Nyampe di Mizan Publishing (MP) Book Point buat ikutan rilis & bedah buku HINTS, buku yang bernuansa spritualism berbasis Yoga. Saya tertarik mengikuti diskusi ini bukan lantaran temanya, tapi lantaran ada Desi Anwar sebagai moderator serta Anis Baswedan dan Debra Yatim sebagai pembicara. Sayangnya AB hanya datang dan berbicara membuka diskusi lalu pamit menghadiri acara lain. Praktis hanya ada 5 wanita yang berbicara di depan.
Saya tidak suka dengan penampilan Desi Anwar: rambut cepak dan baju kaos serta celana kulot dengan warna yang gak banget, merah padam. Not alive. Wajahnya seperti terpanggang matahari. Saya tidak tahu apa itu karena berjemur di pantai atau karena terlalu sering bergulat dengan reportase di luar ruang. Rasanya sih tidak, mengingat jabatannya saat ini, ia tentu lebih sering duduk di belakang meja. Dan lagi ia jadi tampak kurus sekali dengan cara berpakaian begitu. Saya mengira akan terpukau dengan artikulasi (gaya bicaranya). Nyatanya tidak, mungkin ia lebih memukau bila bicara dalam bahasa Inggris. Persis seperti dosen saya Pak Edi Herman yang lebih bagus ngomong Inggris aja ketimbang ngomong pk Bahasa Indonesia.
Desi Harahap, sang lebih parah lagi. Tua, rambut cepak, dan sama sekali tidak feminin. Felia masih mending. Ia tampak berusaha tampil spritualistik dengan mengenakan kerudung (bukan jilbab), baju putih. dan celana kulot. Rambutnya yang pendek dan beruban tampak dari sela-sela kerudungnya. Tapi saya memahami hidupnya sebagai Wakil Direktur BNI tidak memberikan waktu baginya untuk sedikit berdandan. Pertanyaannya kemudian, kenapa perempuan-perempuan itu seolah-olah berlomba-lomba tampil seperti laki-laki. Apa yang salah dengan femininitas?
Ines masih mending, berkerudung dan berpakaian serba putih. Nilai plusnya hanya bahwa ia cantik. Selesai.
Yang memukau bagi saya adalah Debra Yatim, aktivis perempuan yang sudah kepala lima itu. Apa mungkin karena 3 perempuan lain tidak tampil rancak atau pada dasarnya memang DY begitu anggun? Ia mengenakan baju gunting Cina berwarna putih, kain carik / batik merah maroon dengan corak tumbuh-tumbuhan dan sedikit garis-garis simetris; anting-anting bercorak etnik, dan rambut yang disasak ke belakang. Dan lagi, dibanding para penulis buku tersebut, ia berbicara lebih memukau dan berisi. Agaknya, setelah Anis pamit, Debra ragu membawa diskusi ini ke tingkat tinggi: kebertubuhan (foucault, satre, freud), spritualism vs organized religion dan krisis manusia modern. Akhirnya, seperti halnya pesta blogger kemarin, diskusi buku ini berhenti sebatas diskusi yang datar dan memudar sebelum sampai ke pintu keluar toko buku itu. Ah, masyarakat urban yang malang..
1150
Sampai di Musium Bank Mandiri buat nonton "Billy Elliot." Untuk pertama kalinya saya bertemu dengan Dani Kristanto. Pertama kali kenal ketika dia ikutan me-reply posting Maya Lestari GF dan saya di milis ruangbaca. Lalu ia mengajak saya bergabung ke milis komunitas jejaklangkah. Hmm.. yang nonton banyak ABG dan kurang apresiatif. Di akhir acara, saya & Dani cs ngobrol soal ngundang pembicara untuk membedah film
1410
Dani mengajak saya dan 2 gadis berkeliling musium. Ia bertindak sebagai guide. Udah kayak orang musium aja tuh. Detail & informatif. 30 minute tour. Kapan-kapan saya ke tetangga (musium BI), nyari Erwien Kusuma (Gontor 695, Sejarah UI '97) dan membajaknya untuk menjadi tour guide saya. Hihihihihiii..
1350
Lewat depan Musium Fatahillah dan lihat baliho Jakarta International Literary Festival 2008 (11 - 14 Des). Oops.. i miss it. Iya sih, saya baru saja ikutan milis-milis sastra, jadi informasi ini luput. Akhirnya nimbrung di workshop puisi. Niatnya sih bukan buat ikutan belajar, cuman mo dapet suasananya aja, trus memperhatikan cara 3 fasilitatornya (3 penyair kenamaan, salah satunya idola saya, si surealis Agus R. Sardjono) berdeklamasi. Ba'da ashar, diadakan pembacaan puisi peserta workshop yang rata-rata anak SMU & sedikit peserta JILFest. Di ruang sebelah, Helvi TR jadi fasilitator workshop cerpen.
1735
Selesai. Saya menulis posting ini di tengah acara workshop. Dan pasti di sebelah colokan listrik dan.. 2 gadis dari Sastra Inggris Udayana, Ni Ketut Sudiani & Ni Putu Amrita. Hmm.. Amrita.. seorang dewi dalam tradisi Hindu, oh... kata dia tradisi Buddha. Keduanya dari Komunitas Sahaja.
NANTI MALAM: Penutupan JILFest '08 di Pasar Seni Ancol. Beberapa penyair dan peserta workshop akan tampil membacakan puisi. Hmm.. agaknya tidak sia-sia Ahmadun YH, Taufiq Ismail dan teman-teman dari Jurnal Horison berkeliling Indonesia memperkenalkan sastra di sekolah-sekolah.
[ Diposting jam 1754 di pelataran Musium Fatahillah ]
No comments:
Post a Comment
feel free to comment :)