Para ahli ekonomi sependapat bahwa krisis kapitalisme saat ini lebih dalam ketimbang Great Depression di paruh ketiga abad 20. Krisis ini diperparah dengan tingginya biaya perang Amerika di Afghanistan dan Irak serta program bailout. Selain anggaran yang selalu defisit, neraca perdagangan Amerika selalu defisit bahkan selisihnya secara konstan hampir 20 persen. Jadi seberapa pun kuatnya Amerika menggenjot ekspor, hasilnya toh tetap defisit.
Pengangguran naik dari 851.000 menjadi 12,5 juta orang pada Februari 2009 dengan persentase naik menjadi 8,1%. Lima juta pengangguran tercipta dalam kurun 12 bulan terakhir atau dalam persentase sebesar 3,3%. Hutang Amerika saat ini melonjak dari $5,2 Trilyun di tahun 1998 menjadi $10,9 Trilyun. Sementara GNP Amerika berjumlah $13,8 Trilyun. Bayangkan jika keseluruhan GNP digunakan untuk membayar hutang. Atau bagaimana bisa seorang yang memiliki penghasilan Rp 1.300 bisa berhutang sebesar Rp 1.100
Secara matematis, seharusnya Amerika sudah bangkrut. Setidaknya mereka tidak lagi memiliki modal cair untuk menjalankan ekonominya. Dan kaum sosialis pun boleh bermimpi tentang tatanan dunia baru tanpa Amerika sebagai negara adidaya.
in the world without dollar, who needs america ?
Namun apa yang lazim bagi negara lain, belum tentu terjadi di Amerika. Kurva-kurva moneter dalam buku teks tidak bekerja dalam ekonomi Amerika. Lebih kurang 60% dari total transaksi dagang di seluruh dunia menggunakan mata uang dollar. Hampir keseluruhan transaksi migas menggunakan dollar. Menurut A. Riawan Amin dalam Satanic Finance, jika Amerika membutuhkan dana tambahan, yang perlu mereka lakukan hanyalah mencetak uang dengan biaya 6 cent per lembar (bukan per dollar). Dan lazimnya semakin banyaknya uang primer yang beredar, semakin tinggi angka inflasi. Tapi jika yang mengalami inflasi itu Amerika, efeknya sampai ke seluruh dunia karena ketergantungan terhadap dollar. Di samping itu, ekspor ke Amerika menjadi kurang kompetitif akibat melemahnya dollar terhadap mata uang lainnya.
Nah, jika pelemahan dollar sudah dirasa ikut merugikan Amerika, terutama dalam transaksi dagang yang mengharuskan Amerika menggunakan mata uang kuat Euro atau Yen, yang perlu mereka lakukan hanyalah menerbitkan surat hutang dalam bentuk US Treasury Note, Bill atau Bond. Bagi negara-negara lain, surat hutang Amerika dibutuhkan sebagai cadangan devisa selain dollar itu sendiri. Bagi Amerika, surat hutang hanyalah dollar dalam bentuknya yang lain. Demikianlah lingkaran setan tak berujung. Dan mesin perang Amerika pun didanai dengan mesin uang, disamping dari uang pembayar pajak tentunya.
Lalu kapan Amerika akan bangkrut? Ya, tentu jika dunia mulai berpikir tentang mata uang idaman lain. Eropa sudah menggunakan mata uang Euro dengan bantuan Robert A. Mundell. Dalam forum G20, Cina sudah menyerukan perlunya mata uang global di bawah otoritas lembaga superbodi IMF. Rusia mengajukan ide tentang mata uang global yang di-back up nilainya dengan emas setara. Dan tentu saja bisa ditebak: Obama menolak..
Pranala terkait :
*.pdf: Robert A Mundell: The International Monetary System in the 21st Century: Could Gold Make a Comeback?
