31.3.09

the almighty dollar

Para ahli ekonomi sependapat bahwa krisis kapitalisme saat ini lebih dalam ketimbang Great Depression di paruh ketiga abad 20. Krisis ini diperparah dengan tingginya biaya perang Amerika di Afghanistan dan Irak serta program bailout. Selain anggaran yang selalu defisit, neraca perdagangan Amerika selalu defisit bahkan selisihnya secara konstan hampir 20 persen. Jadi seberapa pun kuatnya Amerika menggenjot ekspor, hasilnya toh tetap defisit.

Pengangguran naik dari 851.000 menjadi 12,5 juta orang pada Februari 2009 dengan persentase naik menjadi 8,1%. Lima juta pengangguran tercipta dalam kurun 12 bulan terakhir atau dalam persentase sebesar 3,3%. Hutang Amerika saat ini melonjak dari $5,2 Trilyun di tahun 1998 menjadi $10,9 Trilyun. Sementara GNP Amerika berjumlah $13,8 Trilyun. Bayangkan jika keseluruhan GNP digunakan untuk membayar hutang. Atau bagaimana bisa seorang yang memiliki penghasilan Rp 1.300 bisa berhutang sebesar Rp 1.100

Secara matematis, seharusnya Amerika sudah bangkrut. Setidaknya mereka tidak lagi memiliki modal cair untuk menjalankan ekonominya. Dan kaum sosialis pun boleh bermimpi tentang tatanan dunia baru tanpa Amerika sebagai negara adidaya.



in the world without dollar, who needs america ?

Namun apa yang lazim bagi negara lain, belum tentu terjadi di Amerika. Kurva-kurva moneter dalam buku teks tidak bekerja dalam ekonomi Amerika. Lebih kurang 60% dari total transaksi dagang di seluruh dunia menggunakan mata uang dollar. Hampir keseluruhan transaksi migas menggunakan dollar. Menurut A. Riawan Amin dalam Satanic Finance, jika Amerika membutuhkan dana tambahan, yang perlu mereka lakukan hanyalah mencetak uang dengan biaya 6 cent per lembar (bukan per dollar). Dan lazimnya semakin banyaknya uang primer yang beredar, semakin tinggi angka inflasi. Tapi jika yang mengalami inflasi itu Amerika, efeknya sampai ke seluruh dunia karena ketergantungan terhadap dollar. Di samping itu, ekspor ke Amerika menjadi kurang kompetitif akibat melemahnya dollar terhadap mata uang lainnya.

Nah, jika pelemahan dollar sudah dirasa ikut merugikan Amerika, terutama dalam transaksi dagang yang mengharuskan Amerika menggunakan mata uang kuat Euro atau Yen, yang perlu mereka lakukan hanyalah menerbitkan surat hutang dalam bentuk US Treasury Note, Bill atau Bond. Bagi negara-negara lain, surat hutang Amerika dibutuhkan sebagai cadangan devisa selain dollar itu sendiri. Bagi Amerika, surat hutang hanyalah dollar dalam bentuknya yang lain. Demikianlah lingkaran setan tak berujung. Dan mesin perang Amerika pun didanai dengan mesin uang, disamping dari uang pembayar pajak tentunya.

Lalu kapan Amerika akan bangkrut? Ya, tentu jika dunia mulai berpikir tentang mata uang idaman lain. Eropa sudah menggunakan mata uang Euro dengan bantuan Robert A. Mundell. Dalam forum G20, Cina sudah menyerukan perlunya mata uang global di bawah otoritas lembaga superbodi IMF. Rusia mengajukan ide tentang mata uang global yang di-back up nilainya dengan emas setara. Dan tentu saja bisa ditebak: Obama menolak..


