25.11.08

Ming

+ : Ah, Ming, gak dewasa, nih
- : Aku gak mau dewasa, Sonniiii..
(a conversation, years ago)

Namanya Ming Aswaty Halim. Satu dari 2 anggota kelas Ing yang non-muslim selain Petronela Somi Kedan yang asli Flores itu. Seperti Nela, Ming jarang hadir dalam kumpul-kumpul kelas Ing, terutama yang berhubungan dengan makan-makan dan buka puasa. Mungkin keduanya menganggap buka puasa adalah bagian dari ritual muslim. Padahal seringkali itu lebih merupakan acara makan & bincang-bincang yang memang kadang diselingi dengan sedikit ceramah agama bila acaranya diadakan di rumah salah satu anggota kelas Ing. Tapi nyatanya buka puasa (dan reuni) lebih sering dilakukan di tempat-tempat "netral," seperti rumah makan kaki lima di Jalan Pattimura; Malabar di Pondok, kafe Mentawai Surf di Jati. Pernah juga reunian di Restoran Pak Haji di Damar.

Saya memang antusias punya teman non-muslim. Kalau sama Nela kadang ngomong soal sastra dan teologi, maka sama Ming saya suka bicara hal-hal ringan saja untuk memicu ketawa kanak-kanaknya itu. Ya ! Suaranya yang kecil sedikit melengking seperti anak-anak itu tidak pernah berubah hingga saat ini. Ditambah lagi kesukaannya pada komik-komik Jepang. Dan wajahnya yang mirip tokoh komik. Suara, wajah dan hobi. Ia benar-benar komikal ! Dan sisi diri saya yang kanak-kanak menyukainya.

Harus saya akui sekarang bahwa saya berusaha mencari alasan untuk datang ke rumahnya di kawasan Pondok / Pecinan Padang itu. Ya, karena ia menarik, Buddhis, peranakan Tionghoa dan bagi saya ia pengalaman baru. Sama halnya saya suka bersepeda di Minggu pagi, menyusuri Pantai Padang hingga Kota Tua / Padang Lama dan berakhir di pelataran Klenteng, menikmati jernihnya air kolam dan memandangi ikan-ikan mas, mujair (dan koi?) yang berenang bebas. Kesemuanya adalah daerah jelajah saya bersama teman-teman semasa kecil. (Dan teman-teman kecil saya dulu, saat ini lebih sering molor sampai siang di hari Minggu karena hobi begadang).



Saya baru tahu betapa sepinya hidup Ming ketika datang di rumahnya.  Ketika masuk rumah, saya mendapati altar doa, dupa & hio. Saya selalu memandang altar itu dengan takzim, mengingatkan saya pada serial tv Oshin atau novel Musashi. Saya menaruh semacam rasa hormat yang aneh terhadap Buddha, Lao Tse dan Taoism. Mungkin melebihi rasa hormat saya terhadap agama-agama Semitik. Mungkin karena aroma konflik yang selalu ada di antara sesama agama-agama Semitik. Mungkin karena agama atau kepercayaan yang dianut bangsa-bangsa Timur Jauh berikut tradisi asketiknya terasa dekat dengan sufisme atau tasawwuf. Atau mungkin saya memandang Timur Jauh sebagai eksotik, cara pandang yang mungkin sedikit beraroma Orientalism.

* * *

Dan apalagi alasan saya untuk datang sendirian ke rumah Ming kalau bukan urusan komputer. Kalau tidak salah, waktu itu dia punya komputer baru dengan Prosesor Pentium 4, frekuensi 1 GHz. Prosesor yang merupakan lompatan besar dalam dunia semi konduktor dan teknologi nano. Orang bilang 1 GigaHertz atau 1000 MHz adalah angka psikologis karena sejak itu teknologi nano, terutama untuk kebutuhan personal (PC / Laptop) berkembang pesat. Dan lagi, tahun 2000 adalah tahun pertama saya belajar komputer secara otodidak. Saya takjub dengan Windows Millenium yang ter-install di komputernya. Begitu cantik dibanding Windows 98 di komputer saya, yang meski reliable, tampilannya agak kaku.

