28.9.08

happy reuni, friends


28 Des 2000


maap yaa.. gak bisa pulaaaanngg..




reuni ing2000 >>
29 September 2008, rumah IAD,
Padang - Gng Pangilun

Kampung Ciputat

1997
Untuk pertama kalinya aku (bersama teman-teman klub studi FP2WS) berkunjung ke Ciputat. Kunjungan ini dalam rangka Ekspedisi Ilmiah untuk mengisi liburan semester-an. Tradisi yang juga dilakukan ITQAN dan Darussalam Pos. Dalam daftar, kami menjelajahi Bandung & Jakarta: SMU Muthahhari, Ponpes Daaruttauhid, Yayasan Paramadina, ICMI, dan klub studi Forum Mahasiswa Ciputat (FORMACI). Sebenarnya masih ada beberapa tempat yang tercoret dalam daftar karena tidak dapat konfirmasi: Mizan Pustaka dan beberapa lembaga lainnya yang aku lupa.

Formaci saat itu bertempat di sebuah rumah kontrakan sederhana di dalam sebuah gang, beberapa ratus meter di timur Masjid Kampus IAIN Jakarta (UIN). Bagiku itu pertemuan yang menarik. Mereka menerima kami dengan baik. Lalu mengajak berdiskusi dalam beberapa topik. Untuk pertama kalinya kami bersentuhan langsung dengan dunia pemikiran mahasiswa, meski pada dasarnya mentor-mentor kami adalah aktivis mahasiswa. Hampir tak ada rasa inferior. Bagiku, apa yang mereka baca tak jauh dengan kami, setidaknya sejauh mengenai jurnal Ulumul Qur’an, Islamika, Kalam, Basis, jurnal LP3ES dan publikasi terbatas lainnya.


2000
Seusai mengikuti UMPTN, aku berangkat ke Jakarta untuk mengikuti ujian masuk IAIN Syarif Hidyatullah. Saat itu gedung-gedungnya belum megah. Fakultas-fakultas umum belum banyak yang buka. Seingatku hanya jurusan manajemen, teknik informatika, MIPA dan psikologi. Satu-satunya jurusan yang prestise bagiku saat itu hanya Kelas khusus Studi Islam (multidisiplin) hasil kerjasama dengan Universitas Al-Azhar Cairo. Kelas ini hanya berkapasitas 40 orang setiap angkatan dengan pengantar Bahasa Arab dan peserta mendapat beasiswa. Tidak untuk sombong ku katakan bahwa aku melalui ujiannya dengan santai, hampir tanpa persiapan. Mungkin karena standar ujian di Gontor lebih tinggi. (Hanya seminggu aku di Ciputat, numpang di rumah kontrakan senior-senior Gontor. Ngobrol, hilir-mudik dengan sesama teman-teman Gontor, jalan-jalan keluar masuk gang, nonton anak-anak teater jalanan lagi latihan malam-malam di areal kampus IAIN)

Kelas khusus ini diperebutkan oleh alumni ratusan pesantren dan Madrasah Aliyah Program Khusus. Kalau tidak salah, kira-kira 19 dari 40 kursi itu berhasil diraih anak-anak Gontor. Aku salah satunya. Ketika aku lulus UMPTN di Akuntansi Unand, kutinggalkan kesempatan itu. Keputusan yang saat ini sedikit ku sesali, karena bertahun-tahun, formasi intelektualku tersendat di kota Padang. Hibernate.

Tapi di sisi lain, keputusan ini mungkin sedikit merubah posisiku dalam continuum keislaman. Andai saja aku kuliah di IAIN Jakarta, mungkin saat ini, sebagaimana teman-teman Formaci, aku menjadi bagian dari Jaringan Islam Liberal. Selama di Padang, aku cukup dekat dengan teman-teman Lembaga Dakwah Kampus meskipun untuk menjadi bagian di dalamnya aku merasa tak pantas. Bukan karena aku lebih baik dari mereka atau mereka lebih baik dariku. Tapi karena aku tidak ingin mereka bingung melihat tingkah polah keseharianku yang mungkin dalam pandangan mereka tidak Islamy. I’m complex. It’s not easy to understand my reasons.

Perkenalanku dengan teman-teman LDK memberiku cara pandang yang lebih adil, lebih empati. Tidak seperti orang-orang Islam Liberal yang menganggap mereka sebagai muslim yang gagal menangkap spirit Islam, aku menilai mereka bukan dari pandangan-pandangan keislamannya, tapi dari apa yang telah mereka perbuat demi kepentingan umat. Pemikir Islam moderat, Ismail Raji al-Faruqi, sebagaimana Muhammad Iqbal percaya bahwa Islam adalah agama yang menekankan pada tindakan, bukan pemikiran.

Padahal keduanya adalah filsuf. Anda bisa saja menganggap pemikiran anda yang paling canggih, paling benar, paling pamungkas. Tapi bila pemikiran itu hanya lebih banyak menimbulkan mudharat, meresahkan umat, maka pada dasarnya pemikiran anda sama sekali tidak berfungsi. Lebih parah lagi, bila anda hanya berputar-putar di tataran pemikiran saja, terjebak di ruang-ruang seminar dan diskusi.

Mereka yang berada dalam continuum keislaman moderat hingga kanan berkontribusi besar dalam pembentukan perekonomian syariah (Bank Muamalat, Rumah Zakat, Tazkia Institute, Karim Business Consulting dll); pengembangan lembaga zakat (Dompet Dhuafa, Yayasan Al-Falah Surabaya, Rumah Zakat); sekolah-sekolah umum berbasis Islam yang bermutu (Qaryah Thayyibah, Smart Eksklesia Indonesia, Insan Cendikia dll); pesantren-pesantren alternatif (Daarut Tauhiid, al-Bayan yang fokus pada eksakta, dll); LSM-LSM (Mer-C, Dinar, Lembaga Konsumen Jakarta, Bulan Sabit Merah Indonesia) dan lain-lain


buku tetangga, legenda dunia penerjemah,
Faisal Shaleh a.k.a Mumtaz Arabia

Di lain sisi, kalangan Islam Liberal berhenti pada tataran pemikiran (JIL); memperjuangkan demokrasi liberal (Freedom Institute); menerbitkan buku-buku atas dukungan dana dari Ford Fondation dan lembaga Barat lainnya; memperjuangkan feminisme liberal dan kesetaraan gender (Puan Amal Hayati); universitas bebas (Paramadina); memperjuangkan Teologi Inklusif (Interfidei); yang kesemuanya hampir tak berakar pada umat Islam.

Mereka hanya memperjuangkan sebuah bentuk keislaman yang compatible dengan Barat Modern. Dalam bahasa yang paling kasar, keislaman yang compatible dengan demokrasi ala Barat dan ekonomi pasar neo-liberal. Meski mengaku memperjuangkan keragaman; inklusivisme; merayakan perbedaan; pada satu titik, mereka jatuh pada eksklusivisme yang menyatakan bahwa cara untuk membangun peradaban Islam adalah cara yang compatible dengan pola pikir Barat. Bahwa Barat satu-satunya kebenaran. Padahal dalam logika inklusif, kita harus bisa menerima dua dunia dengan dua logika berbeda, menganggapnya sebagai harmoni, bukan 2 hal yang bermusuhan.

Dengan analogi dunia komputer ingin aku contohkan bahwa Windows dan Unix atau closed-source software (atau propietary software) dan open-source software (atau free software) adalah 2 dunia dengan logikanya masing-masing. Windows lahir dengan menekankan pada user-friendly, kemudahan pemakaian. Sementara Unix dan Unix Clone (Linux, BSD, Solaris, SPARC) lahir dengan menekankan pada keamanan.

2008
Akhirnya aku kembali ke sini. Ke Ciputat. Aku mengenalinya seperti aku mengenali Kelurahan Jati, kampung halamanku di Padang. Aku mengenali labirin gank-gank hingga jalan-jalan utamanya. Aku tahu rumah-rumah mana atau gedung-gedung mana saja yang baru berdiri.

Aku seperti kembali ke rumah..


kucing pemilik kontrakan:
selalu datang bila ku pulang



Catatan kecik :
  • Formaci mungkin klub studi yang paling banyak melahirkan aktivis JIL. Ihsan-Ali Fauzi, Saiful Muzani, Hamid Basyaib, Ali Munhanif, Buddy-Munawwar Rachman, dkk. Di tahun 1996, mereka pernah menerbitkan buku “Mencari Islam”, sebuah kumpulan otobiografi perjalanan intelektual kaum muda muslim Indonesia. Kecuali Miranda Risang Ayu, Nurul Agustina, Syamsurizal Pangabean dan Yudi Latief, penulis-penulis otobiografi dalam buku itu adalah pendiri atau anggota Formaci. Dan rata-rata mereka jenuh dengan organisasi kemahasiswaan semacam HMI yang nyaris terjebak dalam aktivisme minus intelektualisme. Nama-nama diatas bisa anda cari via Google.
  • Saat ini JIL mendapatkan lawan yang cukup sepadan kapasitas intelektualnya: INSIST. Sayangnya minim publikasi atau kurang concern terhadap publikasi. INSIST ditukangi banyak alumni Gontor. Sementara di JIL sendiri ada 1 -2 alumni Gontor. Hmmm.. we agree to disagree, friends..
  • Rentang usia penulis otobiografi dalam Mencari Islam, berusia 26 - 35 tahun saat menulis otobiografi. Contohnya, Miranda Risang Ayu kelahiran 1968. Aku sangat takjub dengan kapasitas intelektual yang mereka tunjukkan lewat buku itu. Dalam usiaku yang 15 tahun saat itu, aku membayangkan (dan berharap) dapat mencapai kapasitas intelektual semacam itu dalam usia mereka (26-an). Ah, jauh panggang dari api.
  • Buku Mencari Islam-ku itu dipinjam oleh seseorang yang mencintaiku setulus hati. Yang cintanya tak kusadari karena tak terucapkan hingga saat ia dilamar oleh seorang pria. Mencari Islam dan beberapa buku lainnya terjaga dan tersimpan rapi di rumahnya. Bila ku perlu, akan ku pinjam :)
  • Para pemikir cenderung tidak mampu menangkap isyarat-isyarat cinta harfiah, cinta seorang gadis. Mungkin mereka terlalu substantif, terlalu berkutat pada bentuk cinta transenden dan cinta universal. Soe Hok Gie, Ahmad Wahib, bahkan mungkin Plato ( dan Himawan :p )mengalaminya.
  • Nong Darul Mahmada adalah salah satu anggota Formaci yang menerima kami saat kunjungan di tahun 1997. Saat itu ia masih berjilbab, entah karena menyakini jilbab sebagai pakaian muslimah atau hanya sekedar kewajiban sebagai mahasiswa IAIN. Anak kyai sebuah pesantren di Jabar ini sekarang adalah aktivis JIL dan feminis muslim liberal. Aku tak mengerti kenapa banyak feminis muslim liberal menggangap jilbab sebagai sesuatu yang deliberate. Miranda Risang Ayu secara tegas menyatakan bahwa jilbab adalah sesuatu yang malah membebaskan. Ia yang mantan penari kelas Istana Negara, kemudian menciptakan tarian-tarian yang menampilkan estetika kain, menggantikan estetika tubuh. Alternatif terhadap mainstream tari yang berkiblat ke Barat.
  • Nong Darul Mahmada bagiku hanya seperti Irshad Manji. Kapasitas intelektual-nya diragukan meski mendapat beasiswa studi ke Amerika (atas dukungan donator JIL tentunya). Mungkin ia hanya sekedar aktivis, bukan intelektual.
  • Aku cukup dekat dengan anak-anak Forum Studi Islam (FSI) FE Unand. Bahkan di tahun pertama kuliah, mereka mengundangku menghadiri Musyawarah Kerja. Uniknya, mereka mendaulatku untuk memimpin Rapat Pleno (Ketua III). Lucu juga. Sempat kagok. Soalnya di Gontor, dalam acara semacam itu (Muker Ramadhan), aku hanya tampil sebagai “pengganggu.” Yang memimpin rapat-rapat, biasanya pemimpin politik, bukan pemimpin intelektual. Hattchiinnn…

26.9.08

it's OCEAN size LOVE, daddy

Waktu kecil, keluarga kami berlangganan majalah ANANDA. Kami, empat bersaudara selalu berebut mengambil langsung ke agennya di Pasar Padang Panjang. Kalo gak salah, di depan toko BUDI (Mulia). Toko itu masih ada sampai sekarang. Hanya agen majalahnya mungkin sudah berganti.

