Berkunjung ke islamlib.com selalu bikin geleng-geleng kepala dengan bahasan yang disajikan. Ketika di Barat, sistem ekonomi berbasis ajaran (dan tradisi) Islam dikaji, islib justru sibuk mencari pembenaran teologis terhadap kapitalisme. Ketika teori evolusi menuai kritik, terutama karena prinsip missing link yang tak berhasil dibuktikan dan malah memunculkan banyak kebohongan akademis, islib justru memunculkan masalah baru dengan mengkaji kemungkinan pendekatan evolusionis terhadap tumbuh dan berkembangnya agama-agama. Seakan tidak cukup pendekatan sinkretisme dan konsep trancendent unity of religion menimbulkan masalah.
Pendekatan saintifik tersebut tidak begitu merisaukan saya. Yang merisaukan justru tulisan-tulisan ala orientalis atau islamolog seperti yang diungkapkan Abdul Moqsith Ghazali. Setelah sebelumnya melontarkan pandangan bahwa Ishaq-lah yang dikurbankan, bukan Ismail, kali ini ia mempermasalahkan kapan tepatnya Nabi Muhammad lahir.
Setelah memaparkan panjang lebar tentang ikhtilaf para ulama dan sejarawan, Abdul Moqsith menutup tulisannya dengan pertanyaan tentang siapa yang kita rayakan hari ulang tahunnya pada tanggal 12 Rabi'ul Awwal. Bagi saya, pertanyaannya tidak lebih dari sekedar trik murahan. Ya, tentu saja perayaan maulid yang didasarkan pada pendapat salah satu sejarawan, Ibn Ishaq. Hal yang lumrah bila dalam ikhtilaf, diambil salah satu pendapat.
Di atas semua ikhtilaf itu, semua orang tahu bahwa perayaan maulid Nabi berbeda kedudukannya dengan perayaan Natal atau Waisak misalnya. Perayaan Natal atau Waisak hanya bisa dibandingkan dengan perayaan 'Ied
Maulid Nabi tidak berada di pusat teologi Islam. Tidak ada satupun doktrin keislaman yang berhubungan dengan hari kelahiran Nabi. Perayaan Maulid adalah tradisi bukan ibadah. Tentu saja itu berarti bid'ah. Sebahagian ulama membagi bid'ah dalam 2 kategori bid'ah hasanah (baik) dan bid'ah dhalalah (sesat). Kalangan ortodok menganggap semua bid'ah adalah sesat tanpa harus menyelidiki bentuknya. Saya tentu saja lebih cenderung menganggapnya sebagai bid'ah hasanah karena perayaan maulid tidak mempunyai bentuk baku tertentu. Di kampung saya, maulid dirayakan dengan mengadakan ceramah di mesjid-mesjid. Di beberapa tempat di Jawa, maulid dirayakan dengan menyelenggarakan tradisi shalawatan.
Pendekatan saintifik tersebut tidak begitu merisaukan saya. Yang merisaukan justru tulisan-tulisan ala orientalis atau islamolog seperti yang diungkapkan Abdul Moqsith Ghazali. Setelah sebelumnya melontarkan pandangan bahwa Ishaq-lah yang dikurbankan, bukan Ismail, kali ini ia mempermasalahkan kapan tepatnya Nabi Muhammad lahir.
Setelah memaparkan panjang lebar tentang ikhtilaf para ulama dan sejarawan, Abdul Moqsith menutup tulisannya dengan pertanyaan tentang siapa yang kita rayakan hari ulang tahunnya pada tanggal 12 Rabi'ul Awwal. Bagi saya, pertanyaannya tidak lebih dari sekedar trik murahan. Ya, tentu saja perayaan maulid yang didasarkan pada pendapat salah satu sejarawan, Ibn Ishaq. Hal yang lumrah bila dalam ikhtilaf, diambil salah satu pendapat.
Di atas semua ikhtilaf itu, semua orang tahu bahwa perayaan maulid Nabi berbeda kedudukannya dengan perayaan Natal atau Waisak misalnya. Perayaan Natal atau Waisak hanya bisa dibandingkan dengan perayaan 'Ied
Maulid Nabi tidak berada di pusat teologi Islam. Tidak ada satupun doktrin keislaman yang berhubungan dengan hari kelahiran Nabi. Perayaan Maulid adalah tradisi bukan ibadah. Tentu saja itu berarti bid'ah. Sebahagian ulama membagi bid'ah dalam 2 kategori bid'ah hasanah (baik) dan bid'ah dhalalah (sesat). Kalangan ortodok menganggap semua bid'ah adalah sesat tanpa harus menyelidiki bentuknya. Saya tentu saja lebih cenderung menganggapnya sebagai bid'ah hasanah karena perayaan maulid tidak mempunyai bentuk baku tertentu. Di kampung saya, maulid dirayakan dengan mengadakan ceramah di mesjid-mesjid. Di beberapa tempat di Jawa, maulid dirayakan dengan menyelenggarakan tradisi shalawatan.