21.3.10

scan virus Windows dari Linux

klik untuk memperbesar


Saya pernah membiarkan Windows XP di laptop saya tanpa anti virus. Saya pikir saya bisa menjaganya dari virus dengan prinsip kehati-hatian. Toh, saya nge-net langsung dari laptop ini dan flash disk orang lain tidak akan pernah nyolok di laptop saya.

Sebulan, dua bulan, anggapan itu masih benar. Hingga saya melanggar aturan pertama: jangan ke warnet & jangan pulang dengan flash disk yang pernah dicolokin ke komputer warnet. Bagi yang punya warnet, virus itu urusan pelanggan. Urusan mereka adalah bagaimana caranya komputer tetap jalan dengan stabil & cepat tanpa perlu menginstall antivirus yang memakan resources komputer. Solusi orang warnet sudah pasti DeepFreeze yang cara kerjanya mirip tombol reset di handphone.

Bagaimana lagi? Waktu itu saya butuh akses internet dengan kecepatan tinggi. Dan solusinya, warnet di jam-jam tidak sibuk (non-peak time). Beberapa hari kemudian komputer saya mulai menunjukkan perilaku aneh. Beberapa program mulai tidak responsive. CorelDraw contohnya. Untuk menjalankannya saya harus melakukan prosedur Uninstall & Install berulang kali. Program WinDVD ikutan ngadat.

Install ulang ? Nah itu masalahnya. Pertama, CD ROM saya sudah lama rusak karena hobi saya membakar CD & mengirim/memberikannya ke teman-teman atau sekedar membackup program/data di laptop saya :) . Kedua, saya tidak punya CD WinXP. Beberapa tahun belakangan, saya lupa bahwa CD WinXP adalah aset penting selain CD Rescue. Saya lebih sering mengandalkan Norton Ghost versi DOS untuk urusan back-up & restore. Programnya cuman 1,2 MB tapi fungsinya luar biasa. Andalan terakhir orang-orang warnet ! Celakanya, image ghost pernah saya pindahkan ke DVD. Maniak tweaking amat mudah menjadi maniak free-space :). I let my laptop "breathing" deeply by giving it laaarge free space.


Satu-satunya solusi adalah mencoba segala opsi yang berhubungan dengan booting via USB Drive. Flash Disk yang membawa masalah harus bisa jadi solusi. Kata kuncinya program Unetbootin dan PartedMagic OS. Saya ingat pernah mem-backup Windows dengan PM tapi lupa menaruhnya. Yang pasti backup itu saya simpan di partisi linux.

Dan akhirnya, semua masalah selesai dengan mudah. PartedMagic OS, salah satu distro linux yang menyediakan GParted & Clonezilla, benar-benar luar biasa. Lebih keren dari CD Rescue yang isinya penuh dengan program bajakan. Image back up yang pernah saya buat dengan clonezilla ditemukan.

Langkah pertama yang saya lakukan setelah memastikan adanya image Clone adalah menginstall Avast. Awalnya saya tertarik menggunakan ClamAV. Sayangnya, antivirus ini harus dijalankan lewat terminal. Akhirnya saya pake Avast. Setelah semua partisi di-scan, lalu saya gunakan PartedMagic OS untuk me-restore image XP yang pernah saya clone. Itu saja.

Demikianlah. Ini bukan masalah yang perlu saya dramatisir dan dibesar-besarkan. Bagi sebahagian maniak komputer, urusan back up dan restore cuman menunggu komputer menjalankan tugas sambil membuat kopi :)

Catatan kecik :
PartedMagic OS versi terbaru (4,8) tidak menyediakan Clonezilla dan digantikan dengan G4L. Kepanjangan tidak resminya: Ghost for Linux. Semacam program tandingan untuk Norton Ghost. Mungkin karena para programmer Clonezilla memilih untuk memisahkan diri dari proyek PartedMagic & menjadi tidak hanya sekedar sebuah program tapi juga OS.

20.3.10

Ubuntu dan mimpi-mimpi pengguna Linux


Ketika Google mengumumkan akan merilis Google Chrome OS, sebuah sistem operasi terbuka berbasis Linux, semua mata para pengguna, penggiat bahkan penggembira dunia open source tertuju padanya. Banyak analis menulis bahwa "it's last chance for Linux to make hits."