Di kemudian hari, sebelum mengenal Linux, saya cukup fanatik dengan WinME ketika orang lain sudah menggunakan Windows XP. Pertama, karena komputer saya cuman Pentium 3 768MHz. Bisa sih diinstallkan Windows XP tapi jadi lebih lambat. Lagian saya tidak nyaman berhadapan dengan komputer lelet. Saya kan tweak freak! :) Kedua, di Windows ME saya tetap bisa menggunakan flash disk dan tidak wajib menginstall Program Antivirus. Saya memang suka bermain-main dengan virus. Toh, saya juga virus. Sesama virus dilarang saling menvirusi :D


* * *

Rumah Ming memang menyenangkan untuk dikunjungi. Terutama kalau pohon Jambu di pekarangannya sedang berbuah. Teman-teman Ing sering menanyakan pohon Jambu itu ke Ming. Dasar.. :D Iya sih, rumahnya terlalu jauh untuk sering-sering dikunjungi. Tinggal panjat dikit, dapet deh buahnya. Atau silahkan lompat-lompat sampe capek.. :p


* * *

Januari 2007, setelah bertahun-tahun, saya bertemu 5 menit dengan Ming di Cengkareng. Saat itu ia bersama seorang rekannya hendak pulang ke Padang. Masih dalam pakaian kantor, saya takjub dengan penampilannya yang dewasa. Saya waktu itu hendak pulang ke Padang dengan pesawat berbeda setelah perjalanan jauh hingga kota Kediri itu.

Dua minggu lalu, saya baru menyadari bahwa Ming masih seperti dulu. Suara, ketawa, dan hobinya tidak berubah. Hanya tampak lebih cantik (dan tambah tinggi? Masih dalam tahap pertumbuhan? :) Saya bertemu dengannya di Indonesia Book Fair 2008 bersama Didi dan Randi. Ketika saya dan Ming asyik berburu novel diskon, Didi dan Randi menghilang dan ternyata duduk ngobrol di Foodcourt di lantai 2 Jakarta Convention Center. Akhirnya, saya hanya berdua dengan Ming. Dan begitulah kami menyusuri stand demi stand dan "menghindar" dari stand penerbit buku-buku Islam. Saya jadi ingat gayanya yang ogah rugi itu. Ketika liat komik dijual murah Rp 5000 saya tawarkan ke Ming. Dia bilang di Gramedia GajahMada hanya Rp 3000 / eks. Ketika liat novel bagus lagi diskon, dia bilang bisa dipinjam kok di Taman Bacaan.

Hahaha.. begitulah Ming. Anda bisa menemukannya dengan mudah di taman bacaan. Cukup duduk baca-baca di sebuah Taman Bacaan terlengkap di kawasan Pondok / Pecinan Padang di hari Sabtu atau Minggu, dan Ming akan muncul: meminjam seabrek komik dan kabur. Tapi itu duluuu...

Tidak seperti Debi yang bisa main sampe Plaza Semanggi, Ming taunya cuman Gajah Mada, Glodok dan Mangga Dua. Dasar preman Pondok. Dan sampe sekarang tetep saja hanya bisa masak air. Itu pun hangus :p


Catatan kecik:

Komik-komik kesukaan saya:

Samurai & Ashura, Masatoshi Kawahara.
Samurai punya latar belakang sejarah aliran Karate Enmei. Di beberapa bagian, komik ini menyinggung beberapa peristiwa besar dalam sejarah Jepang. Terutama terkait dengan beberapa nama besar, seperti Musashi, Hideyoshi, Nobunaga dst.. Untuk pertama kalinya saya belajar sejarah Jepang lewat komik ini. Teknik grafis Masatoshi-san emang unik dibanding manga Jepang lainnya. Ia seperti menggambar tokoh-tokohnya dengan ujung pedang: luwes & penuh garis-garis tajam & bebas. Benar-benar komikus berkarakter. Belakangan ini saya kecewa dengan kenyataan bahwa Samurai & Ashura diterbitkan ulang oleh penerbit lain (bukan Elex MK) dengan kualitas kertas dan tinta cetak yang jelek.

