, hutan jati, ladang tebu dan jagung. Tapi tinggal di desa, mengajar dan hidup hampir tanpa riak bukan ide menarik hingga saat ini.)
Mungkin saya mewarisi sedikit bagian terbaik dari ayah saya. Di umur 3 tahun, beliau sudah diajak kakeknya pergi ke parak atau kebun milik neneknya yang melingkupi bukit-bukit kecil di kaki Tandikat. Durian, karet, salak, jengkol dan tanaman selingan lainnya. Ayah saya mewarisi sifat suka bekerja keras dari kakeknya. Kakeknya menunjukkan kesyukurannya menikahi nenek ayah saya, si anak tunggal, dengan bekerja keras memelihara tanah yang luas itu bahkan menambah jumlah warisan untuk nenek saya yang juga anak tunggal. Kakek ayah saya menanam banyak pohon durian, kelapa, nangka, salak, saus, manggis, jengkol dan lainnya. Hasil jerih payahnya masih kami nikmati hingga saat ini.
Di masa kecil, saya sering pergi ke parak, kebun di belakang rumah nenek bersama cucu-cucu lain dengan bekal parang dan pisau. Ada nanas, manggis, saus, dan pisang yang bisa kami bawa pulang ke kota. Saya menikmati berjalan-jalan di pematang sawah. Dan berakhir dengan mandi di sungai yang airnya turun dari Tandikat. Air yang sama yang menghidupi dua pabrik air mineral dan PDAM Pariaman.
Di saat pensiunnya, ayah saya tak pernah berhenti bekerja. Saat ini, ketika ibu saya sudah mendapat tambahan tanah warisan, ayah saya pergi setelah subuh untuk berkebun di bagian tanah yang belum dijadikan rumah. Hampir setiap hari. Hampir tanpa tujuan ekonomis. Di kampung, dengan izin nenek, ayah saya juga menanam pisang di sepetak tanah di pinggir sungai di sela-sela pohon durian, dekat dengan reruntuhan rumah kincir air penumbuk beras yang di waktu kecil sempat jadi tempat main saya. Ibu tidak setuju karena ayah menghabiskan banyak uang untuk modal menanam pisang karena tidak ada waktu untuk mengurus dan memasarkannya.
Apa yang dikatakan ibu saya memang terbukti. Terkadang pisang memang bisa kami jual ke penjual gorengan di dekat rumah. Tapi lebih sering tidak dijual. Dan ayah tahu, ibu saya pandai memasak. Bagi ayah saya mungkin ini bukan soal uang. Uang jualannya hanya cukup untuk menutup ongkos pulang kampung. Ini soal kecintaannya pada tanah dan kebun. Dan masakan ibu saya.
Mungkin sudah saatnya saya berkebun juga..
Saya menyukai keasrian alam di sekitar ladang itu. Pada angin sepoi-sepoi yang turun dari perbukitan di sekitarnya. Di kaki Singgalang. Pada tanahnya yang hitam lembut dan baunya. Pada gemericik air, pada saluran irigasi persawahan yang lewat di samping kanan ladang kami. Pada gerimis yang datang dan pergi tanpa permisi. Pada tanaman strawberry yang merambat liar di tepian ladang. Pada sumber mata air di lurah yang tepat berada di sisi kiri ladang
(Mungkin seharusnya saya tak pernah keluar dari cangkang saya di pesantren untuk menikmati lagi kesemua itu setiap hari. Saya suka berjalan kaki atau bersepeda ontel di pedesaan Jawa yang tenang dan rapi. Persawahan, hutan jati, ladang tebu dan jagung. Tapi tinggal di desa, mengajar dan hidup hampir tanpa riak bukan ide menarik hingga saat ini.)
Mungkin saya mewarisi sedikit bagian terbaik dari ayah saya. Di umur 3 tahun, beliau sudah diajak kakeknya pergi ke parak atau kebun milik neneknya yang melingkupi bukit-bukit kecil di kaki Tandikat. Durian, karet, salak, jengkol dan tanaman selingan lainnya. Ayah saya mewarisi sifat suka bekerja keras dari kakeknya. Kakeknya menunjukkan kesyukurannya menikahi nenek ayah saya, si anak tunggal, dengan bekerja keras memelihara tanah yang luas itu bahkan menambah jumlah warisan untuk nenek saya yang juga anak tunggal. Kakek ayah saya menanam banyak pohon durian, kelapa, nangka, salak, saus, manggis, jengkol dan lainnya. Hasil jerih payahnya masih kami nikmati hingga saat ini.
Di masa kecil, saya sering pergi ke parak, kebun di belakang rumah nenek bersama cucu-cucu lain dengan bekal parang dan pisau. Ada nanas, manggis, saus, dan pisang yang bisa kami bawa pulang ke kota. Saya menikmati berjalan-jalan di pematang sawah. Dan berakhir dengan mandi di sungai yang airnya turun dari Tandikat. Air yang sama yang menghidupi dua pabrik air mineral dan PDAM Pariaman.
Di saat pensiunnya, ayah saya tak pernah berhenti bekerja. Saat ini, ketika ibu saya sudah mendapat tambahan tanah warisan, ayah saya pergi setelah subuh untuk berkebun di bagian tanah yang belum dijadikan rumah. Hampir setiap hari. Hampir tanpa tujuan ekonomis. Di kampung, dengan izin nenek, ayah saya juga menanam pisang di sepetak tanah di pinggir sungai di sela-sela pohon durian, dekat dengan reruntuhan rumah kincir air penumbuk beras yang di waktu kecil sempat jadi tempat main saya. Ibu tidak setuju karena ayah menghabiskan banyak uang untuk modal menanam pisang karena tidak ada waktu untuk mengurus dan memasarkannya.
Apa yang dikatakan ibu saya memang terbukti. Terkadang pisang memang bisa kami jual ke penjual gorengan di dekat rumah. Tapi lebih sering tidak dijual. Dan ayah tahu, ibu saya pandai memasak. Bagi ayah saya mungkin ini bukan soal uang. Uang jualannya hanya cukup untuk menutup ongkos pulang kampung. Ini soal kecintaannya pada tanah dan kebun. Dan masakan ibu saya.
Mungkin sudah saatnya saya berkebun juga..
No comments:
Post a Comment
feel free to comment :)