Catatan kecik :
Robert A Mundell adalah peraih nobel ekonomi 1999 dengan teorinya Optimum Currency Area. Teori ini mengandaikan bahwa penggunaan mata uang tunggal untuk suatu kawasan geografis dengan luas tertentu akan menghasilkan optimasi ekonomis. Lebih dari itu, Mundel percaya bahwa emas akan menjadi mata uang global di abad 21 dengan pola yang berbeda dengan yang pernah terjadi di pertengahan abad 20.

Luthfi Hamidi mengajukan pola yang cukup rasional dalam penggunaan emas sebagai mata uang. Menurutnya, setiap negara dapat menggunakan mata uang masing-masing dalam transaksi internalnya. Emas digunakan dalam transaksi dagang antar negara. Dalam suatu skema yang menarik, Luthfi menyatakan bahwa semakin banyak negara yang terlibat dalam penggunaan emas, semakin sedikit emas yang dibutuhkan. Hal ini sekaligus menjawab kritik bahwa penggunaan emas sebagai mata uang akan terhambat karena faktor kelangkaan

Emas sebenarnya bisa saja digunakan saat ini juga dalam transaksi dagang antar negara dengan perjanjian bilateral maupun unilateral. Tidak butuh forum mewah seperti G20. Hanya saja belum ada political will dari para penguasa dan ekonom.

Salah satu hal yang membuat Amerika marah pada Saddam Hussein adalah karena ia meminta penjualan minyak dibayar dengan Euro. Iran di bawah kepemimpinan Ahmadinejad juga melakukan hal yang sama.

Kalau ada yang dituduh bermain Yoyo, seharusnya itu BI. Instrumen SBI yang digunakan BI naik turun guna menahan laju inflasi dan turunnya rupiah. Belum lagi apa yang disebut dengan operasi pasar. Krisis atau pun tidak, bank konvensional lebih suka memarkir duit di SBI atau pun SUN sementara riil economy kekurangan modal kerja. Kalau emas digunakan, permainan baru akan tercipta. Sayangnya, para ekonom sudah terlalu lama keracunan buku teks ekonomi kapitalistik.

Blok Dollar vs Blok Euro. Bisakah kita berharap lahirnya Blok Emas? Sepertinya harus menunggu Cina dan Rusia menyatukan ide, bukan negara-negara OKI yang kumpul-kumpul kayak arisan ibu-ibu. Cipika-cipiki, nggosip dan bubar. Padahal hampir 1/2 duit di Wall Street itu punya mereka :(

Pranala terkait :
*.pdf: Robert A Mundell: The International Monetary System in the 21st Century: Could Gold Make a Comeback?
Gold Dinar: Sistem Moneter Terbaik
China calls new global curreny
Rusia calls global currency backed gold
Obama rejects China's call for global currency





22.3.09

it's just a drama, my dear..

Faisal Basri punya solusi menarik tentang krisis ekonomi Amerika. Dalam sebuah diskusi di bulan Januari 2009 di Freedom Institute, sarang kaum neoliberal, ekonom UI yang punya kecenderungan sosialis demokrat itu menyatakan bahwa tindakan paling logis terhadap perusahaan-perusahaan yang ingin menghindari pailit selain opsi akuisisi / merger adalah opsi JUAL. Dan pembeli potensial berkantong tebal tersebut bisa jadi investor dari Timur Tengah, Cina, Korea Selatan, dan Jepang. Dan krisis akan berlalu. Ekonomi akan mengalami recovery meski tidak instant.

Ide Faisal ini memang kedengaran sederhana. Tapi memang begitulah ilmu ekonomi konvensional (baca: kapitalistik) mengajarkan. Krisis berlalu dan setiap pemain antagonis yang memicu krisis ini mendapatkan ganjaran setimpal: dipecat, didaftarhitamkan, dianggap wan prestasi atau kemungkinan "terbaik" adalah diadili atas aksinya. No drama. Setiap orang bisa menerima akhir cerita: everybody's happy except criminals.

