31.12.08

resolusi tahun baru

Tahun baru, entah itu dalam penanggalan matahari atau penanggalan bulan/lunar pada dasarnya hanyalah fenomena fisika. Lalu manusia memberi penanda padanya. Penanggalan matahari kita kenal sebagai Masehi, merujuk pada Sang Messiah atau Al-Masiih, Jesus atau Isa.

Sementara itu, umat Islam menamakan penanggalan lunar dengan Hijriyyah, menandai salah satu peristiwa penting dalam sejarah, yaitu hijrahnya Nabi dari Makkah ke Madinah. Perlu diingat, penggunaan istilah hijriyyah bukan di era Nabi sendiri, tapi di era Umar ibn Khattab, Khalifah ke-2 dari 4 Khalifah Rasyidin. Merayakan Tahun Baru 1 Muharram bukanlah ibadah, melainkan ritus budaya belaka. Tapi tentu dalam ajaran Islam, tidak ada dikotomi absolut antara yang ibadah dan bukan ibadah, sebagaimana Islam menolak pemisahan dikotomis antara agama dan kehidupan duniawi (sekularisme). Jika sesuatu itu baik untuk dikerjakan dan dimulai dengan bismillah, maka itu sudah bernilai ibadah

Jadi pada hakekatnya hanya soal tanda dan penanda. Lalu, bila saya ingin membuat resolusi, Masehi atau Hijriyyah kah yang akan saya gunakan?

Ketika kita membuat resolusi, lagi-lagi kita menambahkan penanda terhadap tanda yang sudah dimaknai ribuan tahun silam. Tidak soal bagi saya menggunakan Masehi atau Hijriyyah. Tapi tentu preferensi saya adalah hijriyyah, karena inisiasi makna hijrah cukup baik dalam diri saya. Bagi Nabi Muhammad sendiri, melaksanakan hijrah dari Makkah ke Madinah adalah sebuah resolusi. Tindakannya itu menandai babak baru dalam masa kenabiannya (yang relatif pendek dibanding Nabi/Rasul lainnya) khususnya dan sejarah umat Islam secara keseluruhan.

Resolusi
Setiap orang bebas memilih untuk berbagi resolusi dengan orang lain atau menyimpannya untuk diri mereka sendiri. Saya memilih untuk berbagi satu resolusi saja dengan anda. Resolusi saya tahun depan adalah menemukan arah hidup saya: apakah tetap di dunia ekonomi atau kembali pulang ke ranah pemikiran.

Seringkali di tengah reuni penuh gelak tawa berkumpul dengan teman-teman kuliah di Fakultas Ekonomi, saya merasakan semacam keterasingan. Ada banyak hal yang tidak bisa saya bicarakan bersama mereka: mimpi-mimpi, cita-cita dan tanggung jawab intelektual. Terkadang saya berpikir bahwa kuliah bersama mereka dulu adalah semacam kegilaan, petualangan yang dipicu rasa ingin tahu. Dan tentu saja, suatu kegilaan dan petualangan haruslah ada akhirnya.

Saya memang merindukan saat-saat dahulu. Pustaka yang hening, buku-buku, koran, majalah, jurnal dan setumpuk fotokopi makalah. Diskusi-diskusi hingga tengah malam, kopi, dan asap rokok yang mengepul dari beberapa teman. Sejak saat itu sudah banyak yang berubah dalam pribadi saya. Dulu saya introvert, sekarang extrovert. Dulu saya memandang dunia dari kacamata judgment, sekarang dari kacamata persepsi. Alam pikiran saya bergerak dari kutub normatif ke kutub empiris.

Apakah saya akan pulang ke ranah intelektual? Pertanyaannya, apakah jejak-jejak kaki yang saya tinggalkan dulu berpendar menunjukkan jalan pulang?


SBY, Raja Jawa modern

Sejak Susilo Bambang Yudhoyono masuk ke dalam bursa capres, saya semakin was-was dengan orang ini. Track record-nya hampir tanpa cacat. Tulisan-tulisannya sering muncul di koran-koran, termasuk di Republika, bacaan utama saya. Pilihan untuk menulis di Republika, menurut saya untuk menjangkau pemirsa yang Islamis, salah satu konstituen politik penting di negeri ini. Karenanya dia dikenal sebagai militer intelektual. Agum Gumelar pun juga sering menulis di koran, tapi tidak sebagus tulisan SBY. Dan lagi, gaya bicara SBY lebih padat dan berisi, sementara gaya bicara Agum lebih informal. 

Karir militernya lebih banyak berhubungan dengan strategi militer. Ia sempat belajar di Sekolah Militer West Point. Kata kuncinya: strategi, intelejen, intelektual. Ia harusnya ikut dimintai pertanggungjawaban menyangkut krisis Timor Timur karena sempat menjabat Kepala Staf Teritorial, jabatan yang bertanggungjawab untuk urusan strategi dan intelejen. Dan kenyataannya ia bisa lolos dari lubang jarum itu.

Dalam militer sendiri terdengar friksi-friksi yang memuncak saat pra dan paska gerakan reformasi. Kubu Prabowo, anak begawan ekonomi Sumitro, menantu Soeharto, perwira muda cerdas yang rajin baca buku sekaligus ahli di medan perang. Ayah dalam konteks tertentu adalah intelektual pengkhianat. Dulunya ia anggota Partai Sosialis Indonesia lalu membangun jejaring dengan melakukan kontak-kontak dengan Soe Hok Gie. Ketika rezim Orde Baru lahir ia bekerja untuk Soeharto sementara Gie memilih kembali ke kampus. Sumitro bertanggungjawab dengan cetak biru ekonomi Orba yang digambarkan Dawam sebagai Kapitalisme Kuno atau Kapiltalisme bermazhab Klasik/Liberal (Adam Smith). Anak-anak begawan itu ikut kecipratan "kue pembangunan," sebagaimana anak-anak Soeharto

Juga ada Kubu Wiranto, mantan ajudan Soeharto, pernah menjabat panglima, yang selalu membanggakan ketidakmauannya merebut kekuasaan di saat chaos dan status quo 1998. Padahal menurut saya, kalkulasi politiknya menyimpulkan jejaring Wiranto di tubuh militer tidak memadai untuk sukses melaksanakan kup. Juga ada kubu Agum tapi tidak terlalu diperhitungkan. Berbeda dengan Wiranto vs Prabowo yang terlihat bersaing frontal, kubu SBY amat taktis berhadapan kubu-kubu lain.

Mengenai gerakan reformasi, militer tidak bisa dibilang mendukung reformasi. SBY termasuk setia di belakang Soeharto. Kalau pun kemudian dia kelihatan sebagai perwira reformis itu hanya karena mengikuti kemana angin berhembus kencang. Pragmatis - oportunis.

Saya sempat menaruh harapan ketika SBY meraih gelar doktor bidang ekonomi pertanian dari IPB menjelang pemilu, kalau toh ia akhirnya jadi presiden setidaknya ia peduli pada pertanian. Tapi nyatanya disertasi doktoralnya hanya sampah dari mulut yang berbusa-busa bicara tentang keberpihakan pada petani. Aktivis-aktivis LSM masih berteriak soal reformasi agraria; tercaploknya peruntukan lahan untuk pertanian yang paling produktif dan subur sekalipun untuk kepentingan lainnya; krisis benih dst. Meski petani adalah profesi mayoritas di negeri ini tapi masalah mereka jarang menjadi headline koran. Di saat krisis minyak dan kebutuhan dunia akan bahan bakar nabati yang berujung pada krisis pangan, pertanian kembali dilirik. Sayangnya, Indonesia tidak bisa mengantisipasinya. Itu kan tugas para ekonom untuk memproyeksi masa depan.

Dan terakhir, SBY berusaha mereduksi pengaruh Sri Sultan Hamengkubowono X yang maju dalam pilpres 2009. Keduanya bersaing dengan bahasa yang halus. Dahulunya, Soeharto berhasil meredam pengaruh Sri Sultan HB IX dengan menjadikan beliau wakil presiden. Ketika pihak Kraton Jogja menolak Ibu Tien dimakamkan di kompleks pemakaman mereka, Soeharto mendekati Kraton Surakarta dan berhasil membangun kompleks pemakaman Keluarga Cendana di dekat kompleks pemakaman
Kraton Surakarta. Kraton Surakarta sendiri sejak zaman Belanda memang sudah berkhianat pada negeri ini.

Kandidat terkuat yang akan menggusur SBY memang Sri Sultan. Megawati cukup kuat karena dalam darahnya masih mengalir keturunan priyayi Jawa - Bali. Akan tetapi Mega sudah lama tidak diterima di kalangan Islamis karena kecendrungan Kejawen dan sekularnya yang tidak berhasil disembunyikan.

Kalau kita membaca tindak-tanduk SBY dalam Kosmologi Jawa, sebagaimana yang pernah digunakan untuk memahami perilaku Soeharto, bisa disimpulkan bahwa ia Raja Jawa baru yang dalam konteks tertentu sama menakutkannya dengan Soeharto. Bahkan dalam beberapa hal ia lebih maju dari Soeharto. Dalam alam reformasi saat ini, basis pengetahuan strategi militernya amat mendukungnya untuk menjadi versi baru dari Raja Jawa. Raja Jawa modern !

30.12.08

Otonomi Palestina vs Palestina Merdeka



Indonesia, meski miskin, punya bargain power kuat di dunia Internasional sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim. Sayangnya tidak digunakan. Sudah jelas masyarakat Indonesia ingin presidennya bicara tegas tentang isu nuklir Iran & Palestina. Ah, presiden kita melempem ! Penakut ! Sok taktis !

Bisanya cuman abstain soal Iran. Dan mengutuk soal teror Israel terhadap Palestina. SBY merekomendasikan resolusi DK PBB untuk mengutuk Israel.

Oh, PBB? Penting ga sih? Hanya butuh beberapa resolusi untuk meng-invasi Irak dan sudah puluhan resolusi yang mengecam Israel, toh rezim kolonial & apartheid itu melenggang aja. Kalo Amerika boleh pake jalur UNILATERAL, kenapa kita tidak?





pranala dalam terkait: Perempuan Palestina






28.12.08

berharap pada Obama? (2)

Sebenernya saya mo cerita tentang diskusi buku "Indonesia Dikhianati" karya Prof. Collins dari Ohio (15 Des, ba'da Isya). Beliau bahkan hadir di acara yang diadakan di Universitas Paramadina itu. Di antara mereka yang hadir, lebih dari 10-an orang mantan mahasiswa beliau yang rata-rata berprofesi sebagai aktivis LSM dan dosen. Anies Baswedan & Emmy Hafild hadir sebagai pembicara. Imam B Prasodjo yang kocak itu tampil sebagai moderator. (Kata dia, orang Indonesia gak bakal nglempar Bush pake sepatu. Sandal sih mungkin tapi tetap aja kejauhan (Irak)

Tapi sepertinya akan panjang kalau saya tuliskan tentang diskusi itu. Sebagai gantinya, saya kutipkan pendapat AB & EH tentang fenomena Obama. Demikian kutipan tidak langsungnya:

EMMY HAFILD:
Tidak ada korelasinya antara Obama menjadi presiden Amerika dengan semakin eratnya hubungan Amerika - Indonesia. Jangan terlalu berharap. Demokrat tidak lebih baik dari Republik. Siapapun presidennya, perhatikan siapa Chief of Economists yang dipilihnya. Larry Summer ! Larry Summer itu mantan orang World Bank. Dia penyokong pasar bebas dan NAFTA (North Amerika Free Trade Area).

ANIES BASWEDAN:
Sedikit menambahkan. World Bank pernah mengeluarkan sebuah memo yang merekomendasikan negara-negara maju untuk membuang limbah berbahayanya ke negara-negara lain. Saat itu Larry Summer bertindak sebagai editor memo itu. Rekomendasinya didasarkan pada penelitian bahwa biaya pengobatan orang-orang yang menderita karena limbah itu di Afrika lebih rendah ketimbang biaya pengobatan masyarakat negara-negara maju.



lihat juga: berharap pada Obama? (1), 9 Juli 08, posting pertama

  • Anies Rasyid Baswedan adalah cucu dari salah seorang founding father Indonesia, anggota BPUPKI, AR Baswedan. Dalam budaya Arab, adalah biasa memberi nama cucu/cicit dengan nama kakek /moyangnya. Dan orang Arab dikenal biasa menghafal silsilah keluarga.
  • Di antara sekian tokoh nasional yang bermukim di Jogja, AR Baswedan, sang kakek, adalah salah satu tokoh yang cukup dekat dengan Ahmad Wahib. Beliau percaya bahwa Soekarno adalah salah satu pembaharu Islam abad 20 karena bisa mensintesakan Islam & Marxisme menjadi Marhaenisme. Ah, kakek yang konyol ! (Lebih jelasnya, baca Kata Pengantar Dawam Rahardjo & Djohan Effendi untuk Catatan Harian Ahmad Wahib, terbitan LP3ES)

24.12.08

myNET habit

Prinsip ngNet saya adalah efesien & efektif dan HEMAT CLICK !

BLOGGING: Saya menggunakan ScribeFire. Bisa juga sih menggunakan Ms Word 2007 atau WindowsLiveWriter2009. Saya suka SF karena ringan dan terintegrasi dengan FireFox. Lagian, SF hanya makan beberapa megabytes RAM saja. Fasilitas ketiga BLOGGING CLIENT ini gak beda-beda jauh. Lagian, SF cuman 483kb. Bisa di-download & digunakan kapan/dimana saja.

UPLOAD GAMBAR
: Saya menggunakan fireflix untuk mengupload gambar dari komputer ke flickr atau uploadr2flickr untuk nyimpan gambar dari internet ke account flickr saya. Belakangan PICASA v3 sudah lumayan ketimbang versi 2. Karena itu saya menggunakannya untuk mengupload foto secara glondongan. Overall, google emang lebih baik hati ketimbang yahoo. Namun saya tetap menggunakan 3 program diatas sesuai keunggulan masing-masing.

BROWSING: Saya menggunakan FIREFOX v3 yang sudah saya utak-atik about:confignya biar lebih kencang. Dan lagi saya menggunakan banyak addOns u melakukan pekerjaan spesifik. Firefox khusus untuk account sonnylagi@yahoo.co.id (mail, flickr, briefcase) & fikriyathir@gmail.com (blogger, gmail, box.net, picasa). Saya juga menggunakan OPERA untuk log in dengan account yahoo saya yang lama (reborsonny@yahoo.com) atau browsing secara anonim. Dengan demikian, saya TIDAK pernah lagi SIGN OUT atau LOG OUT di komputer pribadi saya. Belakangan, saya lebih sering menggunakan Google Chrome v1 untuk menggantikan fungsi Opera. Chrome tidak lagi crash dan saya optimis dengan perkembangannya karena OpenSource seperti Firefox. Tidak masalah kan punya 3 browser di satu komputer? FF yang dijejali dengan banyak addOns vs Google Chrome ? Tentu Chrome sedikit lebih cepat.

SAVE AS WEBPAGEs: Saya menggunakan ScrapBook ketimbang File>Save As atau CTR+S. SB juga bisa menggantikan fungsi Teleport Pro. Bagi yang tertarik menggunakan Teleport Pro, silahkan download disini dan ini Serial Numbernya. Setelah di-install, masukkan username & SN di HELP > REGISTER.


DOWNLOAD: Saya menggunakan FlashGet. Terintegrasi dengan FireFox via flashgot & cepat. Juga bisa untuk mengganti fungsi bitorrent & limewire.