Ada satu kisah yang masih saya ingat hingga saat ini :

Syahdan, di suatu kerajaan, hiduplah seorang Raja beserta 2 putri kesayangannya. Sebut saja: si Sulung dan si Bungsu. Pada suatu hari, beliau bertanya kepada kedua putrinya.

"Putri-putriku, coba gambarkan cinta kalian pada Ayah."
Si Sulung menjawab, "semanis madu, Ayah."
Sang Raja gembira mendengar ucapannya.

"Dan kau, Bungsu ?"
"Seasin garam, Ayah," ucap Si Bungsu dengan takzim.
"Seasin garaaammm ??!!"

Spontan Sang Raja berang pada Si Bungsu. Di suruhnya para pengawal menyeret si Bungsu dan mengasingkannya ke hutan.

Pada suatu ketika, Sang Raja sedang menikmati santap malam. Ia merasakan ada sesuatu yang kurang dari hidangan ini. Tapi ia belum menemukan masalahnya. Sang Raja berpikir keras. Ternyata, hidangan makan malam ini KURANG GARAM.

Sang Raja langsung menangis. Begini rupanya cinta Si Bungsu kepadanya. Seperti garam pada hidangannya. Ketika hadir, ia tak dirasakan. Ketika hilang, ia dirindukan.

#  #   #

Saat ini, ketika ku ingat lagi cerita itu. Aku merasa ketika diseret para pengawal, Si Bungsu seharusnya berteriak pada sang Ayah:

It's Ocean-size Love, Daddy !



Ocean Size Love - Leigh Nash. Click here for lyric and here for audio streaming



25.9.08

febri diansyah

Kami pernah sama-sama di Penerbitan Mahasiswa Unand GENTA ANDALAS. Tapi saya tak begitu mengenalnya. Saya anak akuntansi, dia manajemen. Itu saja. Bagi saya, di Genta ia hanya sekelebat bayangan saja. Lain jurusan, membuat saya jarang bertemu dengannya. Saya juga tak pernah membaca tulisannya di tabloid GENTA yang jelek itu. Sama sekali tidak ada kesan bahwa ia bisa jadi teman menarik. Genta juga tak punya pertemuan rutin yang memungkinkan saya mengenalinya.

Satu-satunya anak manajemen yang menarik bagi saya hanya Yudi Helfi, anak anggota DPRD Payakumbuh dari PPP, yang aktif di PW Pelajar Islam Indonesia cabang Sumbar di Purus V. Manusia yang satu ini suka godain saya: “sudahlah Son, terima saja kapitalisme itu…”

Gak tau nya beberapa tahun belakangan ini, setelah mencari-cari friendster-nya, saya baru tau dia sibuk di PB PII di Jalan Menteng, sekaligus kuliah di S2 Manajemen UI. Dan saya juga baru tau kalau dia nge-fans berat sama Ali bin Abi Thalib, Hasan & Husein. Busyet.. jangan-jangan kerasukan Jalaluddin Rakhmat nih.

Si Febri. Tiba-tiba muncul di TV sebagai juru bicara Indonesia Corruption Watch. Dari artikulasinya, saya yakin dia itu anak HMI. Mungkin bisa masuk ICW, karena HMI Connection atau pergaulannya sesama aktivis mahasiswa ekstra kampus. Tapi tetap aja aneh, anak Manajemen kok ngurusin hukum. Aih, ternyata ia ngambil S2 Hukum di Yogya. Aneh !

Dulu saya sempat keluar dari Genta Andalas karena males ngeliat kelakuan senior yang gak mutu. Saat itu baru Febri sering hadir di Genta. Dua tahun kemudian, ketika para senior itu sudah gak ada lagi, Amanda mengajak saya kembali ke Genta. (Dan Febri entah dimana). Saya sebenarnya ingin membenahi Genta, membangunnya dari puing-puing. Tapi kuliah akuntansi saya sedang morat-marit. Nilai akuntansi jalur manajemen saya (Akt Biaya, Akt Mng, SPM) semuanya bagus, tapi akuntansi jalur keuangan kacau. (Dan akhirnya saya tinggalkan akuntansi dengan IPK 3,01. Bagi saya tidak ada gunanya di akuntansi kalau nilai akt keu itu kacau. Kalo saya pikir lagi, saya ini memang manusia yang suka pasang standar tinggi, bahkan untuk diri sendiri. Meninggalkan akuntansi, antara menyesal dan tidak)

Ya, saya terima ajakan Amanda. Tapi lagi-lagi saya kecewa. Genta menikung ke arah radio. Isinya cuman lagu-lagu pop. Minus jurnalisme, apalagi intelektualisme. Anggota-anggota junior hampir semuanya tertarik dengan Genta, karena pengin merasakan glamour-nya dunia penyiar ketimbang jadi penulis atau jurnalis. (Tampang-tampang mereka se-imut anak-anak AIESEC. Saya pernah jadi anggota AIESEC selama seminggu. Setelah seleksi ketat yang berhasil saya lewati dan orientasi ORI 1, saya memilih keluar. Masalahnya ? Saya tidak cukup imut untuk jadi anak AIESEC.)

Dan, lagi-lagi saya memilih keluar dari Genta.

Ah, Padang. Organisasi ekstra dan intra kampusnya sama gak mutu. Nyari mentor juga gak nemu. Akhirnya saya memutuskan mengembangkan formasi intelektual saya sendirian: hanya aku dan buku.

Coba kalau si Febri pernah nulis di tabloid Genta dan bikin saya terkesan. Bakal saya ajak dia meng-kudeta senior-senior Genta yang gak mutu itu. Mendirikan kembali Genta dari NOL: sistem kaderisasi, sistem penerbitan, teknik desain grafis majalah, sirkulasi, keuangan dan periklanan. Semua ilmu yang saya dapatkan di ITQAN akan saya terapkan di Genta. [ ]









23.9.08

reply to Himawan's

[ lihat komentar Himawan on when East meets West 2 )


Dear juga Himawan,
Terima kasih untuk koment-nya yang panjang (dan tidak rapi :p ) Nah, itu gunanya teman. Diktum lama kita: Sometime, we agree to disagree, rite ?

Mengatakan bahwa peradaban Barat paska redupnya Timur (secara keilmuan) adalah hasil dialektika mereka sendiri, bahwa mereka memulai dari "ruang hampa" juga tidak sepenuhnya benar. Filsafat Islam sendiri (dengan jujur) menyatakan mengadopsi banyak unsur-unsur filsafat Yunani. Ibn Rusyd (Averroes) dikenal di Barat sebagai Commentator of Aristotle. Al-Farabi dikenal sebagai The Second Teacher atau al-Mua'llim al-Tsani untuk merujuk pada Aristoteles sendiri sebagai The First Teacher. Dante menamakan salah satu tokohnya dengan Averroes dalam Divine Comedy-nya yang aneh itu. Ibn Rusyd juga hadir dalam cerpen Jorge Luis Borges, yang berjudul "Averroes's Search".

Wikipedia bahkan mencampur filsuf Barat dan Timur dalam satu halaman : Medieval Philosophers. Ada benang merah antara Filsafat Yunani, Islam dan kemudian Renaissance. Kita sendiri mengerti bahwa filsafat mendapat tempat terhormat di Barat sebagai pondasi peradaban. Ibn Rusyd mendapat pengaruh filsafat skolastik dan kemudian mempengaruhi Renaissance.

Hanya saja Barat mendapat pengalaman buruk dengan hubungannya dengan agama. Filsafat mereka kemudian menikung ke arah materialisme. Memang filsafat acap berbenturan dengan agama di peradaban mana pun. Tapi apa yang dialami Barat menjadi trauma.

Mengatakan bahwa Abbasiyah tidak lebih jaya dari Ottoman yang lebih luas juga kurang tepat. Ingat banyak ilmuwan dan ulama lahir di zaman itu. Termasuk filsuf paling awal yaitu al-Kindi. Saya lebih menyukai Abbasiyah ketimbang Ottoman / Utsmaniyah, sama seperti lebih menyukai Yunani ketimbang Romawi, meski Hollywood lebih sering menjual keperkasaan Romawi ketimbang kearifan Yunani. Mungkin peradaban kata-kata belum mencapai puncaknya di zaman Abbasiyah, tapi kita melihat banyak universitas yang muncul di zaman itu, pun pendidikan tidak sepenuhnya elitis, karena Khalifah bahkan menggratiskan.

Warraqah juga tidak bekerja untuk elite minority. Andai saja Gutenberg lahir saat itu, mereka mungkin lebih senang, karena punya banyak waktu untuk membaca ketimbang melakukan rutinitas menerjemah. (Aku juga sebel kalau dosen ngasih tugas terjemahan :)

Saya setuju dengan kamu, Himawan
Bahwa kejayaan Islam tidak terletak pada kejayaan politik. Mungkin karena kita terlalu dini membaca tentang isu-isu politik, ketika kita masih lugu dan culun, hingga kita membencinya. Seperti yang saya tulis, kejayaan Islam terletak pada PERADABAN BUKU. Ketika alur sejarah Islam bisa dirunut hingga ke elan vitalnya: Qur'an. Mukjizat kata-kata.

Gagasan Max Weber ttg kontribusi Ethic Protestant on (early) Capitalism memang menarik. Kita bisa menggunakannya sebagai frame untuk melihat kebangkitan Timur Jauh dan berusaha memahami kemunduran umat Islam sendiri. Tapi tesis Weber itu bukan tanpa kritik. Kenapa etos produksi & asketik Protestan tidak berbekas dalam Kapitalisme saat ini yang mengumbar (etos ?) konsumsi dan kemewahan ? Ini bisa jadi bahan penelitian yang menarik. Sama menariknya dengan ide untuk menemukan benang merah antara gagasan filsafat Ibn Rusyd dan Renaissance.

Satu lagi, Protestan sebenarnya agama yang kering. Kehilangan unsur-unsur spiritual yang vital. Umat Islam dulu jaya tanpa harus mengorbankan al-Qur'an. Sementara Kristen ?

Apa yang dilakukan Ottoman dengan menyerang Wina, jantung peradaban Eropa, di tahun 1683, mungkin kesalahan besar. Itu sama saja dengan membangunkan sebuah peradaban yang sudah lama tertidur. Sama halnya ketika orang-orang Jepang melihat Kapal Hitam Portugis di pantai Jepang. Sejak saat itu Jepang melakukan lompatan besar. Pun, pada dasarnya mereka mempunyai  etos yang mendukung kemajuan. Mereka hanya tertidur di negara pulau itu.