Tapi apa yang kita saksikan saat ini? Kongres Amerika akhirnya menyetujui program bailout (dana talangan) yang hampir mencapai USD 1 Trilyun untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan multinasional Amerika, baik perusahaan finansial yang memutar duitnya pada aset-aset finansial yang tampak "sophisticated" itu; perusahaan non-finansial yang menginvestasikan idle cash-nya pada marketable securities; atau perusahaan non-finansial yang mengalami penurunan demand yang drastis akibat kontraksi ekonomi. Apa yang dilakukan pemerintah Amerika saat ini benar-benar melawan logika neoliberalisme yang selama ini diagung-agungkannya: deregulasi, privatisasi dan fair open free trade. Yang terjadi adalah nasionalisasi.

Faisal dengan tandas menyatakan bahwa program bailout adalah kezaliman! Tindakan tersebut akan membawa dunia pada krisis yang tidak seorang ekonom pun berani memprediksi seberapa lama akan berlangsung dan seberapa dalam. Dunia sudah lama tergantung pada sistem ekonomi Amerika dan dolar sebagai hard currency.



Lalu, darimana sumber irasionalitas ini? Nyata bagi kita, Amerika tidak hanya menerapkan standar ganda dalam kebijakan politik internasionalnya, tapi juga dalam ekonomi. Bahwa perusahaan-perusahaan Amerika jangan sampai jatuh ke tangan asing. Dan tidak sekali ini saja Amerika berlaku unfair. Kongres Amerika pernah mementahkan kemenangan Dubai Port (DP) World, BUMN Dubai dalam tender pengelolaan 6 pelabuhan di Amerika atas nama keamanan negara (dan sentimen nasionalisme). Padahal privatisasi pelabuhan adalah gejala umum di dunia dan banyak juga perusahaan-perusahaan Barat yang mengelola pelabuhan di negara lain.

Dan tidak hanya Amerika. Nicholas Sarkozy, PM Perancis yang sudah lama dikenal cenderung rasis (dan mengidap islamophobia) , melarang perusahaan atau investor non-Uni Eropa untuk membeli perusahaan-perusahaan Perancis yang terancam pailit. Sudah lama Uni-Eropa menerapkan non-tarrif barrier (protectionism) dengan mengharuskan eksportir udang dari Indonesia untuk mengikuti sertifikasi yang mahal. Dan lelucon yang sering diulang-ulang dalam buku teks dan media massa adalah bagaimana Eruopean Community di awal dekade 90-an menerapkan standar aneh terhadap impor pisang. Pisang yang masuk ke negara-negara UE haruslah mempunyai warna kuning tertentu dan mempunyai bentuk kelengkungan tertentu.

Dan lelucon baru yang kita dengar adalah bagaimana para eksekutif perusahaan yang mengemis dana talangan naik pesawat jet pribadi ke Washington dan berpesta pora dengan mewah setelah mendapat sinyal positif. Ketika tindakan itu dicemooh publik, di kesempatan berikutnya mereka naik bis berbahan bakar hidrogen yang belum atau sama saja tidak ekonomisnya. Dan terakhir, kita mendengar AIG berencana membagi-bagikan jutaan dolar sebagai bonus bagi para eksekutifnya setelah perusahaan itu mendapat milyaran dolar dana talangan.

Atau mungkin sumber irasionalitas ini adalah karena memang film-film Hollywood hampir selalu mensyaratkan akhir tak terduga. Para penonton bisa saja dibuat "berpihak" pada tokoh antogonis. Atau mungkin karena orang Amerika lebih menyukai gaya bertinju Muhammad Ali yang fighter itu ketimbang Mike Tyson yang boxer. Membeli tiket pertandingan Tyson yang mahal bisa amat menjengkelkan karena penantang Tyson terkapar hanya beberapa menit setelah pertandingan dimulai. Sebaliknya, Ali selalu menghadirkan drama dari ronde ke ronde. Drama yang bisa jadi beresiko membuat Ali dipukul jatuh atau malah kalah.