EMAIL: Saya menggunakan Ms Outlook 2007, bagian dari MsOffice2007 (atau Evolution di Linux) untuk email. Yahoo! Indonesia menyediakan fasilitas POP MAIL (sonnylagi@yahoo.co.id) dan juga Gmail (fikriyathir@gmail.com). Account fikriyathir masih saya gunakan untuk berselancar (terutama di situs-situs teknologi) dan mendaftar di berbagai mailing list secara anonim. Anonimitas sendiri adalah warisan budaya Web 1.0 Dalam konteks tertentu, ia masih diperlukan.

MAILING LIST: Saya mengikuti bbrp milis, mulai dari soal Islam, pemikiran, sastra, buku, manajemen, sejarah, dan almamater. Saya cuman silent reader. Gak punya waktu ikut-ikutan ribut :D Untuk efesiensi, saya menggunakan fasilitas DAILY DIGEST - Full FEATURED. Saya hanya membaca apa-apa yang saya butuhkan. Skimming - scanning.


RSS Feed: Saya menggunakan Ms Outlook 2007 untuk membaca bbrp blog & situs favorit (atau RSS Akregator di Linux). Tidak perlu repot-repot mengetik nama blog dan menyimpannya. Semuanya mengalir secara otomatis ke Ms Outlook. Oh ya, saya lebih suka RSS ketimbang berkunjung ke situs aselinya, kecuali kalo ingin ngasih komentar, atau Feed-nya cuman sepotong saja dan saya perlu membaca sampai tuntas. Jadi, saya bisa membaca secara offline atau menghemat bandwith.



itu aja dulu..


LOGIKA ngNET: Setiap fasilitas di internet, akhirnya selalu didukung oleh client-side program. Kesemua yang saya bicarakan diatas adalah Client-side Program atau program yang terinstall & berjalan di sisi client/workstation/personal computer. Contohnya, flickr: anda bisa mengupload foto dengan fasilitas yang tersedia di website-nya (server-side program) atau menggunakan FireFlix / uploadr2flickr. Lagi, blogging: anda pasti terbiasa menggunakan fasilitas posting di blogger.com / wordpress.com dengan segala keterbatasannya atau ScribeFire dengan segala featurenya.
Intinya: client-side program lebih cepat, kaya fasilitas & hemat bandwith ketimbang server-side program.

NB:
  • Silahkan pelajari sendiri atau kunjungi blog itlifestyle saya :)
  • Jangan panik ketika posting dg ScribeFire tapi tidak muncul di homepage blog anda. Kadang, kalo koneksi bandwith anda jelek, posting muncul setelah 3 - 5 menit.



22.12.08

at the end of civilization

Sabtu
Inilah ujung perjalananku ke akhir peradaban. Tak kutemukan makna ketika telusuri Kota Tua ini. Aku berharap keheningan akan membantu berdialog dengan benda-benda itu. Namun kerumunan manusia mengganggu. Kenapa lagak mereka tak ubahnya seperti melancong ke mal-mal ?

Ming gu
Mungkin hanya Musium Bank Mandiri yang menjadi rumah sejarah yang menyenangkan. Rumah bagi banyak komunitas budaya: Jejak Langkah, Historia, Teater Komersil, Indonesia Membaca, Paguyuban Kota Tua dst. Dan disini aku, bersama seorang teman lama yang riang seperti kanak-kanak. Ah, kenapa tidak berlagak saja seperti 2 anak SD yang tersesat di masa lalu bangsa ini ?












judul posting ini meminjam konsep himawan ttg Kota Tua Jakarta

18.12.08

ketika bosan..

Belakangan saya merasa bosan dengan ritme hidup saya. Dan inilah yang saya lakukan: beli 5 CD MP3; 2 DVD Tutorial Photoshop untuk level advance; CD Tutorial Interaktif Photoshop berbahasa Indonesia untuk sepupu (level basic); CD Program Point Of Sales + Warehouse untuk teman; DVD Encyclopedia Britannica 2008; dan DVD Web Programming. Saya tidak tahu kapan bisa bermain-main dengan Photoshop, Dreamweaver & POS. Yang penting saya beliii aja. Plz, dont ask me if piracy is bad or good. I'll argue with shared capitalism (and unfair world ?)


Kayaknya saya lagi bosan berat nih. Biasanya kalo bosan gini saya pergi ke Senen beli buku/novel dan beberapa edisi majalah kesukaan saya: BusinessWeek, Infolinux, jurnal sastra HORISON, FORTUNE, sedikit SWA dan Marketing. Kalo ada TEMPO edisi khusus yang asyik topiknya saya beli juga tuh. Yang penting beli dulu. Mo dibaca atau tidak itu urusan belakangan. Tapi kalo BW itu selalu asyik dibaca kapan saja. Seperti baca komik :)

Atau kalo bosan saya pergi makan mie ayam hanya sekedar untuk berakhir di double u c. Semacam bunuh diri :D

Ketika membeli ensiklopedi saya dihadapkan pada 2 pilihan : Microsoft Encarta 2009 atau Britannica 2008 ? Saya punya edisi 2005 keduanya. Waktu itu, Encarta lebih kaya informasi dan diprogram lebih baik ketimbang Britannica. Dan lagi melihat edisinya, Encarta 2009 vs Britannica 2008, harusnya saya memilih Encarta. Tapi akhirnya saya memilih Britannica. Why? Yah, anggap saja akhir-akhir ini otak saya semakin bermasalah dengan produk-produk Microsot. Hihihihihi..

Ada yang punya DVD Wikipedia berbahasa Inggris? Saya lebih suka itu sebenarnya. Open license dan lebih kaya informasi meski hanya dalam bentuk teks. Apa tidak ada yang berinisiatif mengunduhnya sehingga bisa dijelajahi secara offline?

Nah beli MP3 lebih konyol lagi. Awalnya saya mo beli kompilasi MP3 lagu Indonesia terbaru. Tapi setelah melihat daftar lagunya, kepala saya puyeng. Akhir-akhir ini telinga saya bermasalah dengerin band-band baru. Apalagi kalo melankolik-melankolik gak jelas gitu. Wah bisa muntah-muntah saya. Whahaha lebayh. Tapi Kangen Band exceptional laah. (Si Lia pasti ketawa berat. Soal musik, elu emang jagonya deeeh)

Saya baru ngerti kenapa teman saya di warnet dulu hanya dengerin Classic Rock (Scorpion dkk). Kalo yang Indonesia, dia cuman dengerin Iwan Fals. Masalah di telinganya sekarang menular ke telinga saya.

Akhirnya saya beli kompilasi MP3 Jazz Indonesia, Jazz Barat serta Complete Albumnya PADI & PeterPan. Oh ya, satu lagi: kompilasi POWER OF LOVE. Eits.. ini bukan kompilasi lagu yang mendayu-dayu amat lho. Di dalamnya ada Rod Steward, Eric Clapton, Lionel Richie, Richard Marx, MLTR, Backstreet, Boyzone. Ada M2M juga! Hihihihi.. lucu aja denger tu anak bedua nyanyi. Napa pula sampe bubar? Iya, Power of Love tentu ada lagu mendayu-dayunya. Saya suka lagu-lagu duet kayak Endless Love dkk.

Saya bela-belain beli complete album PADI & PeterPan mungkin untuk sesuatu yang serius sekaligus konyol. Saya ingin memahami peta pikiran mereka. PADI bagi saya amat menarik. Semakin tua personilnya, semakin "gelap" liriknya. Saya denger lagu mereka sejak 1995an. PeterPan saya suka sejak album kedua mereka. Gigi juga menarik. Something strange in their music, especially in their early career. Tapi saya gak kepikiran nyari album mereka waktu itu.

Ah, andai saja saya tau cara masak kue. Mungkin kalo bosan, saya bakal bikin brownies..

Catatan kecik:
Sepertinya saya juga harus beli Encarta nih. Britannica kapan bagusnya ?

Saya juga suka Chrisye. Khususnya lagu-lagu indah karya Guruh SP. Di Syawwal 1418 H / 1998 M, saya pernah nyetel lagu-lagu itu di tempat saya bertugas: Information Desk, Syawwal Month Committee di Gontor. Ketika saya pergi sebentar, teman saya bilang Ust Romli nyuruh matiin. Katanya lagu cengeng. Hihihi.. senewen kali dia. Emang sih untuk ukuran Gontor, lagu-lagu Guruh bisa dikategorikan cengeng. Overall, those're part of official songs of my territory: OPPM Library !

Nasyid? Tentu. Telinga saya punya range notasi yg lumayan lebaaaar. Apalagi nasyid skrg lebih variatif.

Kalau bosan, saya kadang ke pasar, beli ikan, sayur, cabe goreng. Masak.. :)

16.12.08

i'm just a growing tree

akhirnya saya "mengalah" pada pemirsa blog ini..

Awalnya, saya berusaha berhenti berbicara soal kehidupan (pribadi) saya di blog ini. Bukankah sudah terlalu banyak yang saya tulis di blog-blog sebelumnya: love & travelog, redefining sonny & pejalan hujan. Saya ingin bicara hal-hal berat yang mungkin tidak ingin anda ketahui. Tapi rasanya bersama intensitas saya untuk tumbuh bersama blog ini, teman-teman di sekitar saya ikut tumbuh bersama blog mereka.

Dan begitulah. Setiap kita adalah energi. Saya berharap bisa selalu memancarkan energi-energi positif: semangat hidup. Maka ketika anda memantulkan kembali energi-energi positif itu kepada saya dengan cara anda tentunya, saya merasa semakin hidup.

Mari belajar dan tumbuh bersama..

HB Jassin dan keindahan sastrawi al-Qur'an (edited)

PENDAHULUAN (just skip this boring part)
Minggu lalu saya mengikuti 3 diskusi tentang ilmu Tafsir al-Qur'an di 2 tempat. Diskusi pertama membedah buku yang merupakan hasil disertasi doktoral Dr. Moh Matsna HS, MA, seorang dosen Sastra Arab UIN Jakarta. Judulnya, "Orientasi Semantik Tafsir al-Zamakhsyari: Kajian Makna Ayat-ayat Kalam". Pembedahnya, dosen sepuh, Prof Muslim Nasution, Guru Besar Ilmu Kalam, UIN Jakarta. Amat disayangkan, Dr. Phil. Nur Kholish Setiawan tidak hadir. Beliau Dosen Ilmu Tafsir, penulis buku "Al-Quran Kitab Sastra Terbesar."

Diskusi kedua berangkat dari sebuah paper kesarjanaan berjudul "Purposes Exegesis: a study of Quraish Shihab's thematic interpretation of the Qur'an." Sederhananya, membedah metodologi tafsir tematik (maudhu'i) yang digunakan Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan al-Qur'an. Buku tersebut mengkaji tema-tema besar dari al-Qur'an: manusia, Tuhan, Agama dst.

Diskusi ketiga dimulai dari paper berjudul "The Controversy around HB Jassin: a study on his al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia & al-Qur'an Berwajah Puisi." Alhamdulillah, diskusi ini difasilitasi langsung oleh penulis paper, Dr Yusuf Rahman. Kalau tidak salah, paper itu menjadi titik tolak disertasi doktoral beliau.

TAFSIR, FILSAFAT ILMU & PARADIGMA PEMIKIRAN
(just skip this boring part)
Saya tidak mendalami Ilmu Tafsir dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Namun saya membutuhkan basis pengetahuan tafsir sebagai pijakan normatif - radikal bagi keseluruhan bangunan paradigma pemikiran saya sebagaimana saya meletakkan al-Qur'an--dan semangat Tauhid yang dibawanya--sebagai pondasi. Dalam tingkat intelektualisme tertentu, memahami al-Qur'an tanpa memahami tafsir berikut disiplin yang melingkupinya (sastra Arab, asbabun nuzul dst) sia-sia saja. Dalam peta pikiran, saya membangun filsafat ilmu pribadi berdasarkan beberapa diskursus, mulai dari gagasan Islamisasi pengetahuan Ismail Raji' al-Faruqy (beserta polemik yang dilahirkannya) hingga gagasan Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo. Lebih dari itu, saya membaca perbincangan klasifikasi ilmu dari abad keemasan Islam (Ibn Sina, al-Ghazali, Ibn Miskawaih dst). Suatu saat saya berharap bisa mengintegrasikan keseluruhan diskursus epistomologis ini beserta sekelumit pengetahuan tafsir saya untuk membangun ulang paradigma pemikiran saya.

HB JASSIN & AL-QUR'AN
Blog ini tidak memadai untuk membahas pembicaraan kesarjanaan semacam ini. Tapi ada baiknya saya menurunkan tensi diskusi ketiga ke bentuk tulisan yang lebih ringan, for the sake of enlightening.

Berawal dari acara tahlilan paska meninggalnya istri HB Jassin, terdetik dalam pikiran beliau untuk membuat sebuah terjemahan al-Qur'an ke bahasa Indonesia yang bisa mewakili keindahan sastrawi bahasa aslinya, Arab. Lalu terbitlah Al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia pada tahun 1977.

Secara format, buku Jassin ini tidak ada bedanya dengan Al-Qur'an dan terjemahannya yang diterbitkan oleh Departemen Agama. Disisi kanan halaman ada teks al-Qur'an dalam tulisan Arab tentunya dan di sisi kiri, terjemahannya. Yang berbeda adalah gaya terjemahannya. Terjemahan terbitan Depag dikerjakan oleh para pakar tafsir dan sastra Arab terkemuka di Indonesia. Hasilnya: sebuah terjemahan yang biasa, layaknya terjemahan buku Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia.

HB Jassin tidak mempunyai basis kemampuan bahasa Arab apalagi tafsir. Beliau hanya seorang Paus Sastra Indonesia (menurut Gauis Siagian) atau Wali Penjaga Sastra Indonesia (menurut Prof AA Teeuw). Dalam usaha penulisan buku ini, HB Jassin amat terbantu dengan adanya terjemahan al-Qur'an ke dalam bahasa Inggris, bahasa yang cukup dikuasainya. Diantaranya, terjemahan karya seorang muallaf, Sir Marmaduke Pitchall dan seorang Pakistan Muhammad Jusuf Ali. Terjemahan Jusuf Ali adalah terjemahan al-Qur'an ke Bahasa Inggris terbaik dan paling populer hingga saat ini.

KONTROVERSI
Kontroversi timbul dilatari 3 sebab. Pertama, HB Jassin tidak menguasai bahasa serta sastra Arab dan bukan seorang pakar tafsir. Bahkan terjemahan sekalipun (apalagi buku tafsir) membutuhkan 3 hal diatas. Kedua, apa yang dilakukan HB Jassin mungkin adalah yang pertama di dunia. Bagi sebagian orang itu adalah ide jenius. Sebuah invention. Bagi sebagian lain, itu adalah bid'ah yang tidak punya rujukan atau basis dalil/hujjah/reason dari sumber-sumber hukum Islam. Ketiga, al-Qur'an secara jelas "membela dirinya sendiri" lewat ayat-ayatnya bahwa ia bukan kitab sastra. Meletakkan al-Qur'an sebagai hanya karya sastra semata berarti merendahkan al-Qur'an itu sendiri. Fungsi utama al-Quran adalah sebagai petunjuk bagi umat manusia.

Para diskusan setuju bahwa karya Jassin ini bermaksud menyampaikan ketinggian sastrawi al-Qur'an kepada bangsa Indonesia yang tidak menguasai sastra Arab.

Dari keseluruhan polemik yang kemudian mencuat, semuanya mengerucut pada keberatan utama: Jassin bukan pakar tafsir karena itu ia tidak pantas menulis sebuah terjemahan al-Qur'an sekalipun. Apa yang dilakukan Jassin sebenarnya bukan hal yang benar-benar baru. Sayyid Qutb pernah menerbitkan Tafsir Fi Dzilaalil Qur'an. Latar belakang pengetahuan sastra Arab SQ membuat tafsir tersebut cendrung sastrawi. Di abad keemasan Islam, dikenal juga tafsir-tafsir yang indah, semacam Tafsir Ibn Araby, Tafsir al-Ma'ani dst. Juga tafsir yang membahas satu demi satu kosa kata al-Quran.

KESIMPULAN
Agaknya kita harus merespon positif karya HB Jassin ini. Bila segala sesuatu dinilai dari niat, maka karya Jassin ini lahir dari kecintaan pada al-Qur'an, bukan maksud buruk. Dan akhirnya, paska polemik, sejarah memenangkan Jassin: terjemahan itu mengalami cetak ulang terus menerus hingga saat ini. Hmmm, bila suatu saat menikah, saya mungkin menggunakan karya Jassin ini sebagai bagian dari mahar. Apalagi jika ia yang saya persunting tidak bisa memahami keindahan sastrawi al-Qur'an langsung dari bahasa aslinya :)


Catatan kecik:

Di Indonesia, istilah tafsir & terjemah al-Qur'an seringkali salah pakai. Terjemah harusnya berarti transtalation. Tafsir harusnya berarti interpretation. Ingat waktu ngaji di TPA dulu? Pelajaran Tafsir? Harusnya kan pelajaran Terjemah.

Al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia telah mengalami beberapa kali cetak ulang (1977, 1982,

Cetakan 1 diberi kata pengantar oleh Buya HAMKA. Beliau adalah seorang ulama, wartawan, dan sastrawan yang berpikiran terbuka. Kata Pengantar itu memberi "legitimasi apresiatif" terhadap kerja keras Jassin. Tafsir Al-Azhar HAMKA banyak diapresiasi oleh umat Islam di Asia Tenggara.

Gerakan penafsiran kontemporer al-Qur'an di Indonesia dimulai oleh Mahmud Yunus (1899 - 1982) di awal abad 20. Beliau memulai usaha penerjemahan di usia 22 tahun dan menghentikannya sementara atas alasan belajar ke Mesir pada tahun 1924. Usaha penerjemahan yang sudah jalan 3 juz ini memang mendapat banyak tentangan oleh kalangan ulama kala itu karena merupakan suatu hal yang baru dan Mahmud Yunus yang masih belia itu dianggap tidak kompeten. Usaha penerjemahan itu berhasil diselesaikan pada tahun 1938 dan diterbitkan dengan judul Tafsir Quran Karim oleh Penerbit al-Maarif Bandung di tahun 1953.

Selain karya Mahmud Yunus, dikenal pula Tafsir al-Ibriz karya alm KH Bisri Mustofa, ayahandan KH Mustofa Bisri (Gus Mus). Tafsir itu menggunakan bahasa Jawa yang sederhana dalam huruf Jawi pegon.

Buku Mahmud Yunus tentang Ilmu Pendidikan dan Pengajaran masih digunakan di Gontor hingga saat ini. Boleh dibilang buku beliau adalah pusat pemikiran kependidikan di Gontor. Terang saja, buku itu dibawa oleh salah satu pendiri Gontor, alm KH Imam Zarkasyi yang pernah belajar ke ranah Minang. Kamus Arab - Indonesia karya beliau adalah kamus yang singkat - padat (bila dibandingkan dengan Kamus Mawrid yang tebal dan berat untuk ditenteng-tenteng :) Luar biasa !

Al-Qur'an Berwajah Puisi adalah buku Jassin berikutnya yang tidak sempat beliau selesaikan sebelum meninggal.

Seingat saya, Muhammad Yusuf Ali meninggal di bangku taman di sebuah sudut London di suatu musim dingin dalam keadaan uzur dan kesepian. Beliau memang tokoh yang kontroversial. Di satu sisi dianggap pengkhianat oleh bangsanya karena menjadi bagian dari pemerintah kolonial Inggris di anak benua Asia tersebut. Di sisi lain, terjemahan al-Qur'an ke bahasa Inggris karyanya adalah terjemahan terbaik hingga saat ini. Semoga amal-amal beliau yang terus mengalir dari karyanya tersebut dapat menutupi segala dosa-dosanya. Amin

Kompas konsisten menggunakan istilah Paus Sastra Indonesia. Republika konsisten dengan istilah Wali Sastra Indonesia. Bagi saya kedua koran itu sama konyolnya. Saya aja deh yang ngasih gelar: Kritikus Terbesar Sastra Indonesia. Lebih konyol dan kepanjangan ?

Hingga saat ini tak ada yang mampu menggantikan peran Jassin sebagai Kritikus Terbesar dalam jagat sastra Indonesia. Ia menjadi center of gravity, tukang stempel. Ia menentukan seseorang dianggap sastrawan atau tidak. Pun kerendahan hatinya bersedia menulis kritik sastra untuk karya-karya para sastrawan muda. Bahkan dikritik jelek saja oleh Jassin, para sastrawan muda sudah melambung ke langit ketujuh. Apalagi dipuji ?

Korrie Layun Rampan berusaha meneruskan banyak usaha Jassin sebagai kritikus sastra utama. Dalam beberapa segi, ia berhasil.

13.12.08

hanya suatu sabtu

0950
Nyampe di Mizan Publishing (MP) Book Point buat ikutan rilis & bedah buku HINTS, buku yang bernuansa spritualism berbasis Yoga. Saya tertarik mengikuti diskusi ini bukan lantaran temanya, tapi lantaran ada Desi Anwar sebagai moderator serta Anis Baswedan dan Debra Yatim sebagai pembicara. Sayangnya AB hanya datang dan berbicara membuka diskusi lalu pamit menghadiri acara lain. Praktis hanya ada 5 wanita yang berbicara di depan.

Saya tidak suka dengan penampilan Desi Anwar: rambut cepak dan baju kaos serta celana kulot dengan warna yang gak banget, merah padam. Not alive. Wajahnya seperti terpanggang matahari. Saya tidak tahu apa itu karena berjemur di pantai atau karena terlalu sering bergulat dengan reportase di luar ruang. Rasanya sih tidak, mengingat jabatannya saat ini, ia tentu lebih sering duduk di belakang meja. Dan lagi ia jadi tampak kurus sekali dengan cara berpakaian begitu. Saya mengira akan terpukau dengan artikulasi (gaya bicaranya). Nyatanya tidak, mungkin ia lebih memukau bila bicara dalam bahasa Inggris. Persis seperti dosen saya Pak Edi Herman yang lebih bagus ngomong Inggris aja ketimbang ngomong pk Bahasa Indonesia.

Desi Harahap, sang lebih parah lagi. Tua, rambut cepak, dan sama sekali tidak feminin. Felia masih mending. Ia tampak berusaha tampil spritualistik dengan mengenakan kerudung (bukan jilbab), baju putih. dan celana kulot. Rambutnya yang pendek dan beruban tampak dari sela-sela kerudungnya. Tapi saya memahami hidupnya sebagai Wakil Direktur BNI tidak memberikan waktu baginya untuk sedikit berdandan. Pertanyaannya kemudian, kenapa perempuan-perempuan itu seolah-olah berlomba-lomba tampil seperti laki-laki. Apa yang salah dengan femininitas?

Ines masih mending, berkerudung dan berpakaian serba putih. Nilai plusnya hanya bahwa ia cantik. Selesai.

Yang memukau bagi saya adalah Debra Yatim, aktivis perempuan yang sudah kepala lima itu. Apa mungkin karena 3 perempuan lain tidak tampil rancak atau pada dasarnya memang DY begitu anggun? Ia mengenakan baju gunting Cina berwarna putih, kain carik / batik merah maroon dengan corak tumbuh-tumbuhan dan sedikit garis-garis simetris; anting-anting bercorak etnik, dan rambut yang disasak ke belakang. Dan lagi, dibanding para penulis buku tersebut, ia berbicara lebih memukau dan berisi. Agaknya, setelah Anis pamit, Debra ragu membawa diskusi ini ke tingkat tinggi: kebertubuhan (foucault, satre, freud), spritualism vs organized religion dan krisis manusia modern. Akhirnya, seperti halnya pesta blogger kemarin, diskusi buku ini berhenti sebatas diskusi yang datar dan memudar sebelum sampai ke pintu keluar toko buku itu. Ah, masyarakat urban yang malang..

1150
Sampai di Musium Bank Mandiri buat nonton "Billy Elliot." Untuk pertama kalinya saya bertemu dengan Dani Kristanto. Pertama kali kenal ketika dia ikutan me-reply posting Maya Lestari GF dan saya di milis ruangbaca. Lalu ia mengajak saya bergabung ke milis komunitas jejaklangkah. Hmm.. yang nonton banyak ABG dan kurang apresiatif. Di akhir acara, saya & Dani cs ngobrol soal ngundang pembicara untuk membedah film

1410
Dani mengajak saya dan 2 gadis berkeliling musium. Ia bertindak sebagai guide. Udah kayak orang musium aja tuh. Detail & informatif. 30 minute tour. Kapan-kapan saya ke tetangga (musium BI), nyari Erwien Kusuma (Gontor 695, Sejarah UI '97) dan membajaknya untuk menjadi tour guide saya. Hihihihihiii..


1350
Lewat depan Musium Fatahillah dan lihat baliho Jakarta International Literary Festival 2008 (11 - 14 Des). Oops.. i miss it. Iya sih, saya baru saja ikutan milis-milis sastra, jadi informasi ini luput. Akhirnya nimbrung di workshop puisi. Niatnya sih bukan buat ikutan belajar, cuman mo dapet suasananya aja, trus memperhatikan cara 3 fasilitatornya (3 penyair kenamaan, salah satunya idola saya, si surealis Agus R. Sardjono) berdeklamasi. Ba'da ashar, diadakan pembacaan puisi peserta workshop yang rata-rata anak SMU & sedikit peserta JILFest. Di ruang sebelah, Helvi TR jadi fasilitator workshop cerpen.

1735
Selesai. Saya menulis posting ini di tengah acara workshop. Dan pasti di sebelah colokan listrik dan.. 2 gadis dari Sastra Inggris Udayana, Ni Ketut Sudiani & Ni Putu Amrita. Hmm.. Amrita.. seorang dewi dalam tradisi Hindu, oh... kata dia tradisi Buddha. Keduanya dari Komunitas Sahaja.

NANTI MALAM: Penutupan JILFest '08 di Pasar Seni Ancol. Beberapa penyair dan peserta workshop akan tampil membacakan puisi. Hmm.. agaknya tidak sia-sia Ahmadun YH, Taufiq Ismail dan teman-teman dari Jurnal Horison berkeliling Indonesia memperkenalkan sastra di sekolah-sekolah.

[ Diposting jam 1754 di pelataran Musium Fatahillah ]

11.12.08

bunyi (catatan kaki diralat)

Pernah aku membayangkan bagaimana rasanya duduk di antara para sahabat, ketika Nabi berkeringat dingin menerima wahyu. Begitu berat, menyesakkan, menghentak-hentak bergetar tubuh beliau. Seperti seluruh langit datang pada beliau, masuk hingga ke relung hatinya yang paling dalam. Sungguh beliau, Nabi Muhammad itu, manusia paripurna, Sang Musthofa. Hanya Sang Terpilih yang mampu menghadapi dera cobaan seberat itu.

Lalu suara-suara langit itu, wahyu, mukjizat teragung untuk umat manusia dan seluruh semesta, disampaikan dalam bahasa terindah di muka bumi. Bahasa Arab. Dan para sahabat itu, yang dulunya adalah manusia-manusia paling bebal di muka bumi, menangis sesunggukan mendengar bisikan langit itu. Mereka menyadari bahwa wahyu itu bukan sekedar Bahasa Arab biasa. Itu bahasa langit yang bunyinya "mirip" bahasa Arab.

Aku terheran-heran. Bagaimana mungkin Allah menciptakan sebuah bangsa bebal; yang menguburkan anak-anak perempuan hidup-hidup; memindahtangankan istri-istri mereka di meja judi layaknya barang; pemabuk; yang gemar berperang sesamanya hanya gara-gara perkara-perkara sepele; bisa tersentuh oleh keindahan sastrawi. Di zaman jahiliyyah, Pra Muhammad, mereka gemar mempertandingkan puisi-puisi di tengah-tengah pasar. Lalu puisi terbaik mereka tempelkan di dinding Ka'bah, rumah Allah. Entah Sang Pemilik Rumah marah-marah atau terbahak-bahak melihat kelakuan mereka. Bangsa itu menghargai ketinggian sastrawi melebihi penghargaan mereka terhadap kejantanan seseorang di medan perang; melebihi penghargaan mereka terhadap ketajaman pedang. Para penyair dihormati layaknya para pahlawan.

Maka demikianlah, sebuah bangsa bebal yang menaruh hormat pada keindahan sastrawi diberi kehormatan sebagai yang pertama mendengar wahyu terakhir. Bisikan langit yang meluluhlantakkan seluruh pandangan dunia mereka. Dan diatas puing-puing kebodohan itu, sebuah dunia baru tercipta.

Dan aku masih disini, teringat betapa terpukaunya aku saat belajar sedikit saja dari samudera keindahan sastra Arab: balaaghah, ma'aani dan bayaan. Betapa bahasa Al-Qur'an bagai banjir bandang yang meluluhlantakkan keseluruhan sistem sastrawi Arab. Jangan heran bahwa Allah dengan pongah menantang kepongahan manusia untuk menciptakan satu saja ayat yang bisa menandingi bahasa langit ini, yang menetes dari Lauhul Mahfudz.

Lebih dari itu, aku meyakini, bahkan mereka yang tidak mengerti bahasa & sastra Arab pun bisa memahami keindahan itu. Karena mukjizat itu, dalam bentuknya yang paling azali adalah keindahan bunyi yang masuk, menggema di relung hatimu yang paling dalam. Jika kau buka sedikit saja hatimu, dalam kepasrahan, keikhlasan, ketulusan yang purba, keheningan yang khusyuk, maka bunyi itu akan membangunkan hati kecilmu, lubb, yang pernah bersyahadat padaNya di saat kau masih dalam rahim ibumu...


Catatan kecik :
Wahyu disampaikan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad dengan berbagai pola. Salah satunya yaitu langsung ke hati (dzihn). Dalam keadaan sendiri maupun di tengah-tengah manusia.

Dalam ilmu bahasa, dikenal istilah bahasa tinggi dan bahasa rendah. Bahasa Arab dan Latin termasuk bahasa tinggi. Karenanya sistem pengetahuan manusia didasarkan pada bahasa-bahasa ini. Bahasa Indonesia termasuk bahasa rendah, lebih banyak menyerap kata dan istilah dari bahasa-bahasa lain ketimbang mempengaruhi bahasa-bahasa tersebut. Jadi jangan heran, bahasa Indonesia mudah rusak.

Sebelum Arab berkembang menjadi sebuah peradaban besar, huruf-huruf Arab amat sederhana bentuknya. Bahkan tidak mengenal titik dan baris untuk membedakan bunyi. Sejak kedatangan Islam dan berkembang hingga melewati teritori jazirah Arab, bangsa Arab mengalami interaksi yang tinggi dengan bangsa-bangsa di berbagai kawasan. Bangsa-bangsa non-Arab mulai menggunakan bahasa Arab, terutama dalam perdagangan dan administrasi negara. Sejak itu, untuk menghindari kesalahan pemakaian bahasa Arab oleh bangsa non-Arab (yang bisa berakibat fatal seperti menyebabkan perselisihan), diciptakanlah titik dan kemudian baris. Dan kemudian lahirlah Ilmu Nahwu. Dari ilmu ini berkembang berbagai cabang Sastra Arab. Dapat disimpulkan, bahwa bangsa Arab yang begitu mengagungkan keindahan sastrawi pada dasarnya tidak membutuhkan ilmu sastra untuk memahami sastra. Sudah inheren dalam budaya mereka. Nahwu
tercipta lebih untuk kepentingan non-Arab ketimbang bangsa Arab sendiri :)

Sastra Arab, kalau tidak salah terdiri dari 12 cabang ilmu, diantaranya Nahwu (grammar), Sharf (syntax), Balaaghah, Ma'aani, Bayaan, Imla' (dictation). Sepanjang pengetahuan saya, Balaaghah+Badi'+Maa'ni adalah satu kesatuan dalam yang dinamakan Ilmu Bayaan. Balaaghah menekankan pada ketersampaian & keindahan teks. Badi'menekankan keindahan teks. Maa'ni pada kejelasan makna teks tanpa peduli lagi pada penggunaan gaya bahasa yg berbunga-bunga. Ia tidak mempermasalahkan keindahan dan makna teks tapi lebih pada ketersampaian teks pada pemirsa / pembaca. Dapat disimpulkan bahwa pada pucuk-pucuk tertinggi sastra tidak lagi soal keindahan, tapi ketersampaian. Bila sebuah teks bisa dimengerti oleh pemirsanya berarti tercapailah ketinggian sastrawi.

Bahasa Arab cukup rumit. Kosakata Arab penuh dengan perubahan-perubahan sintaks. Ia mengenal istilah kosakata dasar (huruf-huruf yang membentuk kata) dan kosakata turunan (yang terimbuh dengan beberapa huruf tambahan). Setiap perubahan bunyi pada kata dasar
menyebabkan perubahan makna. Belum lagi perubahan bunyi yang disebabkan adanya imbuhan. Karenanya bahasa Arab, seperti halnya bahasa Latin, layak menjadi bahasa pengetahuan.

Melampaui permasalahan kata, kalimat dalam bahasa Arab diatur dalam sistem ketat bernama Ilmu Nahwu.

Di atas keseluruhan kerumitan itu, pada tingkat dasar, bahasa Arab amat mudah dipelajari. Terutama oleh bangsa-bangsa rumpun Melayu. Pola kalimatnya sama dengan bahasa Indonesia. Bahasa Arab hanya membagi waktu dalam 2 bentuk saja: Masa Lampau (Maadhi) dan Masa Sekarang (Mudhaari'). Tenses Inggris justru lebih rumit ketimbang Arab.

Ada koreksi ?

5.12.08

Silatnas, DN, reuni Akt2000, Dinner w Debi and touching SMS

: rangkuman aktivitas seminggu

DN, MOBILITAS KAUM SANTRI DAN MASYARAKAT MADANI
Belakangan ini, kondisi fisik saya tidak fit. Tanda-tandanya sudah terasa sejak Jumat minggu lalu. Hari Sabtu, saya usahakan juga datang ke Silatnas Gontor. Ini reunian akbar pertama yang saya ikuti. Tentu saja meski kurang fit, rasa antuasias memberi efek psikologis yang baik bagi kondisi badan saya. Minggu-nya saya datang ke Resepsi Kesyukuran 35th Pesantren Daarunnajah. Senior saya, Hadiyanto Arief (Dedy, 696) mengundang untuk hadir via facebook.

Tentu saja saya usahakan hadir pula. Pertama, DN di Ulu Jami' hanya 9 km dari kontrakan saya di Ciputat. Kedua, saya belum pernah masuk areal kampus DN. Lewat sih sering. Ketiga, saya tertarik untuk mempelajari pesantren "turunan" Gontor ini. Seperti ketertarikan saya pada banyak lembaga pendidikan yang tidak konvensional semacam Qaryah Tayyibah, Smart Ekskelasia, Insan Cendikia, SMU Madania, SMU Lazuardi dst

Apakah DN membawa serta semua aspek "genetis" Gontor? Ataukah ia menciptakan Gontor versinya sendiri: mengadopsi secara selektif format Gontor untuk mengakomodir tantangan ruang dan waktu. Ruang setidaknya berarti bahwa DN merupakan pesantren urban atau bahkan pesantren metropolitan. Berbeda dengan Gontor yang berada di lingkungan pedesaan 11km dari kota kecil Ponorogo (sub-urban atau masih rural ?). Waktu berarti ia memahami tantangan kekinian, menyiapkan santri-santrinya untuk tidak hanya bisa memasuki fakultas-fakultas agama dan ilmu-ilmu sosial, tapi juga ilmu-ilmu eksakta. Dengan demikian pola distribusi Kaum Santri ke dalam masyarakat lebih acak / merata / sporadis, tidak terkutub atau terkotak pada "habitat" alaminya. Di ujung alur pikir ini, kita bisa mengharapkan mobilitas sosio-ekonomi-politik Kaum Santri lebih dinamis karena mereka bisa menjadi determinan penting yang menggerakkan Middle Class, Civil Society, atau dalam terminologi yang lebih spesifik, Ummah atau Madani Society.

Konsep Middle Class berasal dari pengalaman Barat atau Western Europe. Konsep Civil Society berasal dari  Negara-Kota Roma. Konsep Ummah adalah elaborasi berabad-abad para sarjana muslim. Terminologi ini bahkan bisa kita temukan dalam buku-buku klasik pemikiran politik Islam. Konsep Madani Society atau Masyarakat Madinah, mungkin diturunkan dari konsep Ummah atau bisa juga dianggap sebagai counterthought terhadap konsep Civil Society mengingat Roma tidak lebih baik ketimbang Masyarakat Madinah-nya Nabi Muhammad.

Terminologi Madani Society kalau tidak salah dilontarkan pertama kali oleh Anwar Ibrahim yang juga pernah menerbitkan buku Asian Renaissance. Secara singkat bisa saya jelaskan bahwa Masyarakat Madinah adalah masyarakat kosmopolit - plural yang setidaknya terdiri dari 3 komunitas keagaamaan: Muslim (Anshar & Muhajirin), Kristen dan Yahudi.

Pluralitas ini diikat dengan social contract yang merupakan hukum tertulis pertama di muka bumi yang ditulis berdasarkan kesepakatan bersama, yaitu Piagam Madinah. Bagi anda yang bertahun-tahun dicekoki pelajaran sekolahan bahwa hukum tertulis pertama adalah Hukum Nebucadnezar di Babylonia, harus saya katakan bahwa Hukum Nebucadnezar adalah hukum yang ditetapkan seorang Raja, bukan atas kesepakatan yang memegang teguh prinsip equality, egalitarianism dst.

* * *

Sayangnya saya telat datang ke Resepsi DN. Saya pikir acaranya akan berlangsung seharian (dan membosankan :) Menurut jadwal, acaranya dimulai jam 10. Saya datang jam 11:14 dan acara sudah bubar. Hampir saja saya pulang kalau tidak melihat Ikbal, Sekretaris Ponpes DN yang saya kenal di PestaBlogger 2008. Ternyata ia dan teman-temannya sesama ustadz baca blog saya yang konyol ini. Akhirnya, saya dipersilahkan masuk ke Sekretariat DN untuk makan siang secara prasmanan. Padahal yang makan disana rata-rata Ustadz-ustadz senior dan alumni-alumni senior DN. Di ruang dalam saya juga melihat para kyai termasuk Kyai Gontor, KH. Dr. (Hons) Abdullah Syukri Zarkasyi, MA. Diantara sekian kritik saya terhadap kepemimpinan Pak Syukri di Gontor, saya tidak pernah lupa pada tagline wawancara beliau dengan Republika di halaman 2 koran itu. Entah terbitan Minggu atau Jumat di suatu hari di tahun 1996 / 1997. Tagline itu berbunyi: "Pendidikan adalah Politik Tertinggi." Menggugah !

Akhirnya saya sempat bincang-bincang sebentar dengan Akhi Dedy. Kesan pertama dia: "ada dimana-mana, ente !"
Hhhh, soalnya, saya juga ketemu dia tgl 23 Nov di PestaBlogger 2008; tgl 29 Nov di Silatnas.


BUKU DOA u DEBI
Siangnya, setelah membeli buku Doa Harian untuk Debi di Koperasi Pelajar DN, saya berangkat ke Masjid Agung Al-Azhar menemuinya yang sedang mengikuti ceramah mingguan. Isi buku itu kurang lebih pernah saya pelajari di Gontor dulu. Teman pertama saya sejak kuliah di Unand, 4 September 2000 ini memang sedang rajin-rajinnya belajar ngaji dan sudah lama meminta pada saya untuk menuliskan Wirid / Zikir yang biasa dibaca setelah shalat fardhu beserta terjemahan doa-doa tersebut. Yah, kalo nulisin doa-doa dalam bahasa Arab sih, hari itu juga bisa saya berikan ke dia. Tapi kalau harus menulis Arab lengkap dengan baris diatas, baris di bawah, baris di depan beserta terjemahannya, capek deeeehhh :D Apalagi harus ditulis dengan Khat / Kaligrafi Naskhi, font Arab standar. Saya sih maunya nulis dengan Khat Riq'ah yang lebih kurang itu berarti gaya tulisan stenografi para wartawan Arab. Pasti dia pusing bacanya :D


REUNI AKT2000
Sekitar jam 1430 kami sampai di Senayan City, nimbrung di reuni Akuntansi 2000 FE Unand, hasil inisiatif Yan Iswara. Lumayan, yang hadir Is, Diyana, Ochi, Alfi, Nurul plus Hesty dari Jogja dan Mega yang udah pulang duluan. I'm quite happy lah, mengingat reuni ini menghasilkan kesepakatan untuk menghidupkan silaturahmi / network teman-teman se-angkatan. Sebenarnya agak terlambat sih. Sejak kuliah dulu, Akuntansi angkatan 2000 sudah terpolarisasi sedemikian rupa. BP. Ganjil - BP. Genap. Belum lagi bergaulnya si Anu dengan si Anu saja. Saya sendiri juga tidak pandai bergaul ditambah lagi banyaknya hambatan-hambatan sosial macam ini. Akhirnya saya memilih untuk menjaga silaturahmi / network / sinergi diantara sesama anggota kelas ing2000 yang terdiri dari mahasiswa Manajemen 2000 dan Akuntansi 2000 plus segelintir mahasiswa EP 2000. 


DOWN TO ZERO & DHIE !
Kondisi saya memburuk di hari Selasa. Namun alhamdulillah, Mrs. Dhie, My Juliet, called me after years ! Long conversation. I cant stop her talking-teasing and she cant stop me laughing. Sudah jadi nyonya-nyonya tetap saja menyebalkan seperti dulu. Tidak pernah menang saya "berkelahi" dengannya. Awalnya sih suaranya halus merdu, tapi akhirnya keluar juga suara jeleknya itu. Manggil gw kaya' manggil kacungnya aja. Gak berubah. Tapi iya sih sejak punya anak, jadi tampak lebih keibuan. Hobi gardening? Ah, yang bener aja :D


DINNER w DEBI
Kamis malam saya diundang makan malam di selasar kos-kosan Debi di Cilandak, 8 km arah timur Ciputat. Sempat juga membayangkan Candle Light Dinner. Tapi nyatanya, di atas meja, ada panci nasi langsung dari Rice Cooker (hot from oven?), 2 piring makan yang gak matching bentuk dan warnanya. Satu wadah tupperware berisi Ayam Goreng Balado plus additional dish of sambal lado. Plus sayur dan mangga. Gaya duduk kita lebih parah lagi: ongkang-ongkang kaki atau duduk bersila di atas kursi a la orang lapau. Sama sekali tidak romantis !

Overall, ayam gorengnya enak bgt. Ayam kampung lagi. Sambal ladonya juga. Nasi goreng Hesty vs Ayam Goreng Debi? Mmmm.. no comment :)

Sayurnya standarlaaah, gw jg bisa bikin. Mangganya manis walau Debi tidak punya teknik motong mangga ala samurai yang elegan. Dan selalu saja kalau bertemu dengan gadis cerewet ini, saya susah pulang. Jam 0830 lewat. 0900 lewat. Dan Dayang temannya datang dari latihan Aikido. Hohohoho.. Aikido, Bushido, Zen ?

Akhirnya saya pulang jam 10 malam.


THE END OF DAYS

Jam 22.50, sebuah SMS masuk dari nomor tak dikenal: "Rabb, slimuti istirahat saudaraku ini dg Kmuliaan-Mu, hapuskn sgl ksusahan dr hatinya, bangunkan ia saat Tahajud-Mu tb, & Rahmati ia kala Subuh-Mu dtg mnyapa. -amin."

Touching! Pesan singkat ini benar-benar melengkapi recovery saya dari minggu berat ini. Setelah saya telpon balik, ternyata itu nomor anak kos saya yang cantik, lincah dan cerdas itu. My "little sister". Thx, sist. Bagi saya, ia seperti Adelina..

2.12.08

Blogging pk Microsot Word 2007 bs kok

Coba ngBlog pk Microsot Word 2007. Pst berhasil. Cuman masalahnya Mircrosot Opfice gak mobile sprt ScribeFire yg bs diunduh drmn saj akapan saja

ENTP manifesto !


29.11.08

Live update from Silatnas Gontor

0830 : Nyampe lokasi acara di Cendrawasih Room JCC. Rencananya datang lebih awal buat bantu2. Tapi apa yang dibantu lagi. Panitianya seabrek. Semuanya pake baju batik keren. Hohoho.. Lihat ada bus berisi ustadz-ustadz Senior langsung dari Gontor. Buset. Pasukannya lengkap nih. Plus puluhan santri senior 62008. Putra dan Putri. Wah gak nyangka acaranya bakal semeriah ini. Di luar ruangan, ada beberapa stand yang menampilkan produk-produknya: beberapa produk wirausaha, beberapa bank syariah, lembaga ZIS, perguruan tinggi ekonomi Islam dan karya2 seni. Plus tak ketinggalan di pojok ruangan diadakan Arabic Speech Contest dan (English) Telling Story untuk tingkat SMP/SMA/Pesantren untuk sebagai sub-acara. Di langit2 ruangan, spanduk-spanduk begitu banyak.

0900 : Sesuai jadwal acara dimulai. Peserta diminta masuk. Tapi acara kayak gini seakan-akan sekali seumur hidup. Semuanya pada reunian dengan teman-teman se-angkatannya.

0920 :
Akhirnya acara dimulai. Tapi tetep aja. Tidak ada yang mo duduk diam di tempat. Celingak celinguk nyari teman-temannya. Keadaan jadi "terkendali" ketika pembacaan ayat-ayat suci al-Qur'an. Otomatis semuanya duduk diam. Seakan sudah terprogram di chip kepala masing-masing. Tradisi..

Menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya & lagu (kebangsaan Gontorians:) Hymne Oh Pondokku. Indonesia Rayanya kurang khidmat karena gegap gempita. Soalnya ini acara reunian yg penuh haru. Hymne Oh Pondokku syahdu banget, seperti menyanyi dengan lirih. Beberapa hadirin sampe nangis.