Sejak hadirnya Imam al-Ghazali, filsafat Islam memang mendapat pukulan telak. Untung orang-orang Iran menjaga tradisi filsafat. Rata-rata para mullah bahkan hingga generasi Thaba'tai dan Muthahhari mempunyai basis pengetahuan filsafat yang amat baik. [ ]

Sonny on Laskar Pelangi

Apa kemiripan tokoh si Ikal-nya Andrea Hirata dengan tokoh di Negeri Hujan, Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk dan Balada Si Roy-nya Gola Gong ?

tunggu aja..

cinta filsuf, cinta sufi

mmm...

apakah kombinasi 2 jenis cinta ini bener-bener ampuh ?

lagi nyari waktu luang buat nulis nih

21.9.08

when East meets West (2) [new footnote added]

The good word like good tree
Whose root is firmly fixed
And whose top is in the sky

( the Qur’an 14 : 24 )



Peradaban umat Islam mencapai puncak kejayaannya pada zaman khalifah Harun al-Rasyid yang memerintah Dinasti Abbasiyah dari Baghdad. Dipilihnya Baghdad sebagai ibukota mungkin karena alasan geopolitik. Dinasti Abbasiyah berusaha mengurangi pengaruh Damsyiq / Damascus (bekas ibukota Dinasti Ummayah yang digulingkan pendiri Dinasti Abbasiyyah) dan Hijaz (Makkah dan Madinah). Baghdad berada persis di tengah-tengah wilayah kekuasaan umat Islam yang melengkung bak bulan sabit mulai dari Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Barat Daya atau Anak Benua Asia, hingga mencapai tembok Cina. Pengaruh Islam bahkan menembus tembok pertahanan itu. Maka tidak heran Cina Barat (Hunan, Xinjiang dll) sudah menerima Islam bahkan sejak abad pertama hijriyyah. Satu hadits Nabi saja sudah cukup untuk menembus tembok yang tampak jelas dari stasiun luar angkasa itu. Utlubul 'ilma walau bisshiin. Tuntulah ilmu bahkan hingga ke negeri Cina.

Sebagai kota kosmopolitan, Baghdad saat itu digambarkan para sejarawan sama kayanya dengan San Fransisco saat ini. Saya sendiri tidak mengerti apa yang mereka maksud. Sama kaya dalam arti materi atau sama cantiknya dengan kota romantis itu ? Tapi setidaknya ada rujukan lain yang lebih mudah kita mengerti: roman 1001 Malam. Konon roman itu didedikasikan untuk memuji zaman keemasan khalifah Harun. Bagi saya itu cara spektakuler untuk memuja keindahan. Teknik menulis ala 1001 Malam hampir tak tertandingi hingga saat ini.

Sebagai mercusuar pengetahuan, Baghdad dipenuhi dengan para saintis dan ulama dari seluruh penjuru kawasan. Khalifah Harun al-Rasyid membuka istananya lebar-lebar untuk menghormati orang-orang yang mendedikasikan hidupnya pada pengetahuan. Madrasah atau Ja’miah al-Hikmah menjadi tujuan para penuntut ilmu baik dari kawasan-kawasan Islam bahkan Eropa. Sistem tata kota Baghdad mempunyai teknik planologi terbaik di zamannya. Bahkan lebih baik dari teknik planologi kota-kota Imperium Romawi. Rumah sakit, laboratorium, observatorium, perpustakaan, pemandian umum, dan tempat peristirahatan bagi para pelancong tertata dan terawat dengan amat baik. Pos-pos peristirahatan juga tersedia di jalur-jalur penting yang menjadi urat nadi antar kawasan. Para musafir dapat berjalan dengan aman di malam hari karena khalifah begitu adil dan berwibawa.

Gerakan penerjemahan manuskrip-manuskrip Yunani yang telah dimulai sejak abad 2 Hijriyyah telah mencapai titik kulminasi di era keemasan ini. Para warraqah atau penerjemah itu bukan sekedar menerjemahkan buku semata. Mereka menambahkan begitu banyak catatan kaki yang amat kaya di buku-buku terjemahan mereka. Mereka seperti ensiklopedi hidup karena begitu rajin membaca. Bahkan tidak jarang para ilmuwan meminta pendapat mereka sebagai rujukan. Tidak salah Ziauddin Sardar menamakan peradaban Islam sebagai peradaban buku. Lebih dari itu, mengutip Himawan sekaligus Annemarie Schimmel, Islam lahir dengan mukjizat literal, kata-kata. Al-Qur’anul Karim. Bacaan Mulia. Peradaban kata-kata.

Eropa pada saat itu masih berada pada zaman kegelapan. Klenik, mitologi Yunani, kepercayaan Eropa kuno semacam Gothic, dan paganisme Romawi berkelindan dengan ajaran Kristen. Kaum Gereja menggunakan otoritas keagamaannya untuk memberangus apapun yang dianggap bertentangan dengan Injil atas nama agama. Pun, di balik besarnya otoritas itu, tersembunyi banyak penyimpangan-penyimpangan, baik penyimpangan politik, keuangan hingga seksual.

Sebagai penguasa yang bergelar Amirul Mukminin, Pemimpin Kaum Beriman, Khalifah Harun al-Rasyid mengadakan kontak-kontak diplomasi dengan penguasa-penguasa lain, bahkan hingga Eropa. Khalifah pernah mengirimkan duta diplomasi ke raja Perancis, Charlemagne. Duta itu kemudian menyerahkan hadiah dari Khalifah berupa JAM AIR. Orang-orang Eropa terperangah menyaksikan keajaiban saintis itu. Mereka menganggapnya sebagai sihir. Superioritas Timur mengatasi inferioritas Barat

Sejak saat itu semakin banyak pelajar-pelajar dari Eropa datang ke mercusuar-mercusuar peradaban Islam seperti Baghdad dan Cordoba / Cordova di Andalusia untuk menuntut ilmu. Konon, mereka yang menuntut ilmu dari filsuf Ibnu Rusydi di Andalusia kemudian menjadi guru bagi para eksponen gerakan Revolusi Perancis.

Ketika Timur meredup setelah serangan Hulagu dan lahirnya Imam al-Ghazali, Barat pun mulai memasuki Zaman Pencerahan (Aufklarung). Zaman yang ditandai dengan Revolusi Perancis yang berdarah-darah. Barat membayar teramat mahal untuk pencerahan itu: sekularisme dan materialisme berkecambah. Injil tercabik-cabik. [ ]


Catatan kecik :
  • Peradaban Islam dijuluki peradaban buku atau peradaban kata-kata. Musik memang kurang mendapat tempat. Tapi bukan berarti tidak diterima. Piano adalah ciptaan masa keemasan itu. Gitar Arab adalah gitar dengan notasi rumit. Konon, seorang gitaris legendaris Amerika merasa perlu bermukim berbulan-bulan di tenda-tenda kaum badui Arab hanya untuk belajar gitar. Kaum Badui hampir imun dengan pengaruh-pengaruh luar. Mereka menjaga tradisi Islam dengan cukup baik, termasuk kefasihan berbahasa. Itu juga sebabnya kenapa ibu nabi Muhammad menyerahkan pengasuhan Muhammad kecil kepada Halimah as-Tsa’diyyah. Demi kefasihan bahasa, keluhuran akhlak dan udara yang bersih.
  • Seni lukis memang tidak sepenuhnya diadopsi peradaban Islam. Beberapa kalangan memandang melukis makhluk hidup sebagai haram. Karenanya teknik lukis kurang berkembang. Tapi sebagai kompensasinya teknik kaligrafi atau menulis indah dan lukisan-lukisan geometris-astronomis berkembang pesat. Semua peninggalan ini bisa kita temukan di mesjid-mesjid kuno di kota Baghdad, Cairo, Ishafan, Khurasan, Damaskus, Istanbul dan lain-lain. Sayangnya, rudal-rudal Sekutu saat Perang Teluk II telah menghancurkan banyak warisan dunia itu (world heritage) di Baghdad. Dasar Hulagu !
  • Warraqah secara harfiah berarti tukang daun atau tukang kertas. Anda bisa bayangkan zaman pra-mesin cetak, semua buku ditulis tangan. Mereka amat sibuk. Dan apa yang mereka tulis tertanam dalam-dalam di benak karena terus menulis berulang kali. Ah, andai saja Gutenberg lahir saat itu, mungkin ia takjub dengan persistensi mereka.
  • Peradaban Islam sama sekali tidak mengadopsi teater Yunani karena berkelindan dengan mitologi, bertentangan dengan Tauhid.
  • Istilah UNIVERSITY pada dasarnya adalah adopsi dari bahasa Arab, JAMI'AH. Pengumpul atau kumpulan.
  • Untuk memahami detil-detil masa keemasan Islam, bisa dibaca buku-buku Watt Montgomery. Orientalis ini berpendapat bahwa Barat banyak berhutang budi pada peradaban Islam.
  • Menurut Cak Nur, sejak lahirnya, agama Islam sudah menunjukkan watak kosmopolitannya. Bahkan Islam lahir dari kota kosmopolitan Makkah. Kosmopolitan memandang seluruh wilayah bumi ini sebagai satu kesatuan integral. Bahwa semua manusia, terlepas dari perbedaan ras, etnik dan agama adalah sama dan sejajar. Watak ini menggerakkan kaum muslimin untuk menjadi penjelajah ke seluruh dunia. Sebelum Marcopolo, Colombus dan penjelajah Eropa lainnya, sejarah sudah mencatat nama para penjelajah semacam Ibn Batutah. Bedanya, para penjelajah muslim menjelajah atas dorongan ilmu pengetahuan dan menyertai perjalanannya dengan buku harian yang amat informatif, sementara penjelajah Barat didorong oleh kolonialisme, kebutuhan bahan baku industri, kapitalisme dan missi (gospel, gold, glory)
  • Kompas ditemukan oleh kaum muslimin, bukan Cina, bukan Eropa. Ilmu navigasi laut umat Islam bahkan lebih maju dari Eropa. Kalau tidak, bagaimana mungkin, penjelajah muslim bisa menemukan benua Amerika sebelum Columbus. Sekali lagi, misi penjelajah muslim adalah pengetahuan, misi Colombus adalah penjajahan !
  • Islam di Jawa adalah suatu anomali dalam penyebaran Islam. Islam pada dasarnya cocok untuk watak kota dan pesisir. Sementara pusat-pusat kekuasaan di Jawa berada di pedalaman atau watak desa: Majapahit, Pajang dan Mataram. Nyaris terisolasi dari pengaruh-pengaruh luar Jawa. Dapat dipahami kenapa Islam di Jawa amat minim intelektualisme, bahkan berkelindan klenik. Watak kota digerakkan oleh unit-unit ekonomi yang rasional. Sementara watak desa digerakkan oleh nilai-nilai agraris yang tergantung pada kemurahan alam. Desa amat sensitif dengan masalah banjir, badai dan gagal panel. Maka, dalam kerangka berpikir ini, Islam amat cocok dengan rasionalitas.
  • Ketika Imam al-Ghazali di Mesir menerbitkan masterpiece-nya Ihya Ulumuddin yang menggetarkan itu, Raja Jayabaya di Jawa menerbitkan Ramalan Jayabaya-nya yang amat dipengaruhi oleh klenik. Anda bisa lihat begitu jauh perbedaan tingkat intelektualisme keduanya.
  • Gelar Amirul Mukminin sudah dipakai sejak Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq. Para penguasa dinasti-dinasti muslim menggunakannya atas alasan politis: bahwa mereka berhak mewarisi otoritas/wibawa Khulafaur Rasyidin itu (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali)
  • Tidak kurang dari Cak Nur sendiri “mencurigai” Imam al-Ghazali sebagai penyebab kemunduran peradaban Islam. Filsuf, ahli syariah, sufi ini dijuluki Hujjatul Islam. The Ultimate Spokeperson of Islam. Beliau memberikan jawaban-jawaban pamungkas untuk semua masalah agama di zamannya. Saking pamungkasnya, tidak ada lagi persoalan agama yang perlu diutak-atik. Semua sudah ada jawabannya. Syariah dan Tasawwuf sudah berhasil didamaikan. Pintu ijtihad sudah ditutup. Paska sang Hujjatul Islam, tak ada masterpiece yang terbit. Gerakan penulisan buku terbatas pada syarah yaitu menjelaskan isi buku yang sudah ada. Dan lebih parah lagi lahir pula syarah ‘ala syarah. Penjelasan terhadap penjelasan. Benar-benar tidak bermutu. Hingga datang Mujaddid abad 18 M dan Bapak Pan-Islamisme dari Afghanistan: Jamaluddin al-Afghany. Tapi pendapat Cak Nur ini dibantah oleh banyak pemikir.
  • Polemik Imam al-Ghazali vs Ibn Rusydi adalah peninggalan amat berharga bagi generasi kita. Dua raksasa pengetahuan yang canggih! Disini kita melihat bahwa sebuah argumentasi seharusnya dilawan dengan argumentasi juga, bukan dengan memberangus penerbitan atau membakar buku. Imam al-Ghozali mengkritik para filsuf dengan menerbitkan Tahafutul Falasifa (Dusta para filsuf) dari Mesir. Sementara Ibn Rusydi dari Andalusia (Spanyol kini) menerbitkan Tahafutut Tahafut (Dustanya buku Dusta).
  • Sebagaimana Imam al-Ghazali, Ibnu Rusydi selain dikenal sebagai filsuf juga ahli syariah. Salah satu masterpiece-nya di bidang fiqh adalah Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid. Buku ini diajarkan di kelas di Gontor. Bagi saya, buku ini seperti manual untuk berijtihad bagi orang-orang tolol seperti saya. Mereka yang baca buku ini bakal berani berijtihad. Jadi, sementara Imam al-Ghazali menyediakan semua jawaban pamungkas, Ibn Rusydi memberikan tutorial untuk memproduksi jawaban pamungkas. Keduanya emang sering bertolak belakang. Seru !
  • Aduuuuh, kok lupa ya nyebutin Abu Nawas atau Abu Nuwas, jokernya Khalifah Harun. Pria eksentrik yang lagaknya lucu, konyol, sinting, sableng tapi sebenarnya ia itu filsuf+sufi. Tokoh ini benar-benar legendaris. Di Turki ia disebut Nasruddin atau Hoja. Di Persia, ia dipanggil Mullah. Ia mirip tokoh Ki Sudrun-nya Emha Ainun Najib. Oh, iya. Emha yang mirip dia. Mmm.. tunggu dulu, Andrea Hirata sebenarnya mirip Abu Nawas. Baca wiki-nya aja deeeh.
  • JAM AIR? Saya pernah lihat. Tapi lupa di ensiklopedi, di Munjid atau di mana yaa ? Googling aja ndiiri..

20.9.08

happy b'day, GNU !

Congratulation, Richard
Congratulation, geeks
Congratulation, freaky techies
Congratulation, human kind
Congratulation, humanity
Congratulation, freedom !








There are four essential freedoms for the user of a program.

  • Freedom zero is the freedom to run the program as you wish, for any purpose.
  • Freedom one is the freedom to study the source code of the program and change it to do what you wish.
  • Freedom two is the freedom to help your neighbour. That's the freedom to make copies and distribute them to others, when you wish.
  • Freedom three is the freedom to help your community. That's the freedom to distribute or publish modified versions, when you wish.


18.9.08

Tips Blogging 1 (ScribeFire)

Berhubung banyak yang nanya ke saya tentang cara blogging. Akhirnya saya tulis juga tutorial ini.

OUTLINE:
Gunakan Firefox 3. Yang masih pake Firefox 2, wajib download versi terbaru. Ada banyak feature baru di versi 3. Terutama soal page rendering, AJAX friendly, dan bla bla bla (Terlalu teknis untuk dijelaskan :)

Add-ON yang dibutuhkan:
WAJIB : ScribeFire(Blog Editor), Fireflix (Uploader image dari komputer ke flickr.com)
BOLEH PAKAI : Uploadr2flickr (uploader image dari internet ke flickr.com)
ADVANCE: WebDeveloper (Buat nyolong script situs orang :)

( Idiiih, warna-warni... Norak! )


ScribeFire:
  1. Instalasi
  2. Memasukkan gambar dari komputer (via API) dan dari internet (masukkan URL gambar)
  3. Jika langkah 2 tidak berhasil gunakan fireflix
fireflix ? Besok lagi yaa, mo buka dulu niih..

Cau !





boss gw uring2an

Datang jam 7.15 ke kantor, eh si Boss langsung nyrocos:
"Saya barusan baca Kompas pagi ini.. "
"Iya Pak, rusuh! jawab gw. Bursa lagi kacau!" tambah gw bersemangat.
(Hehehe.. untung tadi pagi nglirik gambar headline Kompas di jalan)

"Saya baca Iqbal (anggota KPPU) dan Billy Sindoro (Mantan Presdir First Media) ditangkap. Padahal saya baru ketemu Billy kemarin. Saya yakin ini pasti bukan kesalahan Billy saja. Gak mungkin dia mengeluarkan duit 1/2 M tanpa persetujuan pemegang saham. Anda tahu siapa? James Riyadi!"
(Wah, Boss gw jadi tambah panasss)

"James Riyadi itu gimana, sih. Sembahyang dan berdoa 5x sehari tapi tetap aja kerjaannya begitu. Dia itu kan penceramah agama, sering diundang kesana kemari."
"Iya, Pak. Saya pernah denger aktivitas keagamaannya."

"Dia dulu pernah jadi klien teman saya. Hampir aja masuk penjara karena menandatangani audit yang berbeda dengan laporan publik. Juga kasus Astro. Astro Indonesia itu sahamnya kan Keluarga Riyadi. Dia juga kena banned di Amerika. Orang gak bener dia itu"
"Iya, Pak. Kasus (Bill) Clinton."

Hehehe.. Boss gw yang satu ini emang seru. Sensitif banget sama isu-isu di dunia keuangan dan keagamaan. Dia seorang Kristen relijius. Terang aja kalap denger kelakuan James Riyadi yang gak tobat2 juga.

Kemarin dia juga uring-uringan. Pasalnya? Lehman & Brothers kolaps! Pasar bener-bener sedang rusuh. Masih ada beberapa raksasa keuangan yang dalam daftar tunggu bakal terjungkal lagi. Ya, pilihannya antara merger/akuisisi atau bangkrut!

Boss gw emang lusu. Lucu dan seru !




16.9.08

casual weekend


Sabtu kemarin gw & kakak buka puasa di Depok. Rumahnya sepupu gw, Fainis, guru besar bidang gulai menggulai dan menyetir mobil. (Aneh!) Kalo naik tol sama dia, mobil bisa melesat sampe 120 km/jam. Pernah juga dia bawa Innova temannya dilibas sampe 150 km/jam. Ngeri !


Minggu. Setelah subuh, gw langsung jalan-jalan ke Juanda yang cuman 100-an meter dari rumah. Jalan baru ini setiap hari minggu berubah jadi pasar kaget. Mulai dari jualan bahan dapur, barang konsumsi, pakaian, kacamata, karpet, kredit motor hingga buku dan majalah. Sebenarnya gw tertarik juga jualan disini, tapi belum punya ide jualan apa yaa..

Niat gw minggu ini ingin memotret tingkah polah pedagang-pembeli yang berjejal hampir 3 kilometer di kedua tepi jalan. Tapi tiba-tiba gw terpikat menangkap matahari yang baru terbit. Akhirnya gw naik ke sebuah dataran yang lebih tinggi dari jalan. Maklumlah. Ini Depok. Di beberapa tempat, kontur-nya mirip Padang Panjang, kota masa kecil gw.



Rupanya banyak anak-anak sedang bermain. Diantara mereka ada segerombolan anak-anak yang sedang bermain perosotan. Kontan gw mendekati mereka. Mereka gak nolak dipotret bahkan minta. Jadilah gw nimbrung dengan anak-anak itu.

Menarik untuk mengabadikan energi anak-anak itu dalam bentuk foto. Gw jadi ingat adik ustadz Iswahyudi yang hampir 2 bulan tinggal di Gontor dan mengabadikan berbagai aktivitas kampus dan desa. Mulai dari kegiatan santri, petani hingga keriuhan menonton pertandingan sepakbola. Tidak lama kemudian, ia menyelenggarakan pameran foto. Sayangnya, gak satu pun foto itu ada di tangan. Ntar gw mo cari Eka Saefullah yang dulu jadi Bagian Fotografi OPPM.

Sempat juga gw menyisir para pedagang buku dan menemukan buku Noam Chomsky disana. Beli. Penerjemahnya Hamid Basyaib. Kata Pengantar oleh Jalaluddin Rakhmat. Dua nama yang tidak asing bagi gw. Meskipun banyak berbeda pendapat dengan keduanya, tapi gw merasa patut berterima kasih, karena mereka termasuk orang-orang yang membangun formasi intelektual gw di masa-masa paling awal.

* * *

Agak siang dikit, gw dan kakak jalan ke Senen nyari buku trus ke Pasar Pagi ASEMKA. Nyari mainan buat dijual di Padang. Yang jual? Ponakan pertama gw yang berumur 10 tahun. Kandidat entreprenuer muda terbaik versi Ernst & Young 15 tahun lagi !


Sorenya, setelah sempet ngaso dulu di mesjid as-salafiyyah di Buncit, kami lanjut ke Poltangan. Ke rumah Andung Halimah, sepupu nenek gw. Nouf, cucunya yang blasteran Minang-Bugis-Arab itu ulang tahun. Dirayainnya pas buka. Rame! Keliatan semua deh cucu-cucu Andung. Beberapanya cukup akrab sama gw.


Senang banget ke rumah Andung ini. Kalo udah ngobrol gak jauh dari soal-soal agama dan masa lalu: tentang beliau yang ke jakarta th 1958 paska PRRI, plus alasan lain: tidak ingin nikah dengan seseorang. Lucunya, ngomongnya campur aduk: Minang - Indonesia - Minang. Sepertinya sudah lama tidak ada yang jadi pendengar setia beliau dalam 2 topik ini.

Yup. Berbuka. Makan-minum. Tante Rina bawain korma segar dari Arab. Tante (marsa?) bawain macem-macem coklat dari Kedai Coklat Qta-Qta miliknya.


Habis acara ulang tahun. Kakak gw ngeluarin kembang api biasa. Lebih konyol lagi teman Tante Rina barusan datang bawain kembang api yang meledak di udara. Akhirnya, yang kecil-kecil main kembang api biasa, yang 20-an 30-an main kembang api terbang. Ampun..


Yup. Akhir minggu yang biasa..

Catatan:
maap.. fotonya terlalu kecil & blur.
Demi stabilitas akses...

13.9.08

kontemplasi

Sudah lama aku berpikir untuk memasangkan penyumpal telinga bermusik itu ke telingaku. Setidaknya untuk menemani jeda-jeda kosong dalam keseharianku saat ini: bis, lift, antrian, jalan kaki. Persis seperti orang-orang yang kutemui setiap harinya. Aku tidak memandang headset, earset, earphone atau apalah namanya itu sebagai trend atau cool.

Trend
dan cool hampir tidak bernilai. Bagiku itu hanya bagian dari nihilisme. Absurd. Sejarah, salah satu ilmu sosial yang kucintai, tidak pernah menaruh rasa hormat pada trend atau kekinian yang temporer. Ia hanya rajin mencatat yang ajeg, yang abadi. Kalaupun ia catat, hanya sekedar sebagai catatan kaki untuk menjelaskan peristiwa yang lebih bermakna.

Jadi hanya soal mengisi jeda. Tampaknya sepele. Tapi sisi diriku yang lain menolak penyumpal itu. Tidak hanya soal trend atau cool. Lebih dari itu, aku takut kehilangan bakat kontemplatif-ku.

Biasanya jeda-jeda itu kugunakan untuk berbicara dengan diriku sendiri. Aku membentuk ruang imajinatif, menciptakan jarak virtual dengan benda-benda dan manusia di sekelilingku, dan mulai berdialog dengan pikiran-pikiranku, yang terkadang di-pause saat aku menaiki bis atau keluar dari lift. Karena itu juga aku menyukai kesendirian.

Uniknya, kontemplasiku tidak hanya berakhir dengan abstraksi-abstraksi gagasan. Ia mencair menjelma kata-kata. Mengundang tanya dalam bentuknya yang paling rapi. Memberi jawab dalam kalimat yang paling pamungkas. (Orang Arab bilang, pertanyaan yang baik adalah setengah dari jawaban)

Ya, ini aku, sejak bocah punya bakat kontemplatif. Tikungan hidup memberiku bakat literal. Aku takkan berakhir dengan hanya sekedar serpihan-serpihan pikiran, sobekan-sobekan tulisan.

Aku akan menulis buku, Himawan. Suatu saat. Itu janjiku..