Bayangkan ! Bahkan Ubuntu, distro Linux yang paling banyak digunakan saat ini tidak mendapatkan apresiasi sedemikian rupa. Brand Google agaknya menjadi jaminan mutu. Google dianggap sarangnya programmer/hacker paripurna. Orang-orang FLOSS / FOSS / Linux seringkali menganggap Google, rekan sejawat yang paling bisa diandalkan untuk berhadapan face-to-face dengan Microsoft. Meski sebenarnya bila ditilik lebih jauh, jasa SUN tidak kalah besarnya kepada dunia Linux.

Dan seperti menunggu Godot, beberapa waktu lalu, ketika semua orang mengintip versi Beta dari Google Chrome OS, harapan itu mulai memudar. Google Chrome OS ternyata sebuah sistem operasi untuk tujuan Cloud Computing. Tidak ada satu pun aplikasi yang benar-benar di-install kecuali browser Chrome. Dan mungkin, tidak satu pun aplikasi boleh di-install karena semuanya berbasis Cloud--Google Apps.

Artinya untuk menggunakan sebuah laptop atau netbook bersistem operasi Google Chrome OS, ia harus terkoneksi ke internet dengan kecepatan tinggi. Model koneksi yang biasa ada di negara-negara maju, tidak di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Jangankan internet berkecepatan tinggi, koneksi internet stabil masih merupakan barang langka. Saya bahkan tidak pernah menggunakan Google Docs.

Dan banyak orang menjadi lelah berharap. Sebelumnya, Canonical menggadang-gadang bahwa Ubuntu 9.10 Karmic Koala yang dirilis beberapa hari setelah rilis Windows 7 akan menjadi pesaing setara. Tapi kenyataannya, sebagian pengguna dihadapkan pada masalah power management. Ubuntu gagal melakukan hibernate bahkan stand by. Konfigurasi audio menjadi tidak menyenangkan. Memang ada peningkatan stabilitas sistem, tapi semuanya pupus dengan masalah-masalah lain.

Saya bermimpi bahwa para pengguna Linux tidak hanya menyanjung-nyanjung Linux karena cinta, tapi fakta. Bahwa suatu saat Linux lebih populer dan mudah digunakan dibanding Windows. Bahwa laptop-laptop teman-teman saya yang gatek sekalipun menggunakan Linux dan mereka gembira dengannya

Saya ikhlas bila Canonical menghapus Gimp dari bundle Ubuntu 10.04. Tapi bisakah mereka memberikan pengganti yang setara dengan program ACDSee? Saya heran, kenapa virtualbox versi Windows lebih mudah digunakan dibanding versi Linux-nya. Saya berharap ekstensi Weblog milik Open Office benar-benar bekerja dengan baik. Saya merasa bersalah menggunakan Windows Live Writer atau ngeblog via Office 2007. Saya bermimpi menggunakan Nautilus semudah mengunakan Windows Explorer. Saya berharap Emphaty bisa digunakan sebaik YM atau GTalk. Saya berharap Evolution lebih mudah ketimbang Thunderbird 2. Meski Thunderbird 3 adalah bencana yang sempurna. Sama herannya kenapa Virtualbox 3.2 lebih sulit digunakan ketimbang Virtualbox 2.2

Catatan kecik :
Hari-hari belakangan bersama Ubuntu sedikit mengesalkan. Ubuntu 10.04 versi Alpha3 & Alternate gagal saya terinstall dengan benar setelah berhari-hari men-downloadnya. Moga saya tak bermasalah dengan versi Beta 1. Begitupun virtualbox. Ada harapan bahwa Virtualbox versi Lucid mudah digunakan sebagaimana versi Windows. No hacking needed.

Saya sedikit kesal dengan beberapa pengguna Slackware yang memuji-muji Slack karena lebih sulit digunakan. Secara tidak langsung mereka mengatakan dirinya hebat. Hey, dunia saat ini menunggu distro Linux yang mudah digunakan, bukan yang sulit. Masa-masa romantisme hacking telah usai, kawan !