Berikutnya beberapa sambutan. Kyai Syukri ngasih sambutan ringkas, padat. Artikulasi & retorikanya keren. Khas dia. Pengajar Mantiq/Ilmu Logika gw tuh. Hohoho.. sayangnya, isinya masih indoktrinasi di satu sisi, dan tasji'/support di sisi lain. Sorry ustadz.. some part of ur speech doesn't work in real world. Gontor tidak pernah berubah. Ia masih tenggelam pada kebesaran masa lalu. Ah, andai saja ustadz Syukri pernah kuliah di perguruan tinggi umum di fakultas umum seperti diriku. Dimana orang berkerenyit kening mendengar nama Gontor.

Mendikbud, Bambang Sudibyo ngasih sambutan. Panjaaang bgt. Plz deh, Pak. Anda sedang berhadapan dengan jago-jago pertunjukan, publik speakers. Mereka semua mengerti bahwa sambutan sepanjang itu hanya ada di zaman batu. Kuno

Pelantikan pengurus IKPM Cab. DKI Jakarta (ikatan alumni gontor). Plz, deh. Kayaknya gak pas aja di acara sebesar ini diadakan pelantikan itu.

1030 :
Kyai Syukri, Dien Syamsuddin, Habib Khirzin tampil bersama dalam format diskusi panel. Saya gak terlalu mengikuti pembicaraan mereka. Tapi intinya tentang peranan alumni di masyarakat. Saya sibuk dengan kamera Canon ZLSR punya Himawan. Keluar masuk ruangan. Rupanya yang ngobrol sambil berdiri di luar ruangan hampir sama banyaknya dengan yang di dalam. Ya, kapan lagi bisa ngumpul2 selengkap ini.

1220 : Istirahat


SALUT BUAT PANITIA serta dukungan Pesantren Darunnajah serta paduan suaranya, Akhi Dedy dkk. Putra mahkota Daarunnajah ini emang keren & down to earth. Sip !


25.11.08

Ming

+ : Ah, Ming, gak dewasa, nih
- : Aku gak mau dewasa, Sonniiii..
(a conversation, years ago)

Namanya Ming Aswaty Halim. Satu dari 2 anggota kelas Ing yang non-muslim selain Petronela Somi Kedan yang asli Flores itu. Seperti Nela, Ming jarang hadir dalam kumpul-kumpul kelas Ing, terutama yang berhubungan dengan makan-makan dan buka puasa. Mungkin keduanya menganggap buka puasa adalah bagian dari ritual muslim. Padahal seringkali itu lebih merupakan acara makan & bincang-bincang yang memang kadang diselingi dengan sedikit ceramah agama bila acaranya diadakan di rumah salah satu anggota kelas Ing. Tapi nyatanya buka puasa (dan reuni) lebih sering dilakukan di tempat-tempat "netral," seperti rumah makan kaki lima di Jalan Pattimura; Malabar di Pondok, kafe Mentawai Surf di Jati. Pernah juga reunian di Restoran Pak Haji di Damar.

Saya memang antusias punya teman non-muslim. Kalau sama Nela kadang ngomong soal sastra dan teologi, maka sama Ming saya suka bicara hal-hal ringan saja untuk memicu ketawa kanak-kanaknya itu. Ya ! Suaranya yang kecil sedikit melengking seperti anak-anak itu tidak pernah berubah hingga saat ini. Ditambah lagi kesukaannya pada komik-komik Jepang. Dan wajahnya yang mirip tokoh komik. Suara, wajah dan hobi. Ia benar-benar komikal ! Dan sisi diri saya yang kanak-kanak menyukainya.

Harus saya akui sekarang bahwa saya berusaha mencari alasan untuk datang ke rumahnya di kawasan Pondok / Pecinan Padang itu. Ya, karena ia menarik, Buddhis, peranakan Tionghoa dan bagi saya ia pengalaman baru. Sama halnya saya suka bersepeda di Minggu pagi, menyusuri Pantai Padang hingga Kota Tua / Padang Lama dan berakhir di pelataran Klenteng, menikmati jernihnya air kolam dan memandangi ikan-ikan mas, mujair (dan koi?) yang berenang bebas. Kesemuanya adalah daerah jelajah saya bersama teman-teman semasa kecil. (Dan teman-teman kecil saya dulu, saat ini lebih sering molor sampai siang di hari Minggu karena hobi begadang).



Saya baru tahu betapa sepinya hidup Ming ketika datang di rumahnya.  Ketika masuk rumah, saya mendapati altar doa, dupa & hio. Saya selalu memandang altar itu dengan takzim, mengingatkan saya pada serial tv Oshin atau novel Musashi. Saya menaruh semacam rasa hormat yang aneh terhadap Buddha, Lao Tse dan Taoism. Mungkin melebihi rasa hormat saya terhadap agama-agama Semitik. Mungkin karena aroma konflik yang selalu ada di antara sesama agama-agama Semitik. Mungkin karena agama atau kepercayaan yang dianut bangsa-bangsa Timur Jauh berikut tradisi asketiknya terasa dekat dengan sufisme atau tasawwuf. Atau mungkin saya memandang Timur Jauh sebagai eksotik, cara pandang yang mungkin sedikit beraroma Orientalism.

* * *

Dan apalagi alasan saya untuk datang sendirian ke rumah Ming kalau bukan urusan komputer. Kalau tidak salah, waktu itu dia punya komputer baru dengan Prosesor Pentium 4, frekuensi 1 GHz. Prosesor yang merupakan lompatan besar dalam dunia semi konduktor dan teknologi nano. Orang bilang 1 GigaHertz atau 1000 MHz adalah angka psikologis karena sejak itu teknologi nano, terutama untuk kebutuhan personal (PC / Laptop) berkembang pesat. Dan lagi, tahun 2000 adalah tahun pertama saya belajar komputer secara otodidak. Saya takjub dengan Windows Millenium yang ter-install di komputernya. Begitu cantik dibanding Windows 98 di komputer saya, yang meski reliable, tampilannya agak kaku.

Di kemudian hari, sebelum mengenal Linux, saya cukup fanatik dengan WinME ketika orang lain sudah menggunakan Windows XP. Pertama, karena komputer saya cuman Pentium 3 768MHz. Bisa sih diinstallkan Windows XP tapi jadi lebih lambat. Lagian saya tidak nyaman berhadapan dengan komputer lelet. Saya kan tweak freak! :) Kedua, di Windows ME saya tetap bisa menggunakan flash disk dan tidak wajib menginstall Program Antivirus. Saya memang suka bermain-main dengan virus. Toh, saya juga virus. Sesama virus dilarang saling menvirusi :D


* * *

Rumah Ming memang menyenangkan untuk dikunjungi. Terutama kalau pohon Jambu di pekarangannya sedang berbuah. Teman-teman Ing sering menanyakan pohon Jambu itu ke Ming. Dasar.. :D Iya sih, rumahnya terlalu jauh untuk sering-sering dikunjungi. Tinggal panjat dikit, dapet deh buahnya. Atau silahkan lompat-lompat sampe capek.. :p


* * *

Januari 2007, setelah bertahun-tahun, saya bertemu 5 menit dengan Ming di Cengkareng. Saat itu ia bersama seorang rekannya hendak pulang ke Padang. Masih dalam pakaian kantor, saya takjub dengan penampilannya yang dewasa. Saya waktu itu hendak pulang ke Padang dengan pesawat berbeda setelah perjalanan jauh hingga kota Kediri itu.

Dua minggu lalu, saya baru menyadari bahwa Ming masih seperti dulu. Suara, ketawa, dan hobinya tidak berubah. Hanya tampak lebih cantik (dan tambah tinggi? Masih dalam tahap pertumbuhan? :) Saya bertemu dengannya di Indonesia Book Fair 2008 bersama Didi dan Randi. Ketika saya dan Ming asyik berburu novel diskon, Didi dan Randi menghilang dan ternyata duduk ngobrol di Foodcourt di lantai 2 Jakarta Convention Center. Akhirnya, saya hanya berdua dengan Ming. Dan begitulah kami menyusuri stand demi stand dan "menghindar" dari stand penerbit buku-buku Islam. Saya jadi ingat gayanya yang ogah rugi itu. Ketika liat komik dijual murah Rp 5000 saya tawarkan ke Ming. Dia bilang di Gramedia GajahMada hanya Rp 3000 / eks. Ketika liat novel bagus lagi diskon, dia bilang bisa dipinjam kok di Taman Bacaan.

Hahaha.. begitulah Ming. Anda bisa menemukannya dengan mudah di taman bacaan. Cukup duduk baca-baca di sebuah Taman Bacaan terlengkap di kawasan Pondok / Pecinan Padang di hari Sabtu atau Minggu, dan Ming akan muncul: meminjam seabrek komik dan kabur. Tapi itu duluuu...

Tidak seperti Debi yang bisa main sampe Plaza Semanggi, Ming taunya cuman Gajah Mada, Glodok dan Mangga Dua. Dasar preman Pondok. Dan sampe sekarang tetep saja hanya bisa masak air. Itu pun hangus :p


Catatan kecik:

Komik-komik kesukaan saya:

Samurai & Ashura, Masatoshi Kawahara.
Samurai punya latar belakang sejarah aliran Karate Enmei. Di beberapa bagian, komik ini menyinggung beberapa peristiwa besar dalam sejarah Jepang. Terutama terkait dengan beberapa nama besar, seperti Musashi, Hideyoshi, Nobunaga dst.. Untuk pertama kalinya saya belajar sejarah Jepang lewat komik ini. Teknik grafis Masatoshi-san emang unik dibanding manga Jepang lainnya. Ia seperti menggambar tokoh-tokohnya dengan ujung pedang: luwes & penuh garis-garis tajam & bebas. Benar-benar komikus berkarakter. Belakangan ini saya kecewa dengan kenyataan bahwa Samurai & Ashura diterbitkan ulang oleh penerbit lain (bukan Elex MK) dengan kualitas kertas dan tinta cetak yang jelek.

The Return of Condor Heroes,
Lie Chi Ching (grafis) & Jin Yong (narasi)
Komik dalam format A5, cetakan hitam putih ini bagi saya adalah versi terbaik dari TROCH. Selain karena grafisnya yang natural, adegan pertarungannya juga natural. Ditambah lagi, kepiawaian naratornya, JY. Ada lagi versi lain TROCH yang grafisnya dikerjakan oleh Tony Wong. Bagi saya, TW tidak pantas menangani komik berlatar sejarah. Gaya grafisnya terlalu berlebihan.

Pendekar Hina Kelana,
Lie Chi Ching (grafis) & Jin Yong (narasi)
Komik dengan grafis yang sealiran dengan TROCH-nya JY ini bercerita tentang sejarah 4 perguruan pedang di Tiongkok. Dalam beberapa bagian, saya menemukan kesamaan dengan novel-novel Kho Ping Hoo. Agak membingungkan. Mungkin hanya kesamaan nama-nama tokoh-tokohnya saja, tidak alur ceritanya.

Saya juga membaca beberapa komik Tony Wong, mulai dari Tapak Sakti, Pukulan Geledek, Heroes, Pedang Mahadewa, Long Hu Men. Tapi yang berkesan bagi saya cuman versi lama dari Long Hu Men, yaitu Tiger Wong

Diluar semua itu saya juga generasi pembaca komik-komik silat Indonesia yang hitam putih & tebel-tebel itu. Si Buta dari Gua Hantu dkk. Yang menyebalkan hanya bahwa pendekar-pendekar Indonesia-nya terlalu hebat dibanding musuh-musuhnya. Jadi jalan ceritanya kurang menarik.


Kungfu Boy?
Kurang suka tuh :D

22.11.08

Live update from Pesta Blogger 2008

0815 : Kenalan sama asisten Ust. Shofwan Manaf dari Darunnajah. Tapi segan kenalan sama Ust. Shofwan. Padahal sama-sama aktif di milis Gontorians & Dunia Blog. Soalnya saya pake celana pendek :D

0835 : Registrasi ulang dibuka, telat 20 menit dari yang tertera di pengumuman depan pintu.

0850 : Staf Menristek minta panitia menyiapkan laptop berbasis OpenSource (Linux, *Nix family) yang dibawanya untuk disambungkan ke screen.

0920 : Barusan ngecek posting terbaru blog panitia. Petunjuk arah dan peta lokasi baru di-post tadi malam. Jam 9 tadi malam saya online posting penting kayak gini belum juga ada. Padahal pesertanya mencapai 1500-an orang dari seluruh Indonesia. Setidaknya, seminggu sebelum ini lah. Konyolnya peta-nya menggunakan Google Map embedded. Oh, Plz deh Panitia. Lo pikir bandwith Indonesia ini kayak Amerika. Ya kasih jugalah peta still picture laaah. Cape' deeeh.. Contohnya ni niiih, peta untuk Didi. Udah segamblang itu aja masih aja bloon dia :D

0920 : Bandwith hotspot internet gratisan dari Speedy ini kurang kenceng. Plz deh, Speeeedaaa, tunjukkan mukamu di depan para blogger & penggila internet. Bermurah hatilah sehari saja. Kasih dong BANDWITH GROSIRAN / GRONTONGAN ! 1 MBps kayak bandwith untuk KPU 2004 dulu ? Kuraaannggg. Pesertanya 1500. Idealnya, Bandwithnya 1500 x 32 kbps = 48 Mbps. Yaah, 8Mbps dedicated laaah..



0935 : Internet hotspot speedy mati hingga 40 menit. LAN nya sih hidup. Memalukan :D


Blog panitia :

Susunan acara
Lokasi acara

Pesta Blogger 2008: rencana pribadi, panitia & borjuasi

Rencana saya memakai celana pendek, baju kaos lusuh & sandal jepit ke Pesta Blogger 2008 berantakan. Celananya di rumah tante di Ciledug, kaosnya di Ciputat, dan untuk suatu keperluan Jumat malam saya terburu-buru ke Depok. Pun, sudah lama saya tidak jadi-jadi weekend di Depok. Akhirnya sampai Sonokembang, Depok jam 22.15, ngobrol dengan istri sepupu & kemudian sepupu sampai jam 23.30 dan beres-beres untuk acara besok 1/2 jam. Bangun pas adzan Subuh, sampai di mesjid orang sudah zikir ba'da shalat.



Akhirnya saya meminjam celana pendek & kaos dari sepupu plus sepatu kantoran saya yang match juga untuk berpetualang. Tapi penampilan saya bukannya seperti kaum proletar, malah borjuis. Ckckckck.. Besok saya mau pergi ke musium di Medan Merdeka Barat (silang Monas) dan Musium Fatahillah di kota. Jadi di tas saya ada pakaian ganti serta sikat gigi. Rencananya mo nginap di rumah teman di Kebon Kacang atau Dewi Sartika Cawang (atau ke kos seseorang di Salemba?). Rencana oh rencana..

Tapi sepertinya bukan saya saja yang berantakan hari ini. Tepat jam 0635 saya sudah sampai di lokasi PB2008, Gedung BPPT. Tak satupun panitia yang tampak batang hidungnya. (Mungkin hidungnya patah belum dioperasi plastik seperti saya :). Lima belas menit kemudian datang seorang panitia dan ia sendirian hingga jam 0740. Lebih parahnya lagi tidak tampak tanda-tanda ada acara akbar di Gedung 2 BPPT ini. Sejak pintu masuk yang ada hanya umbul-umbul Telkomsel sebagai salah satu sponsor. Petunjuk arah pun tak ada.

