6.9.08

Saijah dan Adinda

Aku tak tahu di mana aku akan mati
Aku melihat samudera luas di pantai selatan ketika datang
Ke sana dengan ayahku, untuk membuat garam ;

Bila ku mati di tengah lautan, dan tubuhku dilempar ke air dalam,
Ikan hiu berebutan datang ;
Berenang mengelilingi mayatku, dan bertanya : “siapa antara kita
akan melulur tubuh yang turun nun di dalam air ?”-
Aku tak akan mendengarnya.

Aku tak tahu di mana aku akan mati
Kulihat terbakar rumah Pak Ansu, dibakarnya sendiri karena
ia mata gelap ;

Bila ku mati dalam rumah sedang terbakar, kepingan-kepingan
kayu berpijar jatuh menimpa mayatku ;
Dan di luar rumah orang-orang berteriak melemparkan air pemadam api ; -
Aku takkan mendengarnya.

Aku tak tahu dimana aku kan mati
Kulihat Si Unah kecil jatuh dari pohon kelapa, waktu memetik
kelapa untuk ibunya ;
Bila aku jatuh dari pohon kelapa, mayatku terkapar di kakinya,
di dalam semak, seperti Si Unah ;

Maka ibuku tidak kan menangis, sebab ia sudah tiada. Tapi
orang lain akan berseru : “Lihat Saijah di sana !”
Aku takkan mendengarnya.

Aku tak tahu di mana aku kan mati
Kulihat mayat Pak Lisu, yang mati karena tuanya, sebab rambutnya
sudah putih ;

Bila aku mati karena tua, berambut putih, perempuan meratap
sekeliling mayatku ;
Dan mereka akan menangis keras-keras, seperti perempuan-perempuan menangisi mayat pak lisu ; dan juga cucu-cucunya akan menangis, keras sekali ; -
Aku takkan mendengarnya.

Aku tak tahu di mana aku kan mati.
Banyak orang mati kulihat di badur. Mereka dikafani, dan ditanam di dalam tanah ;
Bila aku mati di badur, dan aku ditanam di luar desa, arah ke timur di kaki bukit dengan rumputnya yang tinggi ;

Maka adinda akan lewat di sana, tepi sarungnya perlahan mengingsut mendesir rumput, …….

Aku akan mendengarnya..

(Max Havelaar, Mulatatuli)



Dari sekian kisah cinta, mulai dari kisah Layla dan Majnun; Romeo dan Juliet; hingga cerita Cinderella; bagiku Saijah dan Adinda adalah yang paling mengharukan. Berbeda dengan pasangan kekasih lainnya yang masih terkait dengan aristokrasi, Saijah dan Adinda adalah jelata.

Bagi orang-orang yang bersimpati dengan kemelaratan, ketertindasan, Saijah dan Adinda seolah-olah kisah martir yang memperjuangkan hak hidup orang-orang akar rumput, mereka yang senantiasa diinjak tapi dilupakan. Sementara kisah cinta lainnya hanya mempersoalkan perbedaan kelas sosial saja, yang tragisnya lebih sering berakhir dengan "happy ending" : bahwa hidup bahagia bersama selamanya berarti salah satu dari pasangan kekasih diterima dalam strata sosial tinggi pasangannya.

Cinderella menjadi tuan putri. Padahal saya berharap sang pangeran mau memilih hidup sebagai jelata, demi cintanya pada Cinderella. Atau berakhir dengan kematian yang absurd: Romeo dan Juliet.

Saijah dan Adinda adalah kisah cinta yang diselipkan Eduard Douwes Dekkerr alias Multatuli dalam novel Max Havelaar. Subjudulnya: maskapai dagang kopi Belanda. Saya tidak tahu apa motivasi Multatuli menyisipkan Saijah dan Adinda dalam novelnya yang lebih pantas disebut pledoi ini. Dan konyolnya, Max Havelaar sebagai pledoi hampir-hampir monoton, membosankan dan sumbang. (Untung ada Saijah dan Adinda, kalau tidak ingin saya buang aja bukunya sebelum tamat dibaca. Oh, pinjaman dari pustaka.. nggak jadi. Untung pinjaman..)

Ketika membacanya anda mungkin mendengar suara Multatuli yang meratap-ratap, parau. Ia menulisnya hanya dalam waktu nyaris sebulan saja, di sebuah kamar yang lebih tepat disebut gubuk, yang disewanya di Belgia pada suatu musim dingin di akhir abad 19. Dalam kemiskinan, