11.2.11

kompetisi, kreatifitas dan beta yang (tak) terbilang..

Saya selalu mengingat para pengembang Opera sebagai orang-orang yang punya ide kreatif dan pionir yang memperkenalkan banyak fitur-fitur berselancar. Tapi pertanyaannya, kenapa mereka tidak pernah memimpin pasar browser ?

Pertama, seingat saya, Opera-lah yang pertama kali memperkenalkan teknik tabbed browsing, yakni pola tab berdampingan dalam satu jendela. Dengan demikian berselancar di internet jadi lebih efisien karena untuk mengakses website berikutnya, pengguna tidak harus mengklik ikon browser berulangkali. Tidak hanya menghemat waktu berselancar, tapi juga menghemat sumber daya (resources) komputer. Tapi pengembang Opera terlambat menyadari bahwa pola bisnis berubah ketika Mozilla merilis browser Firefox secara bebas, terbuka dan gratis.

Mozilla memperoleh pendapatan dengan cara bekerjasama dengan Google dengan menjadikannya sebagai mesin pencari bawaan dan utama. Sementara itu Opera Inc, merilis browsernya secara shareware dan atau adware. Baru belakangan mereka mengikuti cara kreatif Mozilla, minus kode terbuka. Opera juga terlambat menyadari bahwa popularitas Firefox amat terbantu dengan banyaknya add-ons yang menambah pengalaman berselancar pengguna.

Sampai disini kita bisa melihat bahwa di pasar manapun, kompetisi tidak hanya berarti siapa yang paling bisa menghadirkan ide kreatif, tapi juga berarti siapa yang bisa mengubah aturan main.

Kedua, Opera juga sejak awal mempelopori antar muka yang sederhana, teknik speed first loading. Google Chrome kemudian muncul dengan tidak hanya antar muka yang lebih sederhana dan speed first loading, tapi juga integrasi penuh dengan mesin pencari Google. Berikutnya, GC tidak hanya diperkaya dengan add-ons, themes/background images, tapi juga teknik instalasi add-ons/ekstensi yang tidak memerlukan restart ulang.

Ketiga, lagi-lagi Opera memimpin dengan memperkenalkan tab majemuk (compound tabs) untuk mengorganisir situs-situs yang sedang dikunjungi oleh pengguna. Namun ide itu tidak cukup untuk membuat Opera dilirik. Saya kira masalahnya adalah Opera gagal mendefinisikan pengalaman apa yang ingin didapat oleh pengguna dalam berselancar dengan menggunakan add-ons. Sebahagian besar ekstensi Opera malah membuat pengguna tidak fokus dalam berselancar. Pun, banyak ekstensi yang ditujukan untuk cloud computing dan atau kerja koloboratif--dua hal yang belum terlihat urgensinya untuk diintegrasikan dalam browser. GC dan Firefox saat ini masih fokus sebagai standalone browser. Di lain sisi, ide tab majemuk agaknya akan memerlukan waktu lebih lama untuk diadopsi oleh para pengguna sehingga belum terlihat urgensinya hingga saat ini.

Mungkin itu sebabnya Firefox memperpanjang jadwal rilis Firefox 4 hingga menunda peluncuran versi Release Candidate hingga hampir 4 bulan. Hingga saat ini Firefox 4 sudah mencapai 12 beta. Bila saat rilisnya tiba, saya berharap Firefox bisa menyamai kecepatan, kemudahan dan stabilitas Google Chrome. Plus, satu hal yang selalu menjengkelkan setiap kali munculnya versi terbaru Firefox adalah masalah kompatibilitas dengan add-ons yang ada.

Secara pribadi, saya berharap scrapbook bisa diadaptasi secepatnya oleh Firefox 4. Alternatif semacam Read-it-Later, Instafetch bahkan gReader Pro (RSS Reader) yang bisa saya akses lewat ponsel tidak mampu menggeser scrapbook di hati saya..


recent post