Saya jadi ingat dengan Kyai Hasan. Kalau acara sebesar ini sama sekali tidak dipersiapkan dengan matang, beliau bisa mencak-mencak. Pertama, karena itu tidak baik. Kedua, bukan level beliau marah-marah untuk acara sekelas ini. Pernah suatu ketika beliau datang terlambat menghadiri Public Speaking Contest dan acara belum juga dimulai. Beliau marah-marah dan langsung pulang. Beliau bilang, hadir atau tidaknya beliau tidak harus membuat acara ini ditunda. The show must go on. Kalau tidak salah, sebagai hukuman pada panitia, acaranya dibubarkan malam itu, dan harus diulang lagi minggu depan. Benar-benar mendidik !

Yah, setidaknya harus ada panitia PB2008 yang stand by di lokasi acara. Pesertanya kan dari seluruh Indonesia. Bagaimana kalau ada peserta yang jauh-jauh dari Papua trus tidak melihat tanda-tanda acara dan pulanglah ia dengan gusar. Kasihan sekali panitia yang baru datang itu harus beres-beres sendirian.


posted at 0805 wib

elite minority, ing, and friendship

: a tribute to Pak De, Prof. Syafrizal, Former Dean of FE UNAND, d father of Ing

Beliau mungkin hanya seorang dosen biasa. Generasi awal FE Unand. Ayah saya bahkan pernah diajar oleh beliau. Kebetulan menjabat Dekan selama 2 periode. Terakhir, Pak De atau Pak Syaf, diangkat sebagai profesor untuk studi Ekonomi Regional. Entah berapa kali beliau bicara soal AFTA, mengingatkan bahwa disaat batas-batas negara hanya menyangkut soal politik saja, arus tenaga kerja asing adalah efek berikutnya dari globalisasi.

Beliau yang menyelesaikan studi masternya di Filipina, kalau tidak salah pernah mengungkapkan bahwa tenaga kerja Filipina adalah orang-orang cerdas, berbahasa Inggris dengan baik dan yang terpenting, bersedia digaji murah. Nah, mungkin itu sebabnya beliau berinisiatif menciptakan sebuah kelas yang menggunakan bahasa pengantar dan buku teks berbahasa
Inggris. Boleh jadi Kelas Inggris atau sekarang diformat sebagai menjadi Kelas Internasional adalah warisan terpenting era kepemimpinan beliau selama menjabat Dekan.



reuni at Rome ? yuuukk..



Kelas Ing adalah kelas pertama (pionir) berbahasa Inggris di luar fakultas sastra di kampus mana pun di luar Jawa. Dimulai sejak tahun 1997 dengan segala keterbatasan, termasuk kemampuan lisan bahasa Inggris pengajarnya. Karenanya dosen yang mengajar kelas ini tidak banyak. Beberapa dosen pernah mengajar kami 2 -3 untuk mata kuliah berbeda sehingga cukup akrab. Saya sendiri masuk ke kelas ini untuk belajar bahasa Inggris dan yang lebih penting, saya tidak terbiasa dengan kerumunan. Mungkin karena saya tak pandai berkawan. Mungkin karena saya sudah 7 tahun merantau dan asing dengan cara bergaul kampung sendiri. Asing dengan pola bahasanya.


Mungkin juga karena saya tertarik dengan pikiran-pikiran Ahmad Wahib tentang elite minority. Cak Nur, kalau tidak salah ingat, dalam acara Nostalgia, acara puncak Peringatan 70 tahun PM Gontor di tahun 1996 pernah menjelaskan tentang elite minority. Ia menganalogikannya dengan tombol, ruangan dan lampu. Tombol = Elite minority. Ruangan = society / floating mass. Dan lampu = authority. Elit disini tidak sama dengan elitis atau elitism. Elitisme memang jelek karena itu juga semacam eksklusivisme.

Minoritas elit adalah sekumpulan orang berjumlah sedikit yang "berbeda" dengan masyarakat umum. Dalam konteks tertentu mereka punya budaya sendiri atau bisa jadi menantang budaya mainstream: menciptakan budaya tanding. Apa yang diterima secara taken for granted oleh masyarakat umum, belum tentu begitu menurut minoritas elit. Pada akhirnya, karena kemauan berkumpul dan mengembangkan diri secara bersama, mereka merebut otoritas untuk menentukan gelap-terangnya segala sesuatu.

Cina Komunis, pada dasarnya didirikan oleh sekumpulan kaum muda yang giat berdiskusi di sebuah ruangan sempit. Lalu pikiran-pikiran itu diinterpretasikan menjadi aksi. Adam Smith - Karl Marx - Freud - Darwin adalah Yahudi, sebuah bangsa kecil dengan ambisi besar. Merekalah grand designer Dunia Modern yang kita kenal saat ini. Terlepas dari teori konspirasi dan data-data sejarah yang mengendap di ruang-ruang gelap, faktanya Yahudi atau lebih tepatnya gerakan Zionis menguasai pusat-pusat keuangan dunia, mulai dari Frankfurt, Zurich, New York, Singapura, hingga yang teranyar Dubai. George Soros seringkali berhasil bermain uang karena dianggap selalu bisa "mendahului kurva." Menurut saya, itu karena dia selalu punya "informasi" yang mendahului peristiwa-peristiwa.

* * *




Anak-anak Ing seringkali disalahpahami oleh teman-teman reguler. Kami dianggap tidak gaul, eksklusif dan seterusnya. Masalahnya lebih karena jarang bertemu. Yan Iswara baru tahu kalau Debi orangnya malu-maluin. Is - Armen - Pa' Let dkk (Akt Ganjil) baru tau kalau saya cocok berteman dengan mereka ketimbang cowok-cowok Akt Genap yang "rapi-rapi" semacam Alfi - Randi cs. Saya selalu saja ingat olok-olokan tajam si Armen tentang ke-udik-an saya. (Apa tidak sebaliknya, Armen yang udik?). Dan Armen ternyata ingat saya yang nolong dia bikin account Friendster padahal saya sudah lupa tuh. Sialnya, mereka tidak pernah bisa lupa insiden "memory card PS" yang memalukan itu. Tidak memalukan sih, hanya saja saya bertanya ke orang yang salah. Habislah saya diolok-olok.

Overall, kelas Ing menyenangkan. Karena kelas ini bukan semacam floating mass, Ing2000 sebagai sebuah komunitas tetep solid hingga saat ini. Thx for Debi atas kehandalannya menyelesaikan urusan hutang-piutang fotokopian buku dan kontak-mengontak. Thx for Ai, yang seringkali menyediakan rumahnya untuk kumpul-kumpul. For Hesty, our chef. For Didi yang rajin menelpon sana-sini, jadi pusat informasi (dan gosip). For everyone, i cant mention one by one who makes this community colorfull..

21.11.08

Lintang dalam diriku.. (2)

Lintang tak lagi pandai melukis, Ibunda..


Aku seringkali terpukau bila dosen tersayang, Ibuk Anurlis Abbas, MA masuk kelas, melukis kurva, menjelaskannya dlm bahasa Inggris yang "aduhai," & mulai menulis angka-angka Microeconomics. Lukisan kurva, kata-kata dan angka-angka. Oh, betapa pandai ibunda bermain sulap !




Dan ketika angka-angka disodorkan pada kami untuk disulap jadi kurva, aku tergagap. Aku tak pandai bermain sulap, Ibunda. Lintang sudah berkubur di jiwaku 5 tahun lalu, ketika mata pelajaran di kelas 3 Gontor (3 SMP) menjadi begitu sulit, dan aku tidak bisa lagi fokus pada eksakta. (Dan lagi, Gontor tidak concern dengan eksakta.)

* * *

Saat kelas 6 SD, beberapa bulan sebelum Ebtanas, orang tuaku memintaku pergi ke Gontor bersama sepasang anak dan ibu, kerabat kami, yang pergi menghadiri yudisium kelulusan anaknya. Tahun-tahun sebelumnya selembar surat keterangan sudah duduk di kelas 6 SD sudah cukup untuk bisa masuk Gontor karena perbedaan kalender akademis. Bila sekolah pemerintah menggunakan Kalender Akademik Agustus - Juli, maka Gontor menggunakan kalender Syawwal - Ramadhan.

Rupanya tahun itu sudah tidak diperbolehkan lagi menggunakan surat keterangan tersebut. Artinya jeda waktu antara tamat SD hingga masa tahun ajaran baru di Gontor harus digunakan calon santri untuk nyantri di pesantren-pesantren kecil. Dan aku memilih meneruskan bersekolah di SMPN 1 Padang.

Dan orang tuaku dengan mimpi-mimpi Timur Tengah-nya itu masih saja merayuku masuk Gontor. Akhirnya aku, bocah ingusan itu, tak berdaya. Ia kemudian menuruti kemauan orang tuanya padahal hanya beberapa minggu lagi ujian semester II kelas 1 SMP. Selama masa ujian masuk Gontor, ia hanya butuh belajar dikte Arab saja dan hafalan ayat-ayat pendek. Kesibukan lainnya adalah mengajar teman-temannya soal-soal berhitung (aritmatika) yang akan diujikan.

Dan ketika namanya dibacakan sebagai yang lulus ujian, ia hampir tidak merasakan euforia. Jangankan ujian kelulusan yang mudah itu, Ebtanas pun ia lalui tanpa perasaan tertentu. Akhirnya, menyesuaikan diri dengan tradisi, ia ikut bersujud syukur, dengan rasa syukur yang entah ada atau tidak.

* * *

Demikianlah. Di saat liburan panjang kelas 3 Gontor, ia mengeluh pada ibunya bahwa ingin sekolah di SMA saja. Dan jawaban ibunya sungguh memilukan: ia boleh masuk SMA tapi di Bandung, tidak di Padang. Artinya, tidak lulus sampai kelas 6 Gontor adalah aib, dan karena itu ia harus "diasingkan." Oh, bocah yang malang. Andai saja ia menerima menjalani masa pengasingan di Bandung, mungkin ia masih bisa menjadi Lintang seperti dahulu. Tapi ia hanya bocah ingusan tak berdaya.

Akhirnya ia kembali ke Gontor, menjalani kelas 4, melupakan bahwa ia pernah jatuh cinta pada eksakta. Lintang berkubur di jiwanya. Hingga suatu saat, Tunis memanggilnya menjadi anggota ITQAN (penerbitan majalah, penulis) dan kemudian FP2WS (klub diskusi, pemikir). Ia seperti menemukan obat luka hatinya. Ia tiba-tiba saja jatuh cinta pada ilmu-ilmu sosial.

1,5 tahun kemudian, beberapa bulan menjelang Yudisium kelulusan kelas 6, perkenalannya dengan pikiran-pikiran Kuntowijoyo, membawanya pada kesimpulan: bahwa ekonomi-lah Panglima, bukan politik. Kunto memaparkan 3 strategi perjuangan: struktural, kultural dan mobilitas sosial. Bagi Kunto yang terpenting adalah kultural & mobilitas sosial. Dan menurut bocah yang tak lagi ingusan itu, ekonomi-lah solusi untuk mewujudkan kedua strategi itu.

Dan melangkahlah ia ke fakultas ekonomi dengan penuh ragu. Apakah Lintang masih bisa hidup lagi?
Ternyata, bahkan berurusan dengan "debet - kredit" saja ia tak cakap..

Ia tak lagi peduli mimpi-mimpi Timur Tengah orang tuanya. Ia memeluk mimpi-mimpinya sendiri. Entah sampai entah tidak..


Catatan kecik :
Belakangan aku baru tahu, temanku Harpro Asra Omika, juga merasakan bahwa Gontor tidak concern dengan eksakta. Ia kemudian bersekolah di SMAN 3 Padang, giat di Rohis dan menjadi Ketua OSIS. Harpro yang lahir di Hari Proklamasi itu, kuliah di Teknik Elektro ITB, lalu bekerja di Nokia - Siemen Networks.

Gontor lebih tepat untuk mereka yang akan melanjutkan kuliah di bidang studi ilmu-ilmu keislaman dan ilmu-ilmu sosial. Gontor punya 2 perpustakaan yang kaya dengan buku-buku yang biasa dibaca kalangan mahasiswa. Teman-teman yang kuliah di IAIN bahkan menjalani 2 tahun pertama mereka di bangku kuliah dengan santai. Menurut mereka seperti mengulang pelajaran di Gontor. Beberapa di antara mereka bahkan sering tidak masuk mata kuliah Bahasa Arab. Ada yang karena bosan, ada yang karena lelah berdebat dengan dosennya :)

Gontor adalah wadah yang tepat bagi mereka yang ingin menjadi pemimpin politik. Bahkan menjadi ketua kelas pun bisa dianggap sebagai karir politik pertama. Di Gontor, aku tidak pernah terpilih sebagai ketua kelas :D


20.11.08

at a center of Capitalism (2)

Neoliberalism, Globalization and Bubble - Roller Coaster Economics

Minggu kemarin saya membeli beberapa komputer. Dan menyebalkan bahwa harga barang-barang impor itu berfluktuasi sedemikian cepat. Dua minggu lalu, toko-toko komputer masih menggunakan kurs Rp 11.500 / dollar. Kemarin Rp 12.200 / dollar. Saya jadi ingat beberapa tahun yang lalu pernah membantu teman membeli komputer dalam kurs Rp 8.700 / dollar. Tepat seminggu sesudah itu, kurs mendekati Rp 10.000. Gaji kita secara nominal memang tidak berkurang, tapi secara moneter menurun drastis. Lebih parah lagi, kata ayah saya, di zaman Soekarno nilai mata uang rupiah secara moneter tergunting jadi setengahnya.

Kalau gak salah, saya & teman itu beli komputer di era Rezim Gus Dur, pemerintahan yang tidak hanya tidak mampu menyelesaikan masalah, malah memproduksi masalahnya sendiri. Pemikir konyol semacam itu sebaiknya tidak jadi presiden. Plato salah kalo bilang yang paling pantas jadi presiden itu seorang filsuf. Filsuf itu pertapa, cukuplah ia berada di ketinggian. Tidak usah menghinakan diri dengan menjadi seorang presiden. Seperti Einstein, ia memilih matematika ketimbang jadi presiden Israel.

Saya juga tidak bisa menyalahkan pemilik toko itu. Meski ia membeli saat kurs di bawah Rp 9.000 / dollar, ia tetap saja tidak secure. Dan saya juga tidak bisa menyalahkan diri sendiri karena membutuhkan komputer baru di saat yang tidak tepat. Kami hanyalah korban sebuah struktur. Struktur menindas bernama kapitalisme. Ironisnya lagi, struktur itu mengglobal lewat globalisasi uang dan barang secara ekonomi - politik.

Secara budaya, globalisasi berarti westernisasi, penyeragaman taste. Pada satu titik ia merayakan demokrasi liberal, pasar bebas, inklusivisme, dan kebebasan individu. Tapi di titik lain ia berarti ekslusivisme: modernisasi berarti westernisasi, westernisasi adalah modernisasi. Food, fashion, fun (3F). Mac Donalds, Macintosh, Mac Gyver (3M). Pada satu titik ia menyatakan kebebasan pers adalah pilar keempat demokrasi. Pada titik lain, jejaring korporasi mengkooptasi media lewat kepemilikan oligopolik dan bermain mata dengan Gedung Putih. Parlemen Amerika memang tampak mencerminkan kebebasan berpendapat, tapi ditilik lagi ia hanyalah sebuah sirkus dimana suara-suara kritis terperangkap dalam sunyi. Sejak New Left kehilangan posisi politiknya, Partai Republik dan Demokrat hanyalah 2 pemain sirkus yang bermain mata. Semacam 2 polisi yang memainkan drama "Bad Cop - Good Cop." Dan pesakitannya adalah--siapa yang dalam bahasa hegemonik disebut sebagai--the rest of the world. Sisa dunia. Istilah geopolitis yang mencerminkan eurocentric, chauvinism, machiavellism. Rasis.