Tapi mungkin juga orang Amerika suka juga menonton sinetron-sinetron Indonesia. Begitu banyak hal irasional dan begitu banyak logika yang diterobos dalam alur cerita. Dan anehnya, kaum hawa pecandu sinetron bisa menangis dibuatnya. Ah, tak ada lagi yang bisa saya katakan. Tidak mudah memahamkan para pecandu sinetron betapa kacaunya logika dalam skenario opera sabun itu. It's just a drama, my dear..  [ ]

Catatan kecik:
Entah kenapa situs Freedom Institute tidak mendokumentasikan diskusi yang menghadirkan Faisal Basri tersebut. Saya menduga karena Faisal Basri dengan gaya bicaranya yang lugu itu mengkritik tajam Amerika dengan neoliberalismenya atau karena Chatib Basri, salah seorang pendiri FI berhalangan hadir sebagai pembicara pembanding. Diskusi itu tidak kalah berbobot dengan hadirnya seorang  ekonom muda dari Belgia sebagai pembicara. 
 

bacaan lanjutan:
Bailout anecdote
Protectionism
Gold Dinar: Sistem Moneter Terbaik

16.3.09

ghost in my machine

Ada banyak cara untuk melakukan recovery Windows XP, lingkungan sistem operasi yang rentan virus dan kurang stabil ini. Pertama, dengan menggunakan System Restore. Layanan restorasi ini sudah ada sejak Windows Millenium, generasi sebelum XP. Namun menurut pengalaman saya, efektivitasnya diragukan. Kinerja Windows XP menjadi sedikit melambat. Mungkin karena terjadi duplikasi banyak file sistem. Secara default, Windows cenderung menyimpan file sistem lama ketimbang menghapusnya sehingga ukuran sistem secara keseluruhan membengkak.



Karena tidak efektif, berbagai tips Windows XP yang bertebaran di majalah dan buku cenderung menyarankan untuk mematikan layanan restorasi ini. Saya tidak tahu apakah layanan ini masih tersedia di Windows Vista. Hingga saat ini saya belum pernah menggunakan Vista. Dulu, ketika Windows XP sudah populer digunakan, saya tetap menggunakan Windows ME sampai ketika saya butuh menginstall Norton Antivirus 2005, Dreamweaver MX dan Photoshop CS yang hanya bisa dijalankan di lingkungan XP. Dibanding XP, Vista lebih rewel, banyak tanya dan mengkonsumsi sumberdaya sistem (memory & processor) cukup banyak.

Kedua, dengan menggunakan program imaging harddisk seperti Norton Image atau Norton Go Back. Tapi masalahnya kedua program itu aktif di background dan menggunakan sumberdaya sistem cukup banyak.

Ketiga, dengan menggunakan program pengunci partisi semacam DeepFreeze atau CleanSlate. Perubahan apapun yang terjadi pada suatu partisi, dalam konteks ini partisi atau Drive C, bisa hilang setelah restart. Bila sistem terserang virus atau rusak registry-nya, ia akan kembali normal setelah restart. Masalahnya, saya suka melakukan kostumisasi konfigurasi beberapa program dan aktivitas ini mensyaratkan DeepFreeze non-aktif atau pada posisi DeepThawed. Untuk itu sistem harus di-restart dulu. Dan me-restart komputer adalah pekerjaan yang cukup menjengkelkan. Berbeda dengan DF, CleanSlate bisa di-non aktifkan tanpa restart. Masalahnya, saya tidak punya versi CleanSlate yang bisa digunakan di lingkungan XP. Versi terakhir yang saya gunakan adalh CleanSlate 3 yang bekerja baik di WinME tapi tidak stabil di XP.