11.9.08

when East meets West (1)

Perjumpaan-perjumpaan Timur dan Barat hampir selalu merupakan peristiwa tidak menyenangkan bagi masing-masing atau salah satu di antara kedua pihak. Pada satu titik sejarah, Barat merasa inferior dibanding Timur, atau sebaliknya hegemoni Barat mendominasi Timur.

Saya tidak tertarik untuk menelusuri jejak antropologis apalagi arkeologis tentang kapan istilah Timur dan Barat mulai ada sebagai sebuah terminologi. Atas alasan efesiensi waktu, saya menulis artikel ini hampir sepenuhnya berdasarkan ingatan semata.

Jadi, setidaknya istilah Timur dan Barat telah muncul sejak era Pra-Muhammad. Timur merujuk pada imperium adidaya Persia, dan Barat diwakili oleh imperium adidaya Romawi. Romawi sendiri pada akhirnya pecah menjadi Romawi Timur (Byzantium) yang berpusat pada sebuah kota dengan pertahanan terbaik sedunia di masanya, yaitu Konstatinopel (Istanbul) dan Romawi Barat yang berpusat di Roma.

Aneksasi Romawi terhadap Persia hampir mencaplok semua daerah kekuasaan Persia hingga ke Afrika Utara. Uniknya, jazirah Arab, dalam hal ini Hijaz, Najd, Najran dan daerah-daerah tandus lainnya di sekitar Makkah dan Yatsrib (Medinah) sama sekali tidak menjadi perhatian kedua belah pihak. Bangsa Arab dianggap tidak penting untuk dijajah, baik karena sumber daya alam mereka yang minim, maupun karena pada dasarnya mereka bangsa yang terpecah belah, tribal dan gemar berperang sesamanya. Romawi memfokuskan perhatiannya pada pesisir Laut Tengah dan Laut Merah hingga ke daerah tepian sungai Nil yang subur.

Mereka sempat mendirikan sebuah pusat peradaban Hellenik di Timur bernama Alexandria (Iskandariyyah), penamaan yang merujuk pada penakluk terbesar sepanjang sejarah, Alexander the Great. Konon tokoh ini yang disebut al-Quran sebagai Iskandar Dzulqarnain.

Munculnya Nabi Muhammad di semenanjung Arab membuat istilah Timur dan Barat mengalami pergeseran makna. Setelah berhasil mempersatukan kabilah-kabilah Arab, di akhir hayatnya, Rasulullah sempat mengirim ekspedisi untuk membebaskan Yerussalem yang dipimpin oleh seorang pemuda belia berumur 18 tahun, Usamah bin Zaid bin Haritsah. Ketika Rasulullah meninggal, ekspedisi ini ditarik pulang tanpa sempat menyelesaikan misinya. Namun sepeninggal beliau, paska era konsolidasi, Khalifah Abu Bakr bin Shiddiq meneruskan usaha Rasulullah hingga mencapai Persia.

Kita tentu mengingat kedigdayaan salah satu jenderal besar sepanjang sejarah militer dunia, Khalid bin al-Waliid. Setelah menaklukkan Syam (Syria, Jordania, Palestina), dengan kecepatan menakjubkan beliau memimpin pasukannya melintasi padang pasir berbahaya yang berada antara pesisir Laut Tengah, semenanjung Arab yang tandus dan Mesopotamia yang subur untuk membantu usaha penaklukan kaum muslimin yang hampir kalah melawan tentara Romawi Timur yang jumlahnya berlipat ganda. Sejarah mencatat bahwa kecepatan gerakan pasukan Khalid bin Walid ini bahkan melampaui kecepatan Alexander the Great.

Hingga akhir masa Khulafa'u Rasyidin, wilayah kaum muslimin membentang dari Afrika Utara hingga Asia Tengah. Romawi Timur terdesak hingga menyebrangi Selat Bosporus: Konstatinopel. Tragisnya, di Asia Kecil, Kaisar Heraklius yang pernah mencabik-cabik Surat Rasulullah dan menghina utusan beliau, terbunuh di tangan serdadunya sendiri.





Catatan kecik:
  • Sejalan dengan misi kenabian untuk menyempurnakan moralitas umat manusia, Nabi Muhammad menunjuk Usamah yang belia itu untuk memimpin pembebasan Yerussalem. Penunjukan ini sempat menimbulkan kontroversi karena mendobrak tradisi hirarkis yang ada pada masyarakat Arab kala itu. Juga mengingat bahwa di dalam pasukan itu terdapat banyak sahabat Nabi yang berumur separuh baya. Dari sini kita bisa melihat Islam amat egalitarian. Kapabilitas seseorang tidak diukur dari senioritasnya. Juga kepercayaan pada semangat anak muda. Singkat cerita, para sahabat, eksponen generasi pertama muslim kembali menunjukkan kekagumannya pada visi Nabi. Sami'na wa atha'na, Ya Rasulallah. Kami mendengar, dan kami patuh, wahai Utusan Allah.
  • Napoleon Bonaparte, seorang jenderal cebol yang ambisinya melebihi tinggi tubuhnya, amat tekun mempelajari taktik militer Khalid bin Walid. Tidak heran, ia hanya sekali mengalami kekalahan memalukan, yaitu ketika menyerang Rusia di musim dingin. Mungkin karena Khalid gak pernah ketemu salju kali yeee..
  • Di akhir hayatnya, Khalid bin Walid sedih karena tidak mati di salah satu pertempuran yang dialaminya. Ia terlalu jenius siiih. Kerinduannya pada mati di pertempuran tidak hanya karena merindukan syahid, tapi karena sejak usia amat belia ia sudah menjadi pemimpin militer di Uhud dan sukses mengalahkan kaum muslimin. Paska Uhud, ia memeluk Islam. Nabi memberinya gelar Saifullah, Pedang Allah. Sepadan dengan dedikasi yang ditunjukkannya hingga akhir hayatnya.
  • Di saat penggalian parit sebelum perang Khandaq, ada sebuah batu besar yang sulit untuk dipecahkan. Saya agak lupa siapa yang akhirnya memecahkannya. Tapi intinya, ketika dipukul dan pecah memercikkan api. Saat kedua kalinya dipukul pecah, dan memercikkan api. Rasulullah bersabda, Kisra (Persia) dan Kaisar (Byzantium) akan takluk di tangan kaum muslimin. Ramalan Nabi ini pun terjadi. Padahal umat Islam pada waktu itu, bahkan untuk mempertahankan Madinah saja amat sulit.
  • Dalam hadits Nabi yang saya dengar baru-baru ini di sebuah forum, tidak hanya Persia dan Konstatinopel yang takluk, tapi juga Roma. Ah, saya jadi merinding mendengarnya. Satu lagi ramalan Nabi, entah kapan akan terjadi. Saya berharap kalau pun ada penaklukan Roma, hendaknya seperti Pembebasan Makkah (fath Makkah), tanpa darah dan penuh kasih sayang.
  • Mungkin sudah banyak yang tahu kalo peristiwa kalah menangnya Romawi atas Persia sudah dicatat al-Qur'an sebelum peristiwanya terjadi (Q.S. ar-Ruum). Apa yang dibilang Allah dan RasulNya pasti terjadi kaan.

10.9.08

kucing uncu matiiii!

Tiga hari yang lalu, ponakan nelpon: "Uncuuuu, kucing uncu matiiii!"
"Napa mati ?"
"Ditabrak tukang ojeeek?"

Yah, tukang ojek. Mentang-mentang di depan rumah gw gak ada polisi tidur ngebut tuh. Emang susah sih. Manusia kalo diberi kebebasan jadi tidak menghargai kebebasan orang lain. Padahal kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain. Tukang ojek bebas lewat rumah gw tanpa harus dihalang-halangi polisi tidur. Soalnya keluarga gw paling anti sama polisi tidur. Tapi gw juga bebas punya ponakan yang masih kecil-kecil, punya kucing yang baru berumur beberapa bulan. Dua jenis makhluk hidup ini emang susah diingetin kalo udah keluar pekarangan. "Hati-hati di jalan. Jangan menyeberang sambil lari.. dan bla bla bla..."


Berarti sekarang kucing di rumah gw tinggal 2: Si Moci yang hampir 2 tahun sama adeknya Si Putih yang masih kecil. Yang full ngerawat sepeninggal gw sebenarnya bukan ponakan tapi seorang anak kos. Kemarin waktu nyokap mo pulang ke Padang, gw titipin hadiah buat si anak kos yang baik hati itu. Sayangnya udah punya pacar siiih..

Dulu ada anak tetangga yang paling bandel di lingkungan. Kira-kira umurnya 10 tahun. Mungkin gemes liat kucing gw, eh dilemparin ama batu. Sekarat. Ponakan langsung lapor. Trus gw panggil tuh anak. Ya, marah-marah nasehatin dikit lah. Tapi intinya nyuruh dia nungguin kucing sekarat itu sampai menemui ajalnya dan menguburnya.

Lucunya, acara nungguin kucing sampe mati dan ngubur itu jadi rame karena dikerubungi anak-anak lain. Baguslah. Biar mereka belajar menghargai semua makhluk ciptaan Tuhan. Pelangi.. pelangi..

9.9.08

life is so fragile, my friends

Aku mungkin bukan seorang backpacker yang pernah menjelajahi kontinen-kontinen lain, tapi aku tetap menganggap diriku petualang. Aku pernah kemalaman di Batang, Pekalongan ketika ingin pergi ke rumah seorang teman. Aku pernah hampir kehabisan uang di Jogja. Selain kota-kota di Jawa, aku pernah menempuh puluhan ribu kilo ke pantai Timur Sulawesi Selatan, tepatnya Sinjai. Sendiri. Hampir tanpa rasa takut..

Tapi di Jakarta ini, setiap kali berangkat kerja, aku merasakan kematian begitu dekat. Entah berapa kali aku menjejakkan kaki di kota ini sejak umur 5 tahun, tapi baru kali ini aku merasakan takut. Jalanan kota ini terasa brutal. Aspal beton yang terasa seperti kaca ini membuatku berpikir selalu akan tergelincir. Mengingatkanku pada perasaan Ratu Balqis ketika memasuki istana Nabi Sulaiman. Uniknya, perasaanku dan perasaan Ratu Balqis tidak jauh berbeda: merasakan kehadiran Yang Maha Digdaya.

Setiap kali melaju kencang, aku melirik speedometer. Kalau tidak, mungkin sampai 85 bahkan 90km/jam. Aku punya masalah dengan definisi kecepatan. (In computer world, i'm tweak freak) How fast is fast? Akhirnya aku hanya berusaha menahan diri pada level 65km/jam.

Tapi tetap saja hidup terasa begitu rapuh. Bisa saja, Allah meletakkan sebutir kerikil yang membuatku tergelincir dan ditabrak kendaraan lain. Karenanya, belakangan ini, aku berusaha menyempurnakan ibadah-ibadahku. Belajar kembali cara berwudhu yang benar, cara shalat yang baik meski tidak khusyuk, berusaha untuk berjama'ah, berusaha persisten puasa Senin - Kamis, mendaras kembali hafalan Qur'an yang sudah terlupa, dan melaksanakan hal-hal kecil. Dalam terminologi agama, itu disebut Ihsan, level berikutnya setelah Islam dan Iman.

Karena hidup begitu rapuh, teman.. [ ]


8.9.08

i chrome the world !

Cihui,
September ini Google menlansir browser anyar. Google Chrome ! Persis, ketika saya lagi membutuhkan sebuah browser ramping berhubung sekarang saya "dipaksa" makai laptop dengan RAM hanya 128 MB. Firefox saya yang banyak dijejali addOns jadi terasa berat. Opera sama aja. Safari? Ke laut ajah..

Minggu lalu saya mencari "text mode browser" untuk menanggulangi masalah ini. Saya coba Lynx dan Dint. Tapi semuanya tidak mampu menangani content javaScript di webpage yang saya kunjungi. Dan sekarang muncul Chrome. I love it at first sight! Cuman belum punya banyak addOns seperti Firefox. 