* * *

Sudah lama saya jarang membaca koran. TV pun tiada. Cuman radio. Maklum anak kos :) Artinya saya banyak ketinggalan informasi terkini yang mungkin lebih kurang itu berarti FENOMENA terkini. Saya menyerap informasi lebih sering dari mendengarkan obrolan teman-teman; menyimak saat briefing ringan atau acara makan siang dengan Boss. Ia memang berurusan dengan perkara terkini dalam dunia keuangan. Saya beruntung punya Boss seperti dia: menjelaskan fenomena krisis subprime mortgage ; memperkaya ulasannya dengan teori-teori, informasi dari media dan informasi terbatas yang beredar di antara sesama top executive. Ia semacam dosen plus. Plus kemauan untuk tidak textbook dan rajin memperhatikan fenomena.

* * *

Di atas seluruh fenomena krisis subprime mortgage, substansinya tetap sama: bahwa kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi roller coaster, penumpangnya tidak tahu kapan menaik, menurun, menikung. Jangankan penumpang, pengemudinya juga tidak tahu. Prediksi-prediksi analis, kecanggihan ekonometrik, keajaiban compound interest rate, dunia derivatif, ilmu management, marketing yang manipulatif kehilangan wibawanya di tengah krisis ini. Tidak ada lagi yang bisa dipercaya. Jangankan orang awan, orang-orang dunia keuangan selalu was-was, panik, histeria, dan mudah terpengaruh euphoria. Semua logika kapitalisme dan finance benar-benar dihancurkan oleh krisis ini. Homo Homini Lupus, Zero - Sum Game, Time value of money, fungsi uang (alat atau komoditas ?), fiat money, market effeciency, agency problem, moral hazard, dan akhirnya ethic.

Ditambah lagi sejak era Milton Friedman dan Jhon Nash disembah. Bretton Woods System, Washington Consensus dan IMF - World Bank - WTO lahir. Sejak Alan Greenspan menjadi Gubernur The Fed--dan bertampuk bak raja di tengah demokrasi liberal--selama 3 dekade, roaller coaster itu berubah lebih gila: Bubble Economy. Saya kesal bahwa keputusan apapun di Republik merdeka ini harus selalu menunggu pengumuman hasil rapat Dewan Gubernur The Fed. Juga bahwa pers selalu menggunakan istilah GLOBAL terhadap krisis subprime mortgage. The rest of the world do nothing with this crisis !!!

Rasanya baru kemarin dosen saya bilang bahwa investasi terbaik adalah
di bidang properti. Rasanya baru kemarin Francis Fukuyama merayakan
kehancuran Uni Soviet dengan menulis The End of History. Sama halnya
ketika Jhon Naisbitt yang ngaku futorolog itu memuji-muji negara-negara
Asia Tenggara dan Timur Jauh sebagai Macan Asia dan tidak lebih satu
dekade kemudian Krisis Moneter melanda kawasan ini. Dan saat itu tak
ada yang mengatakan krisis itu sebagai krisis GLOBAL.

Kerakusan, keserakahan Amerika lah yang menimbulkan krisis ini. Mereka kira kecanggihan matematika dan kemajuan teknologi komputer bisa menyelamatkan mereka dari akibat keserakahan itu. Sama halnya ketika Karl Marx membumbui Teori-teori Ekonomi-nya dengan persamaan matematika yang bertakik-takik. Seluruh kecanggihan matematis Marx pada akhirnya hanya untuk membuktikan bahwa kesimpulannya salah! Dan masyarakat tanpa kelas hanya utopia. Bagaimana mungkin sebuah dunia yang lebih adil dibangun diatas pembantaian, gunungan mayat-mayat dan bau anyir darah? Revolusi Boshelvik, Maoisme, Killing Field-nya Pol Pot.

Pada akhirnya saya harus menyerang para ekonom. Bahwa otak mereka itu tidak pernah berpikir keluar dari kotak ilmu ekonomi kapitalistik. Senyata-nyatanya teori-teori mereka sudah gagal. Bahwa kapitalisme sudah berulang kali gagal sejak Great Depression hingga era Neoliberalism. Sektor keuangan menggelembung sedemikian besarnya tanpa mampu diikuti perkembangan sektor riil.

Kapitalisme, sejatinya, baru berusia 3 abad sejak Adam Smith menulis The Wealth of Nation. Ekonomi Islam sebagai budaya, belum sebagai sistem pengetahuan, membuktikan kemampuan & keadilannya selama masa keemasan peradaban muslim: 7 abad terhitung sejak Nabi Muhammad menerima wahyu.

Akhirnya, sistem pengetahuan kita harus kembali mengkaji ulang sumber-sumber agama (apa saja) dan kearifan-kearifan lokal (local wisdoms) untuk memperbaiki sistem ekonomi kita. Dan semuanya tentu harus bermuara pada matematika. Sayang, Lintang sudah lama berkubur di jiwaku. Kalau tidak, sudah ku bantai ekonom-ekonom itu !!!


Another perspective: Mimpi by Himawan

Bacaan lanjutan : (googling & wiking aja)
Satanic Finance,
Gold Dinar, Sistem Moneter yang stabil dan berkeadilan
Postcolonial Theory, Dependency Theory
Amartya Sen, Edward W Said, Noam Chomsky, Stiglitz,

17.11.08

Anak Bundo jo Adiak Ambo





btw, Bundo jo Ambo baa ?
:D

fs: scheduled maintenance ?

adapaini? adapaini?

Friendster scheduled maintenance smp berhari-hari? Ada 2 kemungkinan. Lagi upgrade mesin / sistem atau dpt serangan hacking. Kalo upgrade, mungkin besar2an karena bs sampe berhari-hari. Hacking? Bs saja, tapi menilik lokasi server FS yg distributed among regions, kayaknya gak mungkin se-fatal ini (baca: berhari-hari down).

Dalam dunia yg hitungannya menggunakan bit & byte, 3 hari down itu kelamaan. Penambahan kapasitas sistem tidak seharusnya membuat sistem down, kecuali memang sedang terjadi migrasi besar-besaran seperti ketika FS me-migrasi mesin blognya ke wordpress

Overall, gw optimis dengan FS.

12.11.08

PETA buat DIDI

Didi mo datang dari Bandung Jumat Sore (14/11)
Nah ini peta ke kontrakan Sonny & Raymond

a/n Pak Rohandi
Jl WR Supratman Gg Tangkil dst dst..

8.11.08

johari window

jd inget johari window

years ago, it changed my personality, radically..
not easy change, painful but self-healing n i get a new beginning

i have cycle of 2 - 3 years to
reborn, redefine, remap, renew, reload my human soul
i feel it's time to reborn again

samsara ni'immaahiya !
*o reborn.. how pleasure !*

7.11.08

Polemik Genta Andalas

Polemik Genta setidaknya dipicu oleh 2 peristiwa. Pertama, tulisan saya yang berjudul Febri Diansyah & tulisan di blog lama berjudul Kiamat Unand. Kedua, seorang anggota milis Akuntansi Unand, Afridian Wirahadi mengintip blog saya, di saat terjadi kegaduhan di milis akuntansi. Konyolnya, Si “POSISI PUNCAK & SERING SEKALI MEMIMPIN DEMO” ini bersikap REAKTIF, bukannya PROAKTIF. (Gelarnya panjang amaaat :)

Berhubung data sejarahnya lengkap, silahkan anda baca polemik dibawah. Apakah polemik PRODUKTIF atau KONTRA PRODUKTIF? Silahkan simpulkan sendiri:


[ Tulisan di bawah ini aselinya dari SURAT PENGUNJUNG Febri Diansyah. Dikutip u kepentingan dokumentasi ]

1. Salam febri.. sebelumnya saya rasanya mengenal febri kalo gak salah,
Ketika saya membaca posting dari Sony, sejujurnya ingin rasanya mengajarkan bahasa dan etika yang baik dan benar padanya dan ingin mengajarkan kepadanya sejarah GENTA, HMI dan siapa dia di akuntansi.
Sebelumnya perkenalkan, saya afridian Wirahadi biasanya dipanggil Iwir. Akuntansi 98. Saya aktif di HMI, GENTA Andalas, KOPMA Dan Koparma (semuanya diposisi2 puncak..he.he..sdekit menyombong)..
pertama, Genta Andalas waktu kami menghidupkan dulunya tahun 1999 ketika dia sudah mati. Kami (budi Fitra Helmi, Alfitra, Ainul Ridha, Dewi Puspita, Silvia, dan saya sendiri koalisi HMI-IMM). Banyak perjuangan dari awal sampe kami berhasil mendirikan lg. Gontokan dengan pejabat Unand kami rasakan, sampai akhirnya kita menang dengan adanya bargaining (dana, fasilitas dll)..termasuk Vieda (yang kami rekrut). Namun karena kesibukan pengurus dan konflik (sebenarnya karena keegoisan msing2)…suksesi berlangsung dengan cara yg tidak wajar..sampai Budi dan Dewi (almarhumah) mendirikan Radio.
Namun yang ingin saya katakan, Organisasi mahasiswa adalah organisasi pembelajaran (tempat latihan kepemimpinan dan manajemen). Malahan yang pengecut adalah orang yg tidak bisa berbuat, tapi pinter mengomentari (Sony-red). Tapi saya bersyukur Febri dkk, sudah mencoba berbuat

Kedua, HMI. Banyak yang sentimen dengan HMI, karena bagi saya wajar, HMI adalah organisasi tua dan besar. Umumnya yg berkomentar adalah orang yg tidak dapat bersaing dengan anak HMI dan jaringannya. HMI ibarat bengkel, asalkan mahasiswa dan beragama islam masuk kesana. Wajar jika ada yg keciprat OLi. Namun setidaknya organisasi ini telah membuktikan kepeduliannya pada bangsa. Bukan omong kosong aja (NATO). Saya pernah jd ketua HMI. Febri anggota HMI?

Ketiga, tentang sony. maaf ya. Saya dulu yang mengospeknya. Dia bukan siapa2. Dia aktif dmn? lompat sana lompat organisasi sini hanya sesaat tanpa aktif dalamnya (tipe oportunis dan pengecut) dan bahkan berani mengomentari organisasi tersebut tanpa pernah berbuat untuk organisasi itu.

Maaf..saya cuma ingin mengatakan…tolong sampaikan pada Sony..belajarlah etika.

Saat ini saya msh di kampus Unand, Politeknik Unand Jurusan Akuntansi.
sekarang S 2 di UGM
Wassalam

“Da Wir yang baik, terimakasih komentar dan penegasannya di halaman ini. Dimanapun itu, hitam-putih-abu-abu atau apapun, agaknya kita punya konsep yang sama, organisasi mahasiswa dan pergerakan mahasiswa adalah tempat belajar. Kawah candradimuka. Belajar dalam sakit, atau bahkan belajar dalam senyum, dengan sedikit–katakanlah–”resiko” populeritas atau sebaliknya.
Tapi, keluarpun, atau bahkan lari dari arena pun adalah pilihan. Dalam bahasa berbeda, mungkin teman kita Sonny melakukan hal itu. Dengan cara belajarnya, agaknya ia merasa lebih efektif “menuntut ilmu” dari satu tempat ke tempat lainnya. Biarlah. Meskipun, tentu agak kaget dan sedikit “tersentil” ketika sebuah organisasi, “sekolah” sekaligus “rumah kita” dikecam dalam nada minor.

Da Wir yang baik,
apakah sekarang mengajar di Poltek?
S.2 di FE UGM?
Jika ya, aku pikir akan terus bertambah satu persatu generasi yang terdidik dan peduli dengan ketertindasan dan penghisapan masy di sekitarnya…Tidak sekedar membangun orientasi berpikir individualis-opotunis.

Aku dulu hanya sempat 2 tahun (dengan sangat banyak Titip Absen) di Manajemen Unand. Kemudian mendapat Girah baru di FH UGM. Dengan lebih banyak “konflik” dan rasa sakit, orang ternyata lebih cepat belajar. Sekarang, aku belajar di kota sesak. Jakarta. Belajar menjadi berguna.

Salam

nb: adakah blog?

Comment by Afridian Wirahadi - iwir Akt 98 — October 11, 2008 @ 1:40 am


2.



FS yg lucu :D


da wir yg baik,
(tulisan ini bukan u sombong)
saya kenal anda & tau persis komisariat di jalan Apel. Saya jg tau anda dosen Poltek Unand & sudah menikah.

Kalau tdk salah anda pernah ke rumah saya u nyari Mela. Zumaila Hasna. Gadis cantik itu sekarang pegawai BPK-RI. Saya memberikan bbrp booklet pergerakan mahasiswa ke dia, termasuk panduan training PII & booklet Andragogi-nya Paolo Freire

Secara resmi, saya memulai karir intelektual saya di umur 15 th. saya memulai aktivisme di usia 15 th. di usia 16 th saya sudah membaca ttg sejarah pergerakan pra kemerdekaan hingga HMI MPO. saya diberkahi sebuah perpustakaan yg kaya plus agency majalah yg kami tangani. Ditambah minat saya pada sejarah & ilmu2 sosial. Favorit saya: Kuntowijoyo

Genta ?
bagi saya yg penting warisan sistem. apa yg anda wariskan ke generasi selanjutnya ? pemimpin yg baik adl yg bisa menciptakan pemimpin berikutnya. Sekali lagi, WARISAN SISTEM. Kalau ada, Genta tak mungkin begini jadinya. bagi saya pribadi, tidak ada yg bisa saya pelajari di Genta. Malah ingin sebenarnya memberikan sesuatu ke Genta kalau tidak terhalang hirarki senioritas. Rumah saya di depan Fekon. Saya cukup rajin ke Genta tp jarang ketemu anda. (Anda dimana?)

HMI ?
maaf, kalau saya mengkritik HMI
saya hanya mengutip senior anda di HMI: Ahmad Wahib & Johan Effendi. Dan kritik pendiri Formaci thd HMI

Lompat ?
Ya, saya hanya pernah masuk Genta & AIESEC. Itu saja. FSI ? mereka teman2 baik saya. Sejak hari pertama kuliah, 4 sept 2000 saya tak pernah berjanji masuk Lembaga Dakwah Kampus. Saya memahami seluk beluk dunia mahasiswa jauh hari sebelum menjadi mahasiswa. Mentor2 saya aktivis mahasiswa tulen

bukan siapa siapa ?
memang, saya hanya pernah mencoba mendirikan klub studi di Unand. Dan gagal krn mungkin ide ini terlalu maju u ukuran
Padang. Intelektualisme minus aktivisme, itu motto saya. Saya bosan di padang.
Saya pernah nimbrung di Litbang BEM KM Unand u memberi masukan ttg OSPEK. (Oh maap, ini millenium baru, OSPEK warisan rezim korup. Saya jd ikut2an lupa istilah barunya)

Soal aktivisme saya memang amat terpengaruh ahmad wahib. saya membaca diary-nya di th 1997, di umur 17 tahun

Organisasi mahasiswa adalah organisasi pembelajaran (tempat latihan kepemimpinan dan manajemen) ?
Sebelum menjadi mahasiswa saya sudah melaluinya. maaf, tdk u sombong. Sekali lagi, saya menyesal memilih
Padang. Kalau tdk Cairo, harusnya saya di Jakarta atau Jogja

MASALAH UTAMANYA
Kita hanya tidak saling mengenal. Coba kalau ada pertemuan rutin di Genta & semuanya hadir. ( Kenapa harus memperkenalkan diri ke Febri, kita
kan hanya beda 2 th ? Anda dimana ? )

insyaAllah saya akan menjadi siapa siapa, saya baru saja menggelar kembali formasi intelektual saya setelah 8 th terkubur di Padang. Klik disini untuk memahaminya.
saya jg berdoa demikian u anda.

etika ?
hey, saya menulisnya di blog milik saya sendiri. Anda paham teknologi ?
Dan saya jd ikut2an menumpahkannya di blog aktivis ICW ini u mereply anda

soal gaduh di milis akt ?
masalahnya: beda frekuensi :)
Saya bicara di channel ini, yg lain mereply lewat channel itu, gak nyambung..

thx,

Comment by sonny — October 11, 2008 @ 11:41 am

3. adakah blog?
pertanyaan plg bagus

ayo tunjukkan siapa anda lwt blog. apa portfolio anda yg panjang itu bs dibuktikan ?

maaf kalau kurang etis,
rasanya kita seumur & kita tdk di unand lg. Lagian anda
kan intelektual. Diktum intelektual: we can agree to disagree, right ?