Keempat, dengan menggunakan Norton GHOST versi DOS. NG versi Windows bagi saya terlalu merepotkan dan lamban kinerjanya. Lagian kalau sistem crash dan tidak bisa booting ke Windows, tetap saja DOS menjadi jalan penyelamat. Yang dibutuhkan hanya sebuah CD bootable DOS yang bisa dibuat dengan menggunakan 1 Floppy Disk Bootable DOS dan program burning Nero. Tapi belakangan saya punya sebuah CD bootable DOS berbasis isolinux yang tersedia di dalamnya berbagai program underDOS seperti AcronicsPartition, PartitionMagic dan Norton Ghost.


Sampai saat ini, saya hanya sekali menggunakan image yang dibuat beberapa bulan yang lalu menggunakan Norton Ghost. Waktu itu saya heran karena waktu booting yang dibutuhkan lebih lama dari biasanya. Saya kira masalahnya ada pada Vista Inspirat 2.1 atau TuneUp Utilities 2008. Tapi rupanya masalahnya pada Adobe Photoshop CS3 yang secara default mengkonsumsi 55% memory. Solusinya adalah memindahkan scrath disk atau swap file ke partisi D dan mengaktifkan kembali fungsi prefetching di registry.

Tampaknya saya tidak terlalu memerlukan GHOST atau cara lain untuk recovery. Yang dibutuhkan sebenarnya hanyalah antivirus handal yang bisa menjaga sistem dari virus dan threat lain yang diam-diam berjalan di background dan merubah konfigurasi sistem/registry. Favorit saya, Norton AntiVirus. NAV ini secara default memang mengkonsumsi sumberdaya sistem cukup banyak. Tapi setelah dikostumisasi dan dimatikan beberapa fungsi gak pentingnya (email/messenger real-time protection, automatic LiveUpdate, dan office documents scanning), program ini akan berjalan cukup ringan. Dan saat ini saya menggunakan NAV 2007 karena hanya itu yang saya punya dan ringan pula. Lagian apa perlunya upgrade selama masih tersedia layanan live update untuk versi ini [ ]

Catatan kecik:
Judul posting ini meminjam istilah "ghost in the machine" yang digunakan pertama kali oleh filsuf Inggris, Gilbert Ryle, ketika membahas dualisme Cartesian (1949). Dalam budaya populer, istilah ini juga digunakan dalam film "The Ghost in the machine" dengan tekanan berbeda (1993). Film i-Robot yang dibintangi Will Smith juga menyinggung kemungkinan humanisasi android.

1.3.09

sampai ke ubun-ubun !

Lia menertawakan saya karena mengikuti kuis "How Minang Are You?" di FB. Rupanya, saya pernah mengikuti kuis itu sebelumnya dengan hasil sama: "Dari Kaki ka Kapalo" alias Minang 100%. Soal-soal di kuis itu terlalu mudah. Harusnya, ada pertanyaan-pertanyaan sulit tentang pepatah-petitih Minang lama atau kosakata Minang lama yang semakin jarang digunakan dalam keseharian oleh orang-orang muda, terutama di wilayah-wilayah urban Ranah Minang (baca: Sumatera Barat). Contohnya: cido, hao, poak dst.

Saya mungkin bukan Orang Minang 100%. Semasa kecil dulu, di zaman Orba, di sekolah dasar belum ada mata pelajaran muatan lokal seperti Budaya Alam Minangkabau. Kemudian saya nyantri di sebuah pesantren di Ponorogo. Kota ini berada hampir di tengah-tengah antara Yogya-Solo/Surakarta (pusat kekuasaan Mataram Islam dulu) dan Jombang (pusat pengaruh NU) dan Blitar (tanah kelahiran dan makam Soekarno).

Saya menerima pengaruh Jawa meski kultur Jawa (uniknya) tidak dominan dalam pesantren ini. Saya juga menerima pengaruh Arab dari buku-buku bacaan; lagu-lagu yang diperdengarkan; dan secara formal diajarkan pepatah-petitih Arab di ruang kelas.