Gold Dinar: Sistem Moneter Terbaik
China calls new global curreny
Rusia calls global currency backed gold
Obama rejects China's call for global currency
Pengangguran naik dari 851.000 menjadi 12,5 juta orang pada Februari 2009 dengan persentase naik menjadi 8,1%. Lima juta pengangguran tercipta dalam kurun 12 bulan terakhir atau dalam persentase sebesar 3,3%. Hutang Amerika saat ini melonjak dari $5,2 Trilyun di tahun 1998 menjadi $10,9 Trilyun. Sementara GNP Amerika berjumlah $13,8 Trilyun. Bayangkan jika keseluruhan GNP digunakan untuk membayar hutang. Atau bagaimana bisa seorang yang memiliki penghasilan Rp 1.300 bisa berhutang sebesar Rp 1.100
Secara matematis, seharusnya Amerika sudah bangkrut. Setidaknya mereka tidak lagi memiliki modal cair untuk menjalankan ekonominya. Dan kaum sosialis pun boleh bermimpi tentang tatanan dunia baru tanpa Amerika sebagai negara adidaya.
in the world without dollar, who needs america ?
Namun apa yang lazim bagi negara lain, belum tentu terjadi di Amerika. Kurva-kurva moneter dalam buku teks tidak bekerja dalam ekonomi Amerika. Lebih kurang 60% dari total transaksi dagang di seluruh dunia menggunakan mata uang dollar. Hampir keseluruhan transaksi migas menggunakan dollar. Menurut A. Riawan Amin dalam Satanic Finance, jika Amerika membutuhkan dana tambahan, yang perlu mereka lakukan hanyalah mencetak uang dengan biaya 6 cent per lembar (bukan per dollar). Dan lazimnya semakin banyaknya uang primer yang beredar, semakin tinggi angka inflasi. Tapi jika yang mengalami inflasi itu Amerika, efeknya sampai ke seluruh dunia karena ketergantungan terhadap dollar. Di samping itu, ekspor ke Amerika menjadi kurang kompetitif akibat melemahnya dollar terhadap mata uang lainnya.
Nah, jika pelemahan dollar sudah dirasa ikut merugikan Amerika, terutama dalam transaksi dagang yang mengharuskan Amerika menggunakan mata uang kuat Euro atau Yen, yang perlu mereka lakukan hanyalah menerbitkan surat hutang dalam bentuk US Treasury Note, Bill atau Bond. Bagi negara-negara lain, surat hutang Amerika dibutuhkan sebagai cadangan devisa selain dollar itu sendiri. Bagi Amerika, surat hutang hanyalah dollar dalam bentuknya yang lain. Demikianlah lingkaran setan tak berujung. Dan mesin perang Amerika pun didanai dengan mesin uang, disamping dari uang pembayar pajak tentunya.
Lalu kapan Amerika akan bangkrut? Ya, tentu jika dunia mulai berpikir tentang mata uang idaman lain. Eropa sudah menggunakan mata uang Euro dengan bantuan Robert A. Mundell. Dalam forum G20, Cina sudah menyerukan perlunya mata uang global di bawah otoritas lembaga superbodi IMF. Rusia mengajukan ide tentang mata uang global yang di-back up nilainya dengan emas setara. Dan tentu saja bisa ditebak: Obama menolak..
Catatan kecik :
Robert A Mundell adalah peraih nobel ekonomi 1999 dengan teorinya Optimum Currency Area. Teori ini mengandaikan bahwa penggunaan mata uang tunggal untuk suatu kawasan geografis dengan luas tertentu akan menghasilkan optimasi ekonomis. Lebih dari itu, Mundel percaya bahwa emas akan menjadi mata uang global di abad 21 dengan pola yang berbeda dengan yang pernah terjadi di pertengahan abad 20.