Comment by sonny — October 11, 2008 @ 11:48 am

4. aku percaya, seorang dewasa harus terlebih dahulu mampu mengkritik diri sendiri. meskipun tidak berarti berhak mengecam pihak lain.
tapi, tidak apa-apa juga. ku kira ini justru menarik

Da Wir dan Sonny. Dua rekan yang baik.
yang pasti kita sama-sama pernah di Genta Andalas. Aku di Genta, lebih pada kepentingan belajar. Ke dalam diri. Dan, keluar diri.

Tentang pertanyaan “Adakah senior yang menghambat?” Ada. Namun, itu biasa terjadi di organisasi manapun.
Dan, kita paham. Setidaknya ada dua jalan perubahan. Secara perlahan. atau, sebaliknya. Dekonstruksi (meminjam istilah J. Deridda). Di Genta kita bisa lakukan keduanya.

Tentang Genta Andalas yang baru, yang berkantor di Rektorat. Ku kira ini bukan sekedar soal formalitas alamat redaksi. Tapi lebih pada cerita tentang “kekalahan” dan oportunitas yang buruk. Apalagi jika isi tabloid tersebut lebih minus tulisan mahasiswa, misalnya.

Dan, untuk teman-teman Genta Andalas yang sempat baca tulisan ini, anda harus percaya kritikan itu penting. Se pedih apapun. Kewajiban si pengkiritik ya mengkritik. Persoalan anda akan dengar dan ikuti saran tersebut, itu terserah anda. Silahkan, karena kita percaya setiap masa punya generasi masing-masing.

Da Wir dan Sonny, dua rekanku yang baik. Jika ada waktu “yang berbaik diri”, sesekali mungkin kita perlu ketemu bersama, bicara (agar tidak terlalu serius untuk dikatakan diskusi). Bukan tentang bagaimana “menyelamatkan” Genta. Tapi, bagaimana memancing kawan-kawan di Genta memahami, bahwa mereka sedang mendiami rumah kecil yang seharusnya menjadi suluh bagi diri dan masyarakatnya. Agar mereka bisa jadi jauh lebih baik dibanding cecunguk kecil seperti aku. Agar mereka tahu juga, di Genta kita pernah bilang “tidak ada orang cerdas disini, yang ada hanyalah mereka yang terus merasa “bodoh” dan terus belajar”.

Comment by febri diansyah — October 11, 2008 @ 5:11 pm

5. Salam, Kawan. Saya sudah lama tidak komunikasi dengan komunitas unand. Syukur sekarang bisa ketemu dengan beberapa nama. Dan bangga dengan Febri di ICW yang beberapa kali sempat saya tonton di TV.

Saya belum bisa komentar banyak. Cuma salam untuk Sonny dan da Wir.
Saya cukup sering discuss dengan Sonny. Dia sahabat yang baik dan cerdas. Gagasannya menarik dan berani melawan arus di
Padang. Sayangnya kawan kita ini tidak punya wadah untuk mengimplementasikan pikirannya. Mungkin wadahnya tdak siap, atau mungkin Sonny nya yang belum bisa membahasakan gagasannya kepada publik.

Adakalanya, orang cerdas terkurung dalam zamannya, dan tidak ada yang menganggapnya bermanfaat. Seperti Mendell yang baru dihargaiu setelah matinya. Atau seperti Imam Ali As yang baru diberi kesempatan setelah masa produktifnya berlalu. Cuma untuk Sonny, gagasan-gagasannya selayaknya kita dokumentasikan, ditulis dan disebarluaskan agar menjadi keresahan semua orang. Mungkin tidak diterima sekarang tapi akan diapresiasi oleh anak cucu di kemudian hari :)

Pilihannya sederhana, menjadi Karl Marx yang tidak mati dalam revolusi, tapi mati di atas meja atau menjadi Ali Syariati yang mati dalam mempersiapkan gerakan atau mungkin seperti Khomeini yang bergerak dan berhasil

Salam untuk semua

Comment by Yudi Helfi — October 17, 2008 @ 3:11 am

6. Ah…
ternyata, aku memang masih kerdil.
Ternyata di genta andalas, begitu banyak yang belum ku ketahui.

“Pita yang baik, justru itu tantangannya. Genta. Aku percaya, setidaknya kamu punya semangat. Apakah kamu juga punya kemampuan (selain kemauan)? kita lihat dari apa yang kamu bisa lakukan bersama teman-teman. Dan, jangan kuatir, “kita adalah si bodoh yang selalu ingin belajar” :-)

Comment by pita — October 23, 2008 @ 11:34 am

7. Assalamu alaikum Wr.Wb

Da Sonny yang baik,
Senang sekali rasanya membaca blog yang uda tulis khusus mengulas tentang organisasi pers mahasiswa yang sama-sama kita berproses untuk belajar. Mengutip kata-kata bang feb: “kita adalah si bodoh yang selalu ingin belajar”.
Cuma…ada hal-hal yang harus kita luruskan di sini. Maaf, karena ternyata, kami, baru membaca keluhan dan “kritikan” (walaupun esensinya bukan untuk GENTA ANDALAS).
Maksud kami, setelah membaca posting da sonny, kami rasa yang uda maksud bukanlah GENTA ANDALAS.
Mengapa?
Alasannya:
1. GENTA ANDALAS TIDAK PERNAH beralamat redaksi atau pindah atau berkantor atau apalah….di REKTORAT. Sekali lagi ditegaskan, sejak tahun 2002, GENTA ANDALAS tidak pernah meninggalkan PUSAT KEGIATAN MAHASISWA lantai II. Sekali lagi, TIDAK PERNAH.
2. Yang uda baca (kalau uda masih menyimpan arsipnya, tolong diteliti nama tabloidnya, karena kami YAKIN, itu adalah “GEMA ANDALAS” yang merupakan tabloid HUMAS REKTORAT, yang memang dihandle oleh REKTORAT dan DOSEN. GEMA ANDALAS memang merupakan media publikasi ilmiah yang diisi oleh para dosen.
3. alhamdulillah sampai hari ini kami masih membiayai penerbitan kami sendiri melalui iklan dan kerjasama dengan berbagai pihak (sedikit pihak rektorat, itupun pengadaan barang).
Sedikit konfirmasi kepada bang feb, da wir, da sonny, juga kepada alumni2 GENTA ANDALAS yang terhormat,
kita tidak pernah mimilih jalur “BERMESRAAN” dengan rektorat. Nyatanya, sampai sekarang, dana kami tertahan sejak 2007, bahkan dana-dana kegiatan yang sering “lenyap” sesampai di kantor PR3.
Jadi, mohon, kepada uda-uda atau alumni yang terhormat, jangan langsung menuduh, kalau belum tahu kepastiannya. Kami merasa malu, ketika posting atau coretan uda-uda tentang genta andalas, yang ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, dibaca oleh pers mahasiswa yang lain. Toh, kembali lagi, kita sama-sama pernah mendiami rumah “belajar” ini. Kenapa uda-uda tidak memberikan solusi daripada hanya menuduh?
Maaf, mungkin agak basi, tapi nyatanya, kami baru membaca tulisan tentang uda-uda alumni yang terhormat.

Doakan saja, segala tuduhan ataupun kekhawatiran uda-uda yang terhormat, tidak akan…TIDAK AKAN pernah terjadi. Untuk itu, kami sangat membutuhkan dukungan, masukan, kritikan, untuk kami, generasi yang kini meneruskan perjuangan di pers mahasiswa ini yang juga telah “kedatangan” generasi baru, agar kita tetap menjadi MEDIA PEDULI BANGSA, DAMAI, DAN BERMORAL.
Salam Pers Mahasiswa,
Wassalamu alaikum, Wr.Wb

“salam juga…posting kawan-kawan ini akan ku forward ke Sonny, agar komunikasi kita bisa lebih baik.

kawan-kawan Genta Andalas yang baik, kawan-kawan memang punya masa sendiri, karena itu… berkaryalah. dan teruslah belajar, terutama menulis. dan, siapapun tentu akan bisa menilainya dari karya yang dihasilkan. tapi tentu tidak menghilangkan hak yang lain untuk mengkritik.

tentang kecaman dari berbagai pihak, jika kawan-kawan dewasa, tidak perlu menganggapnya sebagai tuduhan. cukuplah klarifikasi saja dan buktikan bahwa kalian memang berkarya. Misal: jika memang teman-teman berhasil menerbitkan tabloid, jurnal, ataupun buletin, kenapa tidak posting di Web atau bahkan Blog. Agar kita semua bisa saling berkomunikasi, diskusi dan saling belajar.

Aku secara pribadi menunggu tulisan kawan-kawan.

Pada FS Yunita, aku memberikan beberapa catatan, demikian juga dengan FS Genta. Yang penting kita ingat, organisasi yang kita pilih adalah sebuah rumah tempat kita belajar, khususnya menulis. Sehingga, tentu wajar jika proses belajar itu -salahsatunya- dinilai dari apa yang kita tulis. Pertanyaanya, “dimana tulisan kawan-kawan genta saat ini?” Aku yakin kalian telah menulis, tapi mungkin kami yang belum membaca. Karena itu biarkan uda, uni ataupun kawan-kawan yang diluar membacanya.

Maka, aku lebih menyarankan agar kawan-kawan juga tidak “tipis kuping” dari segala kritikan. Belajarlah tentang dialektika, tentang perbedaan, bahkan tentang “kecaman” dalam nada sinis. Itu wajar jika kita masuk dalam dunia aktivis seperti ini.

tentang “kemesraan” kawan-kawan dengan rektorat, aku secara pribadi -sayangnya- mendengar juga hal itu dari rekan-rekan UKM lain. Apakah itu benar? Mari buktikan saja dengan tulisan yang kritis. Karena -katakanlah- benar kalian menjalin komunikasi dengan rektorat, itu tidak masalah jika dari karya kawan-kawan bisa tetap terlihat independensi dan kecerdasan mengkritik.

Aku secara pribadi menunggu karya kawan-kawan…

tentang Dana yang tertahan…Rebutlah! Karena itu hak.

Terakhir, selamat datang kawan-kawan yang memilih memulai nafasnya di Genta Andalas. Semoga kawan-kawan tidak masuk karena “kewajiban” kurikulum semata :-)

Selamat belajar.
“Tidak ada satu orang cerdas pun di rumah kita, yang ada hanya kesadaran merasa bodoh dan kesadaran untuk terus belajar”
Menulislah…

Comment by genta andalas — October 25, 2008 @ 10:23 am

8. adik2ku di genta,

terima kasih atas koreksinya,

seperti sebuah pengadilan,
semuanya kembali ke pembuktian

buktikan berapa kali adik2 mampu terbit dlm setahun
buktikan kemandirian
buktikan bhw independensi terjaga
buktikan bhw kritisisme tumbuh

senyata-nyatanya…
buktikan bhw kalian produktif kemudian.. kreatif menulis

ayo ngblog.. :)
aku ingin tahu sejauhmana adik2ku tumbuh

salam sayang,

Sonny,

Comment by sonny — October 25, 2008 @ 5:37 pm

9. oooooh……………….ternyata tahun belakangan ini
aku lupa sesuatu,aku telah tua, aku baru sadar lantaran mimpi tadi pagi

bukan iseng belaka memang.
terlahir dari sebuah banyolan goblok sampai aku benar-benar datang melihat sendiri.bang feb,bung feb,mas feb, kertas ini aroma baru buat hidungku, terima kasih,aku memaksa diri menulis disini.

atas kegentaan yang kita sandang bersama,aku,kau,kalian,dan teman-teman yang baru dan tentunya bang feb(aku memanggilmu sperti itu),da wir,mas sonny,kapan kita bisa bertemu ada secangkir kopi buat kalian jangan pakai rokok ya, tidak sehat,
aku ingin bercerita menertawakan diri kita yang dungu atau lucu…ha….ha….ha….edan.

tidak masalah nantinya lucu atau tidak
yang penting kita tertawa dulu sebagai penghargaan atas cerita itu
tentang GENTA ANDALAS yang menjadi dirinya sendiri
tentang abang2ku yang sekarang hidup dizaman siapa punya !
tentang angka-angka
tentang senyum kita masing-masing
tentang kedunguan yang betul-betul lugu
tentang kalian yang betul2 aku, kami dan genta andalas rindu

aku tak pernah ingin berkaca pada cermin yang terlanjur retak,namun cermin itu terlalu banyak menawarkan nostalgia yang indah,bukan maksud hati berkaca namun apa daya wajahku dipantulkannya dari sana.

aku adalah manusia biasa saja di rumah yang kita ujar genta andalas
hidupkupun biasa saja, hanya perulangan dari pagi ke pagi selanjutnya
setelah wisuda aku baru mengenal perulangn baru buat tahun berikutnya, hidup sebagai mahasiswa dengan kampus berbeda.

tentang dia,si genta andalas itu,dia mengundang kawan-kawan untuk menonton aquariumnya, katanya ikan disana membuat tenang hati.
tentang dia,si genta andalas itu,biarkan darah baru itu berkenalan dengan alamnya sendiri, merangkak,berjalan,menangis,jangan kita pangku, tinjunya tetap kuat, aku paling tau itu.
walau karyamu sedikit tak melekat
namun tinjunya tetap bergaung keras

sekali lagi
singgahlah lagi dirumah itu
bukankah kita pernah menadi bagiannya.

TIDAK SEMUA TAMU HARUS KEMBALI,BUKAN.

Langgeng yang sudah tua.. :-) Genta itu tempat belajar, namun memang sebagian dari kita terlanjur jatuh cinta, dan menanggapnya sebagai rumah. tempat pulang. tapi, sebagian lain hanya singgah, dan pergi lagi.
So, yang terpenting, orang di setiap masa nya memang harus berbuat. termasuk teman-teman di genta sekarang

Comment by elang — October 28, 2008 @ 12:37 pm

Catatan: HMI aset umat & bangsa. Siapa pun berhak bahkan wajib mengkritiknya. Otokritik dan kritisisme adalah bagian dari budaya intelektual






anak kost gw : 2003 - 2007
cantik, lincah, aktivis HMI lagi. Harusnya gw "bajak" dia
sbl dunia tahu keelokannya. Tp dasar gw MIOPI :D

recent post