Tapi mungkin ada sisi Minang yang tidak bisa saya tinggalkan. Belakangan, saya mulai rewel soal makanan. Apalagi kalau bukan soal selera pedas. Beli makanan di warteg bukan lagi gagasan menarik. Bahkan Rumah Makan Sederhana yang sudah franchise itu ternyata tidak Minang 100% di lidah saya. Padahal dulu saya tidak bermasalah makan lauk yang sedikit manis atau sama sekali tidak pedas. Sekarang saya kapok juga makan Mie Ayam, Siomay dan sejenisnya karena tidak sepedas racikan orang Jawa yang sudah bertahun-tahun jualan mie ayam di Minang.

Selera pedas orang Minang cukup menarik. Tidak pedas "membabibuta" ala masakan istri sepupu saya yang Gorontalo. Juga tidak pedas tanpa dimasak ala Mbok Dapur di PLMPM Mantingan. Dalam masakan Minang, cabe rawit tidak dominan digunakan. Yang lebih dominan adalah cabe merah meski dalam beberapa masakan digunakan cabe hijau. Biasanya cabe merah itu diulek atau di-blender, ditambahkan sedikit tomat, ditumis dan digoreng hingga bau pedasnya berubah. Perubahan bau pedas ini hanya bisa dideteksi dengan hidung. Nah mungkin disini letak perbedaan selera pedas antara orang Minang dengan suku lain. Hidung orang Minang mungkin sudah mengalami "evolusi" berabad-abad yang membuatnya semakin jauh dari "konfigurasi" hidung Jawa misalnya. Selera pedas yang sudah mengakibatkan mutasi DNA :)

Kata sambal dan lauk berasal dari bahasa Melayu yang menjadi lingua franca nusantara pada era kolonial. Kosakata Melayu dan Minang tidak jauh berbeda. Sambal di dalam bahasa Minang berarti lauk pauk karena lada atau cabe adalah unsur yang hampir selalu ada dalam masakan Minang. Sementara kata "lauk" digunakan sesuai makna harfiahnya yaitu ikan. Sambal dalam bahasa Minang baru bermakna sambal sebagaimana dipakai dalam bahasa Indonesia jika ditambahkan kata lado atau lada. Ringkasnya, sambal = lauk; sambal lado = sambal.




Saya jadi ingat kali pertama makan di Dapur Umum pesantren. Sepiring nasi dengan tahu dan kuah manis. Hampir muntah! Tapi lama kelamaan gak masalah. Uniknya, di Dapur Umum yang saat itu berkapasitas 1500-an orang itu ada tradisi makan di waktu istirahat pertama. Sekitar jam 08.45. Mereka yang tidak sempat sarapan sebelum masuk kelas bisa makan di saat rehat ini. Tapi seringkali lauk habis karena dari 1500-an orang itu ada yang curang, mengambil lauk 2x atau bahkan makan 2x.

Sebagai "hiburan", para pengurus dapur menyediakan sambal yang benar-benar pedas. Kami menyebutnya SALATOH ROHAH atau sambal (jam) rehat. Berkilo-kilo cabe merah digiling oleh para pekerja dapur dengan mesin yang juga biasa digunakan untuk menggiling kacang. Ditambahkan hanya sedikit tomat, ditumis dan digoreng sekedarnya. Salatoh Rohah ini akhirnya menjadi salah satu makanan favorit. Minang dan bukan Minang pun jadi gak beda. Tidak ada yang berdebat soal enak dan pedasnya. Yang bukan anggota Dapur Umum ikutan makan. Bahkan makan keroyokan sepiring bertiga atau lebih jadi lumrah meski terlarang. Biasanya, pengawasan disiplin dapur di jam istirahat ini cukup longgar. Bisa berkali-kali nambah saking serunya ngeroyok sepiring nasi. Dengan atau tanpa lauk.

Nah, habis makan sambal sepedas itu, pedesnya sampai ke urat syaraf dan panas sampai ke ubun-bun. Terkadang musti kabur ke pancoran, kran atau masuk ke kamar mandi dan membenamkan kepala ke dalam bak. Pedes, Gila !

recent post