Ubuntu 10.04 agaknya pantas dinanti-nanti. Saya berani berharap lagi

15.3.10

dan Dia Yang Maha Tertawa

Saya punya seorang keponakan. Persisnya, anak dari salah seorang sepupu. Tidak ada yang istimewa dari gadis kecil itu. Kecuali bahwa ia senang tertawa. Entah tentang sesuatu yang lucu, cukup lucu, sedikit lucu atau sama sekali tidak lucu bagi saya. Dia tertawa.

Bagi anda mungkin itu persoalan sepele. Bagi saya, betapa pemurahnya Tuhan menghadiahinya sensor ketawa yang amat sensitif. Kalau pun dia tertawa untuk suatu hal yang tidak lucu, saya merasa tidak berhak untuk menertawai "kebodohannya." Saya malah iri.

Sebahagia itukah hidup gadis kecil itu? Saya berharap dia tetap demikian meski lambat laun semakin dewasa, ia mulai memahami kesulitan hidup keluarganya. Saya harap Tuhan tidak bercanda tentang sensor itu. Soalnya, Dia kan pernah bilang bahwa Ia tidak menciptakan segala sesuatu tanpa tujuan.

Dia tidak suka bercanda, tapi suka ketawa..

13.3.10

Parental Control

RPP Konten Media emang konyol. Menkominfo sebelumnya sama konyolnya: ingin membuat software untuk memfilter internet dg budget milyaran uang rakyat dan nyatanya cuman wacana. Lebih konyol lg ada razia satpol PP ke warnet-warnet. Sama konyolnya dg razia Windows Bajakan. Bagian hilir di-empang hulunya dibiarkan saja.

Padahal ada langkah termudah: mewajibkan semua ISP terutama Telkomspeedy untuk menggunakan DNS Filter. Kalau pun harus pk software, tidak usah mengeluarkan milyaran rupiah. Di internet, ada banyak software Parental Control yg open source dan pasti gratis. Tp mungkin ISPs belagak masa bodo. Sebagian pelanggan mereka adl penikmat konten asusila. Artinya, bila di-filter, pelanggan akan lari ke provider lain. Masa bodo dg Corporate Social Responsibility.

Akhirnya, end user bijak yg harus mem-proteksi rumah mereka dari konten asusila. (Lagi2 hilir yg dibikin repot). Berikut ini link tutorial cara meng-install Parental Control


1. WEBCONTROL FOR UBUNTU


HOWTO: Parental control. Now with GUI too! (updated version)

Description:
WebContentControl is a parental control GUI (more specifically a GUI for DansGuardian+TinyProxy+FireHol).

Official website: https://launchpad.net/webcontentcontrol

Feedback is very welcome. And help too!

Please report bugs at https://bugs.launchpad.net/webcontentcontrol

Pre-Installation:
Please make sure you have the "universe" repository enabled.

Go to System->Administration->Software sources and check the "universe" repository.
More info: https://help.ubuntu.com/community/Repositories/Ubuntu

Installation:
There are three ways to install WebContentControl:
1)Through the PPA repositories
2)From the Debian package
3)From source

1)Through the PPA repositories
Code:
deb http://ppa.launchpad.net/zohn-joidberg/ubuntu jaunty main deb-src http://ppa.launchpad.net/zohn-joidberg/ubuntu jaunty main
Ctt: Bila ubuntu anda versi lain, tinggal rubah jaunty menjadi karmic atau lucid


Lalu install :

sudo apt-get update && sudo apt-get install webcontentcontrol


Parental Control for Windows:



Setelah meng-install, lakukan pengaturan dengan mengakses K9 lewat browser dg alamat http://127.0.0.1:2372/

7.3.10

Darul Huffadz, awal 1999


Saya menemukan foto ini di internet. Saya malu bahwa saya pernah berada di sana meski cuman 3 bulan. Saya tidak pantas untuk pernah berada disana. Suatu saat saya harus menempuh puluhan ribu kilo untuk MEMINTA MAAF..
In syaa-a Rabbii..

recent post