Untuk review-nya baca disini dan disono. (Sok) sibuk nih :D

6.9.08

Saijah dan Adinda

Aku tak tahu di mana aku akan mati
Aku melihat samudera luas di pantai selatan ketika datang
Ke sana dengan ayahku, untuk membuat garam ;

Bila ku mati di tengah lautan, dan tubuhku dilempar ke air dalam,
Ikan hiu berebutan datang ;
Berenang mengelilingi mayatku, dan bertanya : “siapa antara kita
akan melulur tubuh yang turun nun di dalam air ?”-
Aku tak akan mendengarnya.

Aku tak tahu di mana aku akan mati
Kulihat terbakar rumah Pak Ansu, dibakarnya sendiri karena
ia mata gelap ;

Bila ku mati dalam rumah sedang terbakar, kepingan-kepingan
kayu berpijar jatuh menimpa mayatku ;
Dan di luar rumah orang-orang berteriak melemparkan air pemadam api ; -
Aku takkan mendengarnya.

Aku tak tahu dimana aku kan mati
Kulihat Si Unah kecil jatuh dari pohon kelapa, waktu memetik
kelapa untuk ibunya ;
Bila aku jatuh dari pohon kelapa, mayatku terkapar di kakinya,
di dalam semak, seperti Si Unah ;

Maka ibuku tidak kan menangis, sebab ia sudah tiada. Tapi
orang lain akan berseru : “Lihat Saijah di sana !”
Aku takkan mendengarnya.

Aku tak tahu di mana aku kan mati
Kulihat mayat Pak Lisu, yang mati karena tuanya, sebab rambutnya
sudah putih ;

Bila aku mati karena tua, berambut putih, perempuan meratap
sekeliling mayatku ;
Dan mereka akan menangis keras-keras, seperti perempuan-perempuan menangisi mayat pak lisu ; dan juga cucu-cucunya akan menangis, keras sekali ; -
Aku takkan mendengarnya.

Aku tak tahu di mana aku kan mati.
Banyak orang mati kulihat di badur. Mereka dikafani, dan ditanam di dalam tanah ;
Bila aku mati di badur, dan aku ditanam di luar desa, arah ke timur di kaki bukit dengan rumputnya yang tinggi ;

Maka adinda akan lewat di sana, tepi sarungnya perlahan mengingsut mendesir rumput, …….

Aku akan mendengarnya..

(Max Havelaar, Mulatatuli)



Dari sekian kisah cinta, mulai dari kisah Layla dan Majnun; Romeo dan Juliet; hingga cerita Cinderella; bagiku Saijah dan Adinda adalah yang paling mengharukan. Berbeda dengan pasangan kekasih lainnya yang masih terkait dengan aristokrasi, Saijah dan Adinda adalah jelata.

Bagi orang-orang yang bersimpati dengan kemelaratan, ketertindasan, Saijah dan Adinda seolah-olah kisah martir yang memperjuangkan hak hidup orang-orang akar rumput, mereka yang senantiasa diinjak tapi dilupakan. Sementara kisah cinta lainnya hanya mempersoalkan perbedaan kelas sosial saja, yang tragisnya lebih sering berakhir dengan "happy ending" : bahwa hidup bahagia bersama selamanya berarti salah satu dari pasangan kekasih diterima dalam strata sosial tinggi pasangannya.

Cinderella menjadi tuan putri. Padahal saya berharap sang pangeran mau memilih hidup sebagai jelata, demi cintanya pada Cinderella. Atau berakhir dengan kematian yang absurd: Romeo dan Juliet.

Saijah dan Adinda adalah kisah cinta yang diselipkan Eduard Douwes Dekkerr alias Multatuli dalam novel Max Havelaar. Subjudulnya: maskapai dagang kopi Belanda. Saya tidak tahu apa motivasi Multatuli menyisipkan Saijah dan Adinda dalam novelnya yang lebih pantas disebut pledoi ini. Dan konyolnya, Max Havelaar sebagai pledoi hampir-hampir monoton, membosankan dan sumbang. (Untung ada Saijah dan Adinda, kalau tidak ingin saya buang aja bukunya sebelum tamat dibaca. Oh, pinjaman dari pustaka.. nggak jadi. Untung pinjaman..)

Ketika membacanya anda mungkin mendengar suara Multatuli yang meratap-ratap, parau. Ia menulisnya hanya dalam waktu nyaris sebulan saja, di sebuah kamar yang lebih tepat disebut gubuk, yang disewanya di Belgia pada suatu musim dingin di akhir abad 19. Dalam kemiskinan, jauh dari keluarga apalagi diasingkan kerabat dan dicap pemerintah kolonial Hindia Belanda sebagai orang tak berguna. Saking paraunya pledoi Multatuli ini, ketika membacanya, rasanya saya ingin membunuh saja penulisnya untuk mengakhiri penderitaannya. (Oh, Multatuli udah mati ya? Syukurlah.. gak jadi berdosa saya..)

Ah saya jadi ikut-ikutan parau nih..


Catatan kecik :
  • Hampir saja novel ini dikarungkan oleh Multatuli karena tidak ada penerbit yang mau menerimanya. Mungkin karena gaya tulisan dan temanya yang amat tak biasa, atau karena Multatuli yang melarat itu belum dikenal.
  • Konon, Max Havelaar ini-lah yang menimbulkan kecaman-kecaman keras di parlemen Belanda terhadap pemerintahan kolonial. Dan lahirlah politik etis atau balas budi. Anda bisa lihatkan kekuatan sebuah tulisan meski hanya novel ?
  • Akhirnya harus saya akui bahwa saya membaca novel ini 2x. Anggap saja seseorang yang membosankan membaca tulisan orang membosankan lainnya :)
  • Konon, Romeo dan Juliet hanya lah epigon bahkan plagiat dari kisah Layla dan Majnun. Emang bukan berita baru kalau banyak yang mempertanyakan kejeniusan Shakespeare atau mempertanyakan siapa sih yang sebenarnya punya nama pena Shakespeare ini. Juga pada kenyataan bahwa banyak karya-karya ilmiah dari zaman keemasan Islam, diterjemahkan ke bahasa Eropa dan diakui oleh si penerjemahnya sebagai karya aslinya. Bahkan ilmuwan sekelas Roger Bacon pun melakukannya. Eropa emang gitu, padahal para ilmuwan muslim abad pertengahan dengan rendah hati mengakui bahwa mereka hanya mata rantai lanjutan dari ilmu pengetahuan (peradaban) Yunani.

My Statistics at Gontor

Karena si H.P. menulis tentang statistik (dodol!)nya dan penasaran dengan statistik saia, ya saia tulis deh..

Nama : S.Y.
Consulat : Sumbar-Jambi-Riau >> Sumbar-Riau >> belakangan pas tamat jadi dipecah lagi jadi Sumbar aja. Baguslah. Soalnya orang Minang di Gontor terkenal paling bandel, paling ribut kalo ada pertemuan rutin.

Origin : Shigor alias bocah ingusan (Asrama GBS, Indonesia 4, Indonesia 1, Saudi 3 lantai 2). Di kelas 4 (1 SMA) ada peluang pindah ke salah satu asrama Kibar alias anak (sok) gede, tapi males ah. Lagian gak suka bau asap rokok dan kayaknya anak-anaknya gak asik. Lagian ngapain pula pindah ke Kibar, soalnya di asrama cuman numpang tidur doang, lebih banyak hidup di Gedung Tunis dan Pustaka OPPM alias Pustaka OSIS.

Affiliation : kelas 2 pernah ikut klub kaligrafi AKLAM yang pendirinya kaligrafer tenar Didin Sirajuddin tapi kayaknya kurang bakat trus mundur, kelas 3 ikut Teater Islam Darussalam (TERISDA). Nah yang ini baru seru berteman dengan orang-orang gila, latihan teater mulai dari yang 'normal' di area kompleks kelas KOMSOL sampe latihan di dalam Sungai Malo yang butek itu, di lapangan basket malam-malam, dan yang paling seru latihan teater sambil hujan-hujanan. Pernah disuruh teriak selepas-lepasnya sama Ust. Hasib, trus komentarnya: jiwamu belum bebas, Son! Hiks...

Trus kelas 3 semester 2, direkrut jadi asisten staf Pustaka OPPM. Yah, meski gak se-prestise jabatan asisten Bagian Penerimaan Tamu yang sering dapet surat izin bebas dari rutinitas ini-itu dan punya kesempatan ketemu sama makhluq-makhluq cantik (bikin iri banget!); atau asisten Bagian Kesenian, Bagian Pengajaran, Bagian Olahraga, dan Koordinator Pramuka tapi asisten pustaka punya HAK ISTIMEWA: baca buku 24 jam, buku 'boleh' dibawa ke asrama asal gak hilang. FASILITAS SELAIN BUKU: 3 koran nasional (Republika, Media Indonesia, Jawa Pos); 3 majalah nasional (GATRA, alm. UMMAT, ....) dan beberapa Tabloid Politik (diantaranya alm. Tekad, lainnya lupa). LAINNYA: Jurnal berat semacam Kalam, Islamika dan Ulumul Qur'an

Trus kelas 4 direkrut jadi anggota junior ITQAN Group. Bahagianya bukan main, udah 6 bulan menanti, hampir aja mau keluar Gontor pengen sekolah SMA aja. Tugas junior: menangani majalah dinding ilmiah Mingguan ULUL ALBAB dengan 18 - 24 halaman kertas A4 diketik rapi 1,5 spasi, 2 kolom (mesin tik biasa, mesin tik elektronik, kadang komputer). Motivasi dari senior: "jangan berharap mading kalian dibaca para santri !" Terang aja, mading ini bikin kening berkerut, kalah pamor dengan mading LIMITS (klub seni lintas aliran) dan mading berita mingguan "Darussalam Pos", klub wartawan yang memberitakan seputar kegiatan kampus yang diketik dengan komputer.

BTW, ITQAN Group terdiri dari: mading Ulul Albab; majalah AFKARI (mirip Annida); majalah serius ITQAN; AGENCY yang memasok majalah-majalah nasional yang dilangganin secara pribadi oleh santri (bisa baca gratis:); mengelola diskusi umum al-Hambra setiap ba'da Jumatan dan ditugasi mengelola mading Jurnal Ramadhan Pos dan Syawwal Pos secara bergantian atau bekerjasama dengan Darussalam Pos.

Kelas 5 gak dipercaya jadi manajer asrama karena track record botak 2x. Konon, pernah mau diangkat saat rekruitmen tahap 2, tapi para senior ITQAN langsung mendatangi Bagian Penggerak Bahasa Pusat untuk mencoret nama saia dari daftar rekrutmen. Soalnya tenaga saia amat dibutuhkan karena anggota ITQAN yang kelas 5 semuanya berstatus manajer asrama. Jadilah saia tinggal di Tunis kamar 3.

Trus kelas 5 by accident nimbrung di klub studi FP2WS yang bersebelahan dengan kantor ITQAN dan direkrut jadi anggota. Senang sekali meski para senior ITQAN pada sewot karena bakal kekurangan seorang anggota keren! (Cuih.. :) FP2WS memfokuskan diri pada membaca dan berdiskusi saja. Klub studi ini punya semacam silabus diskusi yang keren. Sayangnya, rata-rata anak FP2WS kalah rajin menulis dibanding anak ITQAN. Kelas 5 semester 2, beberapa bulan sebelum menyandang status senior di FP2WS, diberhentikan dari ITQAN. Ah, formalitas basi... Toh, diberhentikan atau tidak hampir gak ada bedanya setelah para senior itu gak nongkrong lagi di Tunis alias tamat.
BTW, saia satu-satunya manusia Tunis (lt. 2) tulen karena bisa keluar-masuk kamar 1 (TERISDA, LIMITS, AKLAM), kamar 2 (FP2WS) dan kamar 3 (ITQAN) dengan leluasa.

Kelas 5 semester 2 dikasih jabatan Ketua Staf Perpustakaan OPPM. I was the Boss !

