8.4.09

Catatan Pemilu 2009

Pemilu 2009 adalah pemilihan umum ke-3 paska rezim Orde Baru. Pemilu kali ini adalah pemilu ke-2 dimana presiden akan dipilih langsung oleh rakyat dan untuk pertama kalinya wakil rakyat akan dipilih berdasarkan suara terbanyak. Demokrasi bisa berarti kekuasaan di tangan mayoritas dan akomodasi terhadap minoritas. Ia juga bisa berarti perayaan sekaligus penghargaan terhadap kapasitas individu, baik individu pemilih maupun yang dipilih. Sebagai bagian dari proses konsolidasi demokrasi, ada baiknya kita catat pernak perniknya.

Rekruitmen Politik
Caleg vs kursi
 
Caleg
Kursi
% Kursi/Caleg
DPR
11.215
560
5,0
DPD
1.109 
132
11,9
DPRD Prop
112.000
1.998
1,8
DPRD Kab/Kota
1.500.000
15.750
1,1
Diolah dari djombang.com

Data diatas bisa ditafsirkan macam-macam. Negara yang mengalami emerging democracy memang selalu menghadirkan partisipasi politik yang antusias. Tapi di sisi lain, kita melihat lemahnya rekruitmen politik di tingkat partai politik. Akhirnya, rakyat yang diminta untuk "menyaring" orang-orang yang layak mewakili mereka. Di tengah kebingungan menentukan pilihan, agaknya pemilih akan cenderung memilih partai ketimbang individu caleg. Di kemudian hari, mungkin dibutuhkan penyederhanaan jumlah partai.

Ongkos politik
Menurut VIVANews.com, biaya paling murah untuk menjadi caleg adalah Rp 210 juta. Hermawan Kartawijaya dari Mark Plus bahkan menyebut angka minimal sebesar Rp 500 juta. Survey AC Nielsen menyebutkan bahwa biaya iklan caleg dan partai politik sudah mencapai Rp 3 Trilyun. Pertanyaannya kemudian, apakah kita bisa berharap bahwa legislator yang menanggung ongkos politik sebegitu besar bisa bersih dari penyelewengan?

Survey pemenang pemilu
Lembaga Survey Indonesia mengumumkan hasil survey per Februari 2009. Partai Demokrat akan mendapat 22,2%; PDI-P 17,3%; P-Golkar 15,4%; PKS 5,3%; PPP 5,3% kemudian berturut-turut PAN, Hanura dan Gerindra dibawah 5%. SBY masih berpotensi kuat memerintah kembali. Selengkapnya baca disini

Hasil survei LSN tentang tingkat elektabilitas 12 partai papan atas PD 19,3%, PDIP 16,2%, Partai Gerindra 15,6%, Golkar 14,0%, PKS 6,6%, PAN 4,3%, PPP 4,1%, PKB 4,0%, Hanura 2,1%, PKNU 1,2% dan PDS 1,0%. Selengkapnya baca disini

Hasil survei yang dilakukan oleh LP3ES pada 9-20 Februari 2009 menunjukkan bahwa Demokrat tertinggi (21,52%), disusul PDIP (15,51%) dan Golkar (14,27%). Yang lulus threshold adalah PPP, PKS, PKB, PAN dan Gerindra. Sekitar 22,83% menyatakan belum tahu. Sampel responden adalah 2.957 yang diambil secara acak. Ringkasnya klik disini. Klik disini untuk Pernyataan Pers

Seberapa akurat?

Platform, janji-janji politik, dan pragmatisme
Janji Megawati hanya 3 poin: sembako murah; lapangan kerja dan kesejahteraan rakyat. Terkesan sederhana dan tidak menarik. Soetrisno Bachir menjanjikan anggaran Rp 1 Milyar per desa per tahun. Sementara PKS, menjanjikan DPR yang bersih.

Dari sekian janji-janji politik, agaknya janji Prabowo-lah yang paling manis. Delapan poin janji politiknya benar-benar lengkap! Mulai dari pemihakan pada petani, buruh dan nelayan; penghijauan 59 juta hektar hutan; harga pupuk; sekolah gratis; moratorium hutang; hingga layanan kesehatan yang lebih baik. Mereka yang menolak neo-kapitalisme bakal tergiur. Tapi yang agak di luar akal sehat yaitu pertumbuhan ekonomi 12% dan 1 juta laptop gratis per tahun. Mungkin saya bisa percaya pada lokomotifnya, tapi saya ragu dengan gerbongnya.

Masalahnya adalah bagaimana jika Prabowo urung mencalonkan diri atau tak terpilih jadi presiden dan Gerindra menjadi komponen minoritas dalam suatu koalisi yang memerintah. Apakah janji-janjinya terhapus dengan sendirinya? Tidakkah janji-janji itu adalah bagian dari platform yang harus dipertahankan dalam kondisi apapun.

Dia lagi presiden kita?
Pastinya saya tidak akan memilih capres yang pernah menjual BCA dan Indosat dan dengan harga murah pula; melego kontrak Blok Tangguh dan menjual kapal tanker VLCC Pertamina dengan harga jauh di bawah harga pasar maupun harga beli. Saya juga tidak akan memilih capres yang pernah melego Blok Cepu kepada pihak asing padahal Pertamina bisa mengurusnya. Juga karena di kabinetnya diisi oleh ekonom-ekonom neo-liberal. Ia memang menggalakkan pemberantasan KKN (padahal hanya rimah-rimah saja); mengakomodasi aspirasi umat lewat UU AP. Ia berpolitik "cantik".
Masalahnya, tidak ada capres alternatif. What a pity protest voter..

6 comments:

  1. tidak ada capres alternatif, ya? hahaha...bosen yg itu2 aja

    ReplyDelete
  2. Mantap banget tulisannya khususnya bagian akhir..hehe..

    ReplyDelete
  3. Mungkin agak harus membumi. Sumber yang sonny sebutkan bahwa minimal 210 juta harus disiapkan seorang caleg terlihat sangat dilebih-lebihkan. Saya sendiri melakukan komunikasi dan ada pula menyentuh langsung proses kampanye caleg sehingga hitungan saya lebih faktual.
    Ukuran besarnya biaya pencalegan juga ditentukan oleh level pencalonannya. Untuk DPRD Kabupaten kota, uang 10-15 juta sudah cukup, apalagi jika sang caleg adalah putra asli daerah dan public figur. Untuk propinsi, sekitar 30 juta sudah cukup walau minimalis. Posisi wajarnya sekitar 60 juta. Untuk DPR RI, modal Nuzron Joher di Jambi pada pemilu 2004 bisa jadi acuan. Beliau mengeluarkan sekitar 70 juta. Dengan mempertimbangkan inflasi, angka 100 juta dianggap cukup.
    Jadi dari ketiga level, angka 210 juta bukanlah minimal. bisa lebih rendah.

    ReplyDelete
  4. Saya tahu ada yang mengeluarkan 80 juta untuk caleg DPRD Kab, padahal putra daerah. :D

    ReplyDelete
  5. @ Mona : angka yang saya sebutkan di atas adalah untuk menanggapi angka batas minimal yang disebutkan dalam post Sonny. kalau ada yang mengeluarkan 80 juta tidak apa-apa. bahkan batas maksimal bisa jadi tak terbatas.

    ReplyDelete
  6. @ Yudi Helfi
    Emang komentar saya bernada "berdebat", ya? Bukan "menginformasikan"? :D

    ReplyDelete

feel free to comment :)

recent post