: a tribute to Pak De, Prof. Syafrizal, Former Dean of FE UNAND, d father of Ing
Beliau mungkin hanya seorang dosen biasa. Generasi awal FE Unand. Ayah saya bahkan pernah diajar oleh beliau. Kebetulan menjabat Dekan selama 2 periode. Terakhir, Pak De atau Pak Syaf, diangkat sebagai profesor untuk studi Ekonomi Regional. Entah berapa kali beliau bicara soal AFTA, mengingatkan bahwa disaat batas-batas negara hanya menyangkut soal politik saja, arus tenaga kerja asing adalah efek berikutnya dari globalisasi.
Beliau yang menyelesaikan studi masternya di Filipina, kalau tidak salah pernah mengungkapkan bahwa tenaga kerja Filipina adalah orang-orang cerdas, berbahasa Inggris dengan baik dan yang terpenting, bersedia digaji murah. Nah, mungkin itu sebabnya beliau berinisiatif menciptakan sebuah kelas yang menggunakan bahasa pengantar dan buku teks berbahasa
Inggris. Boleh jadi Kelas Inggris atau sekarang diformat sebagai menjadi Kelas Internasional adalah warisan terpenting era kepemimpinan beliau selama menjabat Dekan.
Kelas Ing adalah kelas pertama (pionir) berbahasa Inggris di luar fakultas sastra di kampus mana pun di luar Jawa. Dimulai sejak tahun 1997 dengan segala keterbatasan, termasuk kemampuan lisan bahasa Inggris pengajarnya. Karenanya dosen yang mengajar kelas ini tidak banyak. Beberapa dosen pernah mengajar kami 2 -3 untuk mata kuliah berbeda sehingga cukup akrab. Saya sendiri masuk ke kelas ini untuk belajar bahasa Inggris dan yang lebih penting, saya tidak terbiasa dengan kerumunan. Mungkin karena saya tak pandai berkawan. Mungkin karena saya sudah 7 tahun merantau dan asing dengan cara bergaul kampung sendiri. Asing dengan pola bahasanya.
Mungkin juga karena saya tertarik dengan pikiran-pikiran Ahmad Wahib tentang elite minority. Cak Nur, kalau tidak salah ingat, dalam acara Nostalgia, acara puncak Peringatan 70 tahun PM Gontor di tahun 1996 pernah menjelaskan tentang elite minority. Ia menganalogikannya dengan tombol, ruangan dan lampu. Tombol = Elite minority. Ruangan = society / floating mass. Dan lampu = authority. Elit disini tidak sama dengan elitis atau elitism. Elitisme memang jelek karena itu juga semacam eksklusivisme.
Minoritas elit adalah sekumpulan orang berjumlah sedikit yang "berbeda" dengan masyarakat umum. Dalam konteks tertentu mereka punya budaya sendiri atau bisa jadi menantang budaya mainstream: menciptakan budaya tanding. Apa yang diterima secara taken for granted oleh masyarakat umum, belum tentu begitu menurut minoritas elit. Pada akhirnya, karena kemauan berkumpul dan mengembangkan diri secara bersama, mereka merebut otoritas untuk menentukan gelap-terangnya segala sesuatu.
Cina Komunis, pada dasarnya didirikan oleh sekumpulan kaum muda yang giat berdiskusi di sebuah ruangan sempit. Lalu pikiran-pikiran itu diinterpretasikan menjadi aksi. Adam Smith - Karl Marx - Freud - Darwin adalah Yahudi, sebuah bangsa kecil dengan ambisi besar. Merekalah grand designer Dunia Modern yang kita kenal saat ini. Terlepas dari teori konspirasi dan data-data sejarah yang mengendap di ruang-ruang gelap, faktanya Yahudi atau lebih tepatnya gerakan Zionis menguasai pusat-pusat keuangan dunia, mulai dari Frankfurt, Zurich, New York, Singapura, hingga yang teranyar Dubai. George Soros seringkali berhasil bermain uang karena dianggap selalu bisa "mendahului kurva." Menurut saya, itu karena dia selalu punya "informasi" yang mendahului peristiwa-peristiwa.
* * *
Anak-anak Ing seringkali disalahpahami oleh teman-teman reguler. Kami dianggap tidak gaul, eksklusif dan seterusnya. Masalahnya lebih karena jarang bertemu. Yan Iswara baru tahu kalau Debi orangnya malu-maluin. Is - Armen - Pa' Let dkk (Akt Ganjil) baru tau kalau saya cocok berteman dengan mereka ketimbang cowok-cowok Akt Genap yang "rapi-rapi" semacam Alfi - Randi cs. Saya selalu saja ingat olok-olokan tajam si Armen tentang ke-udik-an saya. (Apa tidak sebaliknya, Armen yang udik?). Dan Armen ternyata ingat saya yang nolong dia bikin account Friendster padahal saya sudah lupa tuh. Sialnya, mereka tidak pernah bisa lupa insiden "memory card PS" yang memalukan itu. Tidak memalukan sih, hanya saja saya bertanya ke orang yang salah. Habislah saya diolok-olok.
Overall, kelas Ing menyenangkan. Karena kelas ini bukan semacam floating mass, Ing2000 sebagai sebuah komunitas tetep solid hingga saat ini. Thx for Debi atas kehandalannya menyelesaikan urusan hutang-piutang fotokopian buku dan kontak-mengontak. Thx for Ai, yang seringkali menyediakan rumahnya untuk kumpul-kumpul. For Hesty, our chef. For Didi yang rajin menelpon sana-sini, jadi pusat informasi (dan gosip). For everyone, i cant mention one by one who makes this community colorfull..