Pengabdian: yah tampang saya kalo ngajar malah merusak anak didiknya dengan pikiran2 aneh. Mending mendaftarkan diri ikut pelatihan+praktik 7 bulan di Pusat Latihan Manajemen dan Dakwah Masyarakat (PLMPM) Mantingan (100 meter dari Gontor Putri I). Eh, malah tambah aneh karena disono berkenalan dengan pikiran Andragogy-nya Paolo Freire, cara kerja LSM turun ke masyarakat, dan berkenalan dengan warna-warni dunia LSM (plat hijau, kuning dan merah!). Plus entreprenuership. Ditambah lagi materi training yang keren. Bossnya: Pak Ir. Ridlo Zarkasyi, MM dan alm. Pak Budi. Yang satu mantan orang LSM, satunya lagi mantan aktivis HMI Jatim. Te O Pe pokoknya dah!


MAIN LIST :

1. Dibotak: 3x
Pertama, kelas 2 gara-gara nulis Siti Migrofah, Abu Dalwun di kertas ujian. Ujian di Gontor emang berwibawa, nyontek aja gak boleh apalagi nulis yang (sok) lucu-lucu di kertas jawaban. Duh, bocah ingusan yang aneh..
Kedua, kelas 4 gara-gara makan ayam gulai, dibotak bareng-bareng sekamar saat Idhul Adha. Ini susahnya kebiasaan makan-makan istimewa ala asisten perpustakaan dibawa ke asrama. BTW, atas kesalahan yang sama ada 200-an orang dibotak dalam 1 hari. What a shining day!
Ketiga, kelas 6 gara-gara gak jamaah subuh di mesjid pas ada pemeriksaan. Yang ini bener-bener apes !
BTW, saia punya siklus botak 2 tahunan nih..

2. Kelas : 1 - 4B, 5C, 6B
Kadang nyesel juga dapet kursi terhormat di kelas B. Soalnya dapet wali-wali kelasnya kurang asik. Gak seru deh acara-acara kelasnya. Lagian sudahlah saia ini bocah aneh, punya hobi aneh, duduk pula di kelas orang-orang aneh. Aneh pangkat tiga dong !

3. Masuk mahkamah: plz, deh Himawan, gw gak inget. Tapi mungkin 9x per semester, soalnya saia suka angka ituh :p

4. Kena tampar : gak inget. Tapi yang paling "berkesan" ditampar Bagian Keamanan Pusat karena telat bangun sedikit saja. Disuruh berdiri dalam keadaan 1/2 mabok dan plakkk!!! Merrrah di pipi. Plz deh, saat itu kan bulan Syawwal, bulan capek sedunia.
Alhamdulillah sekarang disiplin menampar ini sudah dihapuskan di Gontor. Huh, dari dulu saia sudah kritik, menampar itu tidak mendidikkkk!!!

5. Kehilangan sandal:
gak kehitung. Paling kesel kalo kehilangan satu sandal aja bukannya sepasang. Bego' tuh yang nyolong. Tapi kayaknya istilah kehilangan itu gak cocok deh, lebih tepatnya siklus sandal di mesjid. Gimana gak kehilangan sandal kalo yang ke mesjid ribuan orangnya. Tapi sekarang sandal bisa dimasukkan ke kantong khusus dan dibawa ke dalam mesjid seperti membawa sajadah. Nah, itu baru peraturan keren, biar ke mesjid gak nambah dosa.

6. Kehilangan pakaian:
ini jeleknya asrama, pakaian jatuh dari jemuran dan "hanyut" gak jelas rimbanya

7. Pramuka: POT 5. Gugus depan ini kalah pamor dibanding POT 7, 13 atau 9. Males deh. Tapi yang asik cuman nyanyi-nyanyi, yel-yel, ngejek gugus depan lain meskipun musuh-musuh itu teman sekamar juga. Nanti pulang dari acara pramukaan, ngakak bareng di kamar seperti gak pernah terjadi pertempuran. BTW, kita memang lebih dewasa berpolitik daripada para anggota dewan yang konyol-konyol itu.

8. Friend lost: 1 (waktu PG). Teman sekelas saia di 5C. Hiks..



FREAKS :
1. Konon, Kyai Hasan kerjaannya malem-malem mindahin jin-jin yang usil. Jewer aja kupingnya, ustadz..

2. Kacian deh lu manajer asrama tidur di emperan :p Meskipun "kasta" anda-anda lebih tinggi dari saia

3. Di Gontor, saia belajar tidur 10 atau 15 menit langsung buka buku, belajar, capek belajar, tidur bentar. Teruss begitu. Juga cara tidur dalam situasi dan kondisi sesulit apapun: tidur sambil kepala tegak atau terayun-ayun; tidur berdiri saat antri kamar mandi sebelum shalat subuh; tidur di atas bangku keras yang amat sempit; bahkan tidur di lemari untuk menghindari kegiatan rutin lari pagi mingguan dan pramuka.

4. Prom Night? Lebih dari itu Drama Arena dan Panggung Gembira adalah pertunjukan kolosal dengan hampir 10 agenda acara utama di luar selingan band; dengan kru 500-an orang (th 97-98); tata cahaya dan sound system senilai hampir 10 juta rupiah plus generator listrik cadangan berkekuatan ribuan watt. Tidak hanya panggung setinggi 1 meter dan luas 10 x 30 meter, tapi juga tinggi background mencapai hampir 10 meter! Dan setiap tahun sepertinya ada saja rekor yang dipecahkan. DA & PG secara tidak langsung adalah ajang perseteruan kelas 5 vs kelas 6 untuk meraih simpati para junior dan mendapatkan gelar (informal) senior terbaik ! Di akhir acara, kyai akan memberi nilai dalam range 1 - 10. Dan kerennya acara sebesar itu dengan persiapan hampir sebulan hanya menghabiskan dana 18 juta (th 97) termasuk sokongan dana dari sponsor (misalnya, produsen mie dan pengusaha alumni).

6. Volk Song dan Drama 3 bahasa emang keren. Belum lagi lomba Baris Berbaris antar asrama. BTW, acara ini mungkin sudah diadakan sejak jaman Belanda, liat aja Volk itu kan bahasa Belanda untuk Folk.

7. Tawuran? Yang kalah dan menang sama-sama diusir! Nggak peduli siapa yang bener/salah. Berani ?

8. Naik kelas 6 itu sakral banget. Duduk di bawah pohon mangga berumur puluhan tahun menunggu kepastian naik kelas atau tidak. (Pohon mangga itu udah melihat ribuan santri menangis sedih atau tersenyum bahagia saat acara Yudisium selama puluhan tahun).

Ritualnya begini: nama kami dipanggil satu per satu ke dalam sebuah ruangan pertemuan dalam beberapa trip. Seperti sebuah wisuda kecil, hadir para kyai hampir lengkap dan dimulai dengan wejangan dan diakhiri dengan pembagian amplop berisi surat kenaikan kelas. Uniknya, meski saia dapat kelas 6B, tapi dalam surat kira-kira tertera begini: "sebenarnya berat bagi kami untuk menaikkan ananda ke kelas 6, tapi kami memberikan kesempatan bagi ananda untuk belajar memperbaiki diri di kelas 6." Duh, sopan santun yang luhur. Bikin hati trenyuh. Entah itu datang dari budaya Jawa, atau kah itu peninggalan Kweekschool Minangkabau di zaman Belanda ? Kweekschool = sekolah guru.

9. Interaksi: Inggris - Arab. Kecuali diskusi resmi boleh pake bahasa Indonesia. Anak-anak Tunis "dikenal" bandel karena saban hari diskusi informal, saban hari pula berbahasa pula berbahasa Indonesia. Junior atau senior sama aja kelakuannya. Uniknya Staf Penggerak Bahasa Pusat gak berani naik ke lantai 2 itu. Kalo naik, bakal dihadang oleh senior-senior Tunis. "Ini Tunis, bung! Wilayah orang-orang merdeka!"
Lucunya, teman kuliah gw, Debi, ketawa denger bahasa Indonesia gw yang sering terselip kata-kata ilmiah. Yah, gimana lagi, cuman itu bahasa Indonesia sehari-hari yang gw kenal.
Nembak, CLBK? Apaan tuh..? :)

10. Gontor itu punya bendera sendiri, bahasa dan "dialek" sendiri, lagu mars sendiri. Negara dalam negara. Punya sistem demokrasi dan syura sendiri. Ibarat Tanah Perdikan, tak peduli rezim atau siapa diktator yang sedang berkuasa di Jakarta, mereka yang masuk wilayah ini harus patuh pada aturan Gontor. Bersih dari atribut-atribut partai, golongan-golongan bahkan punya kurikulum independen sejak jaman Belanda.
Musim kampanye pemilu adalah saat Siaga 1 di Gontor. Beberapa pos jaga 24 jam didirikan di titik-titik penting seantero kampus, lengkap dengan pakaian "dinas" pramuka dan tongkat-tongkat pramuka. Apa pun partainya, kalo berani kampanye masuk kawasan kampus Gontor yang dibelah oleh jalan desa itu akan berhadapan dengan tongkat-tongkat pramuka. Dan diantara penjaga itu, ada yang menyandang sabuk biru dari klub beladiri Tapak Suci.

11. Bulan Syawwal, bulan pertama tahun ajaran baru dalam kalender akademik Gontor, adalah bulan yang padat denga tamu-tamu berkunjung. Ibarat kebun binatang, santri-santri dengan segala kegiatannya jadi binatang-binatangnya. Setiap rombongan akan dituntun oleh seorang guide dari Bagian Penerimaan Tamu atau para ustadz. Dan itu pula bulan gadis-gadis cantik berseliweran..


GURU PALING BERKESAN

  • Guru teater Ust Hasib. Kalo ada pertemuan mingguan klub teater, di akhir acara, beliau duduk di atas sebuah kotak kayu setinggi 20cm, dan dimulailah kisah yang mirip dengan 1001 malam, lengkap dengan gaya mendongeng, teknik pernafasan canggih, dan suara yang menggetarkan. Beliau seperti Semar yang agung di tengah para punakawan. Terkadang beliau membacakan puisi, cerpen atau sepenggal naskah drama. Spektakuler !
  • Ust. Yon Hendri dari Pekanbaru. Manusia yang satu ini nyaris bisa dibilang punya ingatan fotografik, bisa ingat ribuan nama dan wajah santri. Meskipun baru berumur kepala 3, mumpuni dalam ilmu tafsir, hadits, fiqh dan ushul fiqh. Duh kalo ketemu dia di depan hall, bakalan disuruh duduk dan diskusi kesana kemari. Gak peduli saia lagi ada keperluan apa. Sebelum tamat, saya sempat diberi sehelai kertas berupa daftar kitab-kitab induk (ummul kutub) dari setiap bidang ilmu-ilmu keislaman. Hiks, maaf ustadz, akhirnya saia menikung ke fakultas ekonomi gara-gara Kuntowijoyo.
  • Ust. Yusuf BZ. Nah ini bisa dibilang pemikir tingkat tinggi. Mentor saia di FP2WS. Barat dan Timur ada dalam dirinya. Tasawwuf sampai Kiri Islam ada dalam dirinya. Mungkin kekacauan semantik saya menurun dari dirinya :)
  • Kyai Abdullah Syukri Zarkasyi: ngajar Ilmu Mantiq alias Logika Aristotelian. Ilmu Mantiq-nya bener-bener applied !
  • Kyai Hasan Abdullah Sahal: ngajar mustolah hadits. Pikirannya susah ditebak, inspiratif dan out-of-the-box. Kalo ngajar, seolah-olah gak ada anaknya di kelas saia. Dicuekin abisss. Padahal si Anca anak sulung dan laki-laki satu-satu. Saia mau jadi iparnya si Anca. Tapi si Anca apa mau punya ipar gak berkualitas seperti saia :D
  • Alm. Kyai Imam Badri: the grand old man of Gontor Republic; ortodoks, efisien dan sehat selalu. Mantan laskar hizbullah waktu jaman revolusi fisik. Ngajarin kitab Bulughul Maram-nya Ibn Hajar. Nggak pake buka buku. Bab yang paling disukai anak-anak 6B: Bab Nikah. Nggak bakalaaan ada yang ngantuk.
  • Ust.. .... yang ngajar Bidayatul Mujtahid-nya Ibnu Rusydi. Subuh jadi petani, paginya ngajar. Setiap ngasih pertanyaan, anak-anak 6B jadi tolol semua.
  • Rata-rata guru-guruku berkesan. Mereka, meski bertitel master atau
    doktor dari Malaysia, Pakistan, Timur Tengah dan Afrika Utara atau
    Lulusan PT dalam negeri, mau-maunya tinggal di desa kecil, hanya punya
    sepeda ontel atau sepeda motor, tinggal di "rumah dinas" kecil yang sumpek dengan buku-buku. Kadang di sore hari, pasangan ustadz-ustadzah muda itu mendorong kereta bayi mereka menyusuri kampus.. Indah sekali..