Luthfi Hamidi mengajukan pola yang cukup rasional dalam penggunaan emas sebagai mata uang. Menurutnya, setiap negara dapat menggunakan mata uang masing-masing dalam transaksi internalnya. Emas digunakan dalam transaksi dagang antar negara. Dalam suatu skema yang menarik, Luthfi menyatakan bahwa semakin banyak negara yang terlibat dalam penggunaan emas, semakin sedikit emas yang dibutuhkan. Hal ini sekaligus menjawab kritik bahwa penggunaan emas sebagai mata uang akan terhambat karena faktor kelangkaan
Emas sebenarnya bisa saja digunakan saat ini juga dalam transaksi dagang antar negara dengan perjanjian bilateral maupun unilateral. Tidak butuh forum mewah seperti G20. Hanya saja belum ada political will dari para penguasa dan ekonom.
Salah satu hal yang membuat Amerika marah pada Saddam Hussein adalah karena ia meminta penjualan minyak dibayar dengan Euro. Iran di bawah kepemimpinan Ahmadinejad juga melakukan hal yang sama.
Kalau ada yang dituduh bermain Yoyo, seharusnya itu BI. Instrumen SBI yang digunakan BI naik turun guna menahan laju inflasi dan turunnya rupiah. Belum lagi apa yang disebut dengan operasi pasar. Krisis atau pun tidak, bank konvensional lebih suka memarkir duit di SBI atau pun SUN sementara riil economy kekurangan modal kerja. Kalau emas digunakan, permainan baru akan tercipta. Sayangnya, para ekonom sudah terlalu lama keracunan buku teks ekonomi kapitalistik.
Blok Dollar vs Blok Euro. Bisakah kita berharap lahirnya Blok Emas? Sepertinya harus menunggu Cina dan Rusia menyatukan ide, bukan negara-negara OKI yang kumpul-kumpul kayak arisan ibu-ibu. Cipika-cipiki, nggosip dan bubar. Padahal hampir 1/2 duit di Wall Street itu punya mereka :(
Pranala terkait :
*.pdf: Robert A Mundell: The International Monetary System in the 21st Century: Could Gold Make a Comeback?
Gold Dinar: Sistem Moneter Terbaik
China calls new global curreny
Rusia calls global currency backed gold
Obama rejects China's call for global currency
Kemarin, ikut diskusi di JIL tentang ekonomi Islam n kapitalisme. Yg menarik, ternyata ekonomi Islam itu 90% mirip kapitalisme. Yg membedakan adalah kapitalisme sebagai doktrin bersifat positivis sdg ekonomi Islam normatif. Pertanyaannya, kenapa krisis? Kata pendukung kapitalisme, karena aturan main saat ini belum sepenuhnya liberal. US msh mndominasi, pasar dan hampir monopoli. Mestinya ketidakfair-annya itu yg direvisi. Sayangnya, tujuan akhir eko-liberal adalah dominasi. Dan itulah godaannya.
ReplyDeletesayang sekali gw gak bs hadir di utan kayu. Ekonomi Islam berada di antara kutub sosialisme & kapitalisme. Soal persentase ke kiri atau kanan, itu harus dihitung lagi.
ReplyDeleteKrisis justru karena pasar yg amat liberal, minim regulasi dan moral hazard. Lembaga rating saham/obligasi berbuat semaunya. Perusahaan sekuritas menciptakan derivatif yang ajaib-ajaib. Amerika percaya kemampuan pasar mengendalikan dirinya. Menurut buku sih begitu: 1 dari 10 adagium finance: market effeciency.
Padahal, pasar itu liar! Market effeciency tidak pernah benar-benar hadir ke dunia nyata. Sama saja di ujung lain: laizes fraire atau ultra-liberalism hanya mengendap dalam mimpi-mimpi..
komentar menarik ttg bailout (kapitalis pada umumnya):
ReplyDeletehttp://freakonomics.blogs.nytimes.com/2009/03/18/got-clawbacks-thugz-on-the-bailout/
i like comment #11: It’s not that gang members are capitalists; it’s that government and high finance are run like gangs [read: criminal enterprises] :D
kalau sudah baca buku freakonomics, si sudhir venkatesh ini udah membuktikan kalo sistem kerja drug dealers mirip dgn korporasi saat ini; income gap-nya sangat besar