Beliau mungkin hanya seorang dosen biasa. Generasi awal FE Unand. Ayah saya bahkan pernah diajar oleh beliau. Kebetulan menjabat Dekan selama 2 periode. Terakhir, Pak De atau Pak Syaf, diangkat sebagai profesor untuk studi Ekonomi Regional. Entah berapa kali beliau bicara soal AFTA, mengingatkan bahwa disaat batas-batas negara hanya menyangkut soal politik saja, arus tenaga kerja asing adalah efek berikutnya dari globalisasi.
Beliau yang menyelesaikan studi masternya di Filipina, kalau tidak salah pernah mengungkapkan bahwa tenaga kerja Filipina adalah orang-orang cerdas, berbahasa Inggris dengan baik dan yang terpenting, bersedia digaji murah. Nah, mungkin itu sebabnya beliau berinisiatif menciptakan sebuah kelas yang menggunakan bahasa pengantar dan buku teks berbahasa
Inggris. Boleh jadi Kelas Inggris atau sekarang diformat sebagai menjadi Kelas Internasional adalah warisan terpenting era kepemimpinan beliau selama menjabat Dekan.
Kelas Ing adalah kelas pertama (pionir) berbahasa Inggris di luar fakultas sastra di kampus mana pun di luar Jawa. Dimulai sejak tahun 1997 dengan segala keterbatasan, termasuk kemampuan lisan bahasa Inggris pengajarnya. Karenanya dosen yang mengajar kelas ini tidak banyak. Beberapa dosen pernah mengajar kami 2 -3 untuk mata kuliah berbeda sehingga cukup akrab. Saya sendiri masuk ke kelas ini untuk belajar bahasa Inggris dan yang lebih penting, saya tidak terbiasa dengan kerumunan. Mungkin karena saya tak pandai berkawan. Mungkin karena saya sudah 7 tahun merantau dan asing dengan cara bergaul kampung sendiri. Asing dengan pola bahasanya.
Mungkin juga karena saya tertarik dengan pikiran-pikiran Ahmad Wahib tentang elite minority. Cak Nur, kalau tidak salah ingat, dalam acara Nostalgia, acara puncak Peringatan 70 tahun PM Gontor di tahun 1996 pernah menjelaskan tentang elite minority. Ia menganalogikannya dengan tombol, ruangan dan lampu. Tombol = Elite minority. Ruangan = society / floating mass. Dan lampu = authority. Elit disini tidak sama dengan elitis atau elitism. Elitisme memang jelek karena itu juga semacam eksklusivisme.
Minoritas elit adalah sekumpulan orang berjumlah sedikit yang "berbeda" dengan masyarakat umum. Dalam konteks tertentu mereka punya budaya sendiri atau bisa jadi menantang budaya mainstream: menciptakan budaya tanding. Apa yang diterima secara taken for granted oleh masyarakat umum, belum tentu begitu menurut minoritas elit. Pada akhirnya, karena kemauan berkumpul dan mengembangkan diri secara bersama, mereka merebut otoritas untuk menentukan gelap-terangnya segala sesuatu.
Cina Komunis, pada dasarnya didirikan oleh sekumpulan kaum muda yang giat berdiskusi di sebuah ruangan sempit. Lalu pikiran-pikiran itu diinterpretasikan menjadi aksi. Adam Smith - Karl Marx - Freud - Darwin adalah Yahudi, sebuah bangsa kecil dengan ambisi besar. Merekalah grand designer Dunia Modern yang kita kenal saat ini. Terlepas dari teori konspirasi dan data-data sejarah yang mengendap di ruang-ruang gelap, faktanya Yahudi atau lebih tepatnya gerakan Zionis menguasai pusat-pusat keuangan dunia, mulai dari Frankfurt, Zurich, New York, Singapura, hingga yang teranyar Dubai. George Soros seringkali berhasil bermain uang karena dianggap selalu bisa "mendahului kurva." Menurut saya, itu karena dia selalu punya "informasi" yang mendahului peristiwa-peristiwa.
* * *
Anak-anak Ing seringkali disalahpahami oleh teman-teman reguler. Kami dianggap tidak gaul, eksklusif dan seterusnya. Masalahnya lebih karena jarang bertemu. Yan Iswara baru tahu kalau Debi orangnya malu-maluin. Is - Armen - Pa' Let dkk (Akt Ganjil) baru tau kalau saya cocok berteman dengan mereka ketimbang cowok-cowok Akt Genap yang "rapi-rapi" semacam Alfi - Randi cs. Saya selalu saja ingat olok-olokan tajam si Armen tentang ke-udik-an saya. (Apa tidak sebaliknya, Armen yang udik?). Dan Armen ternyata ingat saya yang nolong dia bikin account Friendster padahal saya sudah lupa tuh. Sialnya, mereka tidak pernah bisa lupa insiden "memory card PS" yang memalukan itu. Tidak memalukan sih, hanya saja saya bertanya ke orang yang salah. Habislah saya diolok-olok.
Overall, kelas Ing menyenangkan. Karena kelas ini bukan semacam floating mass, Ing2000 sebagai sebuah komunitas tetep solid hingga saat ini. Thx for Debi atas kehandalannya menyelesaikan urusan hutang-piutang fotokopian buku dan kontak-mengontak. Thx for Ai, yang seringkali menyediakan rumahnya untuk kumpul-kumpul. For Hesty, our chef. For Didi yang rajin menelpon sana-sini, jadi pusat informasi (dan gosip). For everyone, i cant mention one by one who makes this community colorfull..
hmmm..terkenang memori tahun pertama..foto yang masih culun..dan kelas yang menyenangkan..sampe sekarang pun masih menyenangkan...thank for the posting ya son..
ReplyDelete