CHAOS
Terinspirasi dari Ust Yusuf BZ yang pernah bikin chaos di tahun 1995 dengan menggelindingkan pesan berantai bahwa Soeharto mati, maka saia belajar menciptakan chaos serupa :

  1. Saat Musyawarah Kerja Ramadhan. Saking bosannya dengan muker yang monoton, saya maju ke depan mengajukan pertanyaan berbau linguistik. Lengkap dengan masalah-masalah semantiknya. Ustadz bawah kolong masjid yang jadi steering committee sampai memuji pertanyaan saia sebagai bermutu; padahal dia harusnya tahu bahwa sebuah pertanyaan akademis kurang layak dilontarkan di forum politik yang membahas isu-isu 'nyata' semacam ini.
  2. Saya mengajukan pertanyaan sulit di kelas di saat orang-orang pada tiarap tidur. Suhartono sesama anggota FP2WS ikut nimbrung memanaskan perdebatan. Nurdiyanto pun akhirnya ikut-ikutan. Dan seisi kelas dipaksa otaknya sendiri untuk menghilangkan kantuk. Rame !



CINTA OH CINTA..

  • Momen indah setiap pagi sekitar 15 - 10 menit sebelum lonceng masuk kelas berbunyi (jam 7 pagi). Dari arah timur, gadis-gadis Madrasah Nurul Iman, lewat dengan sepeda ontelnya. Indah sekali, apalagi kalau saya tambahkan hari-hari berkabut penuh embun pagi dan sinar mentari yang sejuk. Cantik-cantik. Siapa yang tahu dalam darah mereka mengalir suku apa. Ini desa global sejak zaman Belanda. Dulu mungkin saja ada segelintir santri yang menikah dengan penduduk sekitar. Dan sebagian mereka adalah anak-anak ustadz..
  • Di kelas 2, saat tinggal di Indonesia 1, saia sempat jatuh cinta pada seorang gadis madrasah Nurul Iman yang bersirobok di pertigaan Gedung Saudi. Kira-kira dia datang dari arah perumahan ustadz di belakang Saudi. Saat itu saia hampir telat masuk kelas dan hanya mandi ayam saja. Pagi saia jadi lebih cerah saat ketemu dia, meski dekil. Hari-hari berikutnya saia sengaja lewat di jam yang sama hanya untuk melihatnya. Beberapa bulan kemudian ternyata gadis itu meninggal karena penyakit yang dideritanya. Ketika namanya diumumkan di mesjid saia baru tahu siapa dia.
  • Anak ust Syukri, Pipit dan Fatimah sudah menikah. Ah gak seru kalo dibahas..
  • Gadis-gadis Mantingan. Sudah saya bahas disini..

Tuu kan jadi panjang...

2.9.08

tikungan sejarah

Setidaknya ada 2 tikungan panjang dalam sejarah dunia. Pertama, ketika Hulagu Khan menyerang Baghdad (1258) dan Damaskus, pusat-pusat peradaban muslim persis ketika dinasti-dinasti muslim di Timur Tengah sedang lemah. Pemimpin militer buta huruf itu menjarah Kota 1001 Malam di Lembah Mesopotamia itu; membuang seluruh isi perpustakaan ke sungai Efrat. Perpustakaan itu tidak hanya menyimpan karya-karya peradaban Islam, tapi juga manuskrip-manuskrip berharga dari peradaban Yunani. Saking banyaknya buku-buku yang dibuang, sungai Efrat menghitam karena tinta yang luntur.

Sungguh ironis! Sebuah peradaban besar yang dibangun selama lebih dari 6 abad dihancurkan oleh Hulagu yang bahkan namanya sendiri tak mampu ia tulis. Peradaban Islam tak lagi mampu bangkit karena kehilangan buku-buku yang menjadi mercusuarnya. Kaum muslim kehilangan hampir seluruh kekayaan intelektualnya di tangan seorang barbar.

Namun alhamdulillah, serangan Hulagu Khan ke Mesir bisa ditahan oleh Dinasti Mamluk. Kalau tidak, mungkin generasi kita tidak bisa membaca Muqaddimah, masterpiece Ibn Khaldun yang mengukuhkannya sebagai Bapak Ekonomi Islam, Sejarah dan Sosiologi. Dinasti Mamluk berhasil menyelamatkan perpustakaan-perpustakaan
terakhir di Cairo (al-Qahirah), Alexandria (Iskandariyah), dan mercusuar-mercusuar peradaban Islam terakhir di Afrika Utara.

Tikungan kedua, adalah ketika penaklukan-penaklukan kaum muslim sampai ke Wina, jantung peradaban Eropa. Tapi kaum muslim gagal menembus pertahanan kota itu. Kegagalan yang sama ketika pasukan Abdurrahman al-Ghiffari dari Dinasti Umayyah di Andalusia (Spanyol sekarang), gagal menaklukkan Perancis Selatan. Para sejarawan berandai bahwa jika kedua penaklukan itu berhasil maka generasi kita akan menjumpai Eropa yang muslim. Takbir akan berkumandang di London, Paris, Berlin seperti biasanya berkumandang di kota seribu menara, Kairo dan Istanbul (Konstatinopel).

Ah andai saja kedua tikungan itu tidak pernah ada, mungkin generasi kita akan memiliki peradaban yang amat kaya, amat harmoni. Tabiat sekular-gnosis peradaban Barat akan bisa diimbangi dengan tabiat relijius peradaban Islam. Ilmu kedokteran Barat yang menyisihkan unsur-unsur spritual, seperti kepercayaan terhadap kekuatan doa, akan bisa diimbangin dengan ilmu kedokteran Islam yang berakar hingga ke Nabi Muhammad dan generasi muslim pertama. Kapitalisme dan Sosialisme mungkin tak pernah laku dijual. Kaum muslim akan mempunyai modal dan elan vital untuk merevitalisasi peradabannya dengan modal buku-buku
yang dibuang oleh Hulagu itu. Tapi Allah berkehendak. Rahasia Allah siapa yang tahu..


Catatan kecik :
  • Karena keterbatasan waktu saya tidak menyertakan referensi, tanggal dan waktu penaklukan kaum muslim ke Wina dan ke Perancis Selatan. Pembaca mungkin ada yang tahu. Silahkan ditambahkan.
  • Hulagu Khan yang barbar itu mempunya saudara (tiri) yang terpelajar: Khubilai Khan. Andai Khubilai Khan yang ditugaskan menyerang Baghdad, mungkin ia lebih arif.
  • Apa yang dilakukan Pasukan Sekutu ketika menaklukkan Baghdad pada Perang Teluk II, mirip dengan Hulagu yang Barbar. Para penjarah benda-benda antik dibiarkan berkeliaran bebas menjarah musium-musium / perpustakaan Baghdad. Maka jangan heran, sejak zaman perang salib & kolonialisme+orientalisme; musium-musium, perpustakaan-perpustakaan di Barat, baik yang publik maupun pribadi banyak menyimpan benda-benda / buku-buku dari zaman keemasan Islam

1.9.08

kerendahan hati

Akhirnya si dia datang juga. Bagi saya, Ramadhan adalah bulan untuk belajar tentang kerendahan hati. Banyak ceramah agama yang akan saya dengar di masjid. Penceramahnya pun beragam latar belakangnya. Ada yang benar-benar berasal dari pendidikan agama, ada juga orang-orang dari fakultas umum yang tercerahkan dan berani berdiri di mimbar itu. Beberapa di antaranya ada juga yang berasal dari fakultas umum tapi pernah nyantri. Agama Islam memang satu-satunya yang tak mengenal sistem kependetaan. Jadi setiap muslim adalah da'i. Nabi juga pernah bersabda: "sampaikan tentangku walau hanya satu ayat." Itu juga yang membuat Islam menyebar dengan cepat ke seantero nusantara karena tanggungjawab dakwah tidak hanya diemban pemuka agama, tapi didistribusikan ke setiap muslim.

Allah berfirman bahwa umat Muhammad adalah sebaik-baik umat yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Semuanya tanpa terkecuali punya hak/kewajiban untuk menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran. Meskipun Nabi pernah berfirman bahwa ulama adalah pewaris Nabi. Namun yang harus kita pahami bahwa yang mereka warisi bukan otoritas kenabian yang kemudian memberikan legitimasi bagi para ulama untuk membentuk hirarki kepemimpinan ala Vatikan. Yang diwariskan pada ulama adalah otoritas keilmuan beserta dedikasi dan tanggungjawab yang menyertainya. Jadi lebih bermakna tanggungjawab ketimbang hak.

Lebih jauh lagi, pengertian ulama dalam bahasa Arab lebih luas cakupannya ketimbang yang diadopsi oleh bahasa Indonesia. Ulama tidak hanya sebatas mereka yang mendedikasikan hidupnya pada pengetahuan keislaman, tapi juga mereka yang mendedikasikan hidupnya pada samudera ilmu yang Allah turunkan ke muka bumi. Maka dalam bahasa Arab, fisikawan yang bergelut dengan ayat-ayat kauniyyah, sosiolog yang berusaha memahami ayat-ayat Allah di tengah hiruk pikuk masyarakat dan membentuknya menjadi postulat dan teori sosial bisa juga disebut ulama. Maka tak heran, para astronom, dokter dan fisikawan di zaman keemasan Islam adalah juga orang-orang yang taat beragama. Berbeda dengan fisikawan Barat zaman sekarang yang hampir 70% gnosis / ateis. Konsep Newtonian yang mekanis dan Cartesian yang dikotomis tidak memberi ruang bagi Tuhan di jagat raya. Physics present in the absence of the Omni Present.

Kembali ke Ramadhan. Duduk diam mendengar ceramah agama, terkadang tidak mudah bagi saya. Tak jarang si penceramah salah atau kurang fasih dalam melafalkan ayat dan hadits. Atau kurang baik dalam menerjemahkannya ke bahasa Indonesia. Apa yang saya rasakan, mirip dengan apa yang dirasakan tukang stel piano. Sedikit nada sumbang amat tidak menyenangkan.

Tapi lagi, mungkin dengan cara itu Allah memberi saya jalan untuk belajar kerendahan hati. Berusaha menjadi pendengar yang baik, berempati dengan keterbatasan pengetahuan agamanya, dan menghargai keberaniannya berdiri di mimbar itu. Yup, keberanian. Mungkin hanya itu yang saya tidak miliki. Bagi saya berdiri di mimbar mesjid seperti ujian disertasi doktor dimana saya harus mempertanggungjawabkan (otoritas) keilmuan saya di depan pemirsa. Karenanya mungkin bisa dihitung dengan lidi berapa kali saya pernah berdiri di mimbar. Mungkin 2 - 4 tahun lagi saya bisa berdiri dengan baik di atas mimbar itu.

Tak lupa saya ucapkan, "Selamat beribadah di bulan Ramadhan. Mohon maaf lahir dan batin. Ya Allah, terimalah shalat, puasa, rukuk, sujud, khusyuk, taabbud, dan sempurnakanlah takaran (pahala) kami." [ ]

recent post