The Return of Condor Heroes,
Lie Chi Ching (grafis) & Jin Yong (narasi)
Komik dalam format A5, cetakan hitam putih ini bagi saya adalah versi terbaik dari TROCH. Selain karena grafisnya yang natural, adegan pertarungannya juga natural. Ditambah lagi, kepiawaian naratornya, JY. Ada lagi versi lain TROCH yang grafisnya dikerjakan oleh Tony Wong. Bagi saya, TW tidak pantas menangani komik berlatar sejarah. Gaya grafisnya terlalu berlebihan.

Pendekar Hina Kelana,
Lie Chi Ching (grafis) & Jin Yong (narasi)
Komik dengan grafis yang sealiran dengan TROCH-nya JY ini bercerita tentang sejarah 4 perguruan pedang di Tiongkok. Dalam beberapa bagian, saya menemukan kesamaan dengan novel-novel Kho Ping Hoo. Agak membingungkan. Mungkin hanya kesamaan nama-nama tokoh-tokohnya saja, tidak alur ceritanya.

Saya juga membaca beberapa komik Tony Wong, mulai dari Tapak Sakti, Pukulan Geledek, Heroes, Pedang Mahadewa, Long Hu Men. Tapi yang berkesan bagi saya cuman versi lama dari Long Hu Men, yaitu Tiger Wong

Diluar semua itu saya juga generasi pembaca komik-komik silat Indonesia yang hitam putih & tebel-tebel itu. Si Buta dari Gua Hantu dkk. Yang menyebalkan hanya bahwa pendekar-pendekar Indonesia-nya terlalu hebat dibanding musuh-musuhnya. Jadi jalan ceritanya kurang menarik.


Kungfu Boy?
Kurang suka tuh :D

9 comments:

  1. Anonymous25.11.08

    ehm... dalem banget nih...
    sering lho, simpat berubah menjadi "jatuh hati", huahaha... :)

    ReplyDelete
  2. @surauinyiak: si usil no. 1

    ReplyDelete
  3. Anonymous26.11.08

    wah jadi kangen sama Ming juga, apa kabarnya ya sekarang.

    ReplyDelete
  4. iya nih, kangen lg sama Ming nih :D

    Dia kerja di Bank SinarMas di GajahMada. Sesuai dg prinsip OgahRugi, dia cuman mau jalan2 spnjg jalur busway aja :D

    Gak sprt Db, yg malala ntah kama2. Kalo ndak ngojek, taxi, ojek-taxi, taxi, ojek. Iyo bana ndak berkelas :D

    Malala se karajonyo. Beko Son kaduan ka Mama-nyo :D

    ReplyDelete
  5. Anonymous28.11.08

    itu namanya db cewek tangguh dan mandiri son... bukan nyo dak berkelas.

    perempuan sekarang harus spt itu, karena kehidupan dan lingkungan sekarang menuntut kami para perempuan menjadi seperti itu.

    ReplyDelete
  6. @cici: whatever u say lah, Ci :D

    ojex-texi-ojex-texi-ojex
    kalo udh duduk makan2 ama dB, susah diajak plg :p

    ReplyDelete
  7. bener kata desi, cewek jaman sekarang harus tangguh

    ojex-texi-ojex-texi-ojex --> bagus dong, ngasih income buat ojex dan taksi, trickle down effect (huehehe maafkan mencomot istilah sembarangan, pokoknya tau kan maksudnya)

    ReplyDelete
  8. Anonymous29.11.08

    klo mau mengenal detail suatu tempat yg baru dikunjungi memang baik nya ojex-taxi-ojex-taxi.

    Diriku di pku juga begitu, suko malala jo ojex-angkot-ojex-angkot :D

    ReplyDelete
  9. Anonymous4.12.08

    Miiiingg...sebuah dinasti di Cina..tangguh,kokoh dan mampu berdiri di tengah kecamuknya perang..
    ming, teman waktu kuliah, pinter anaknya, halus budi pekertinya,menawan senyumnya, dan ketemu di acara bookfair jakarta.. so really beautiful..(jangan geer yang ming..)

    ReplyDelete

feel free to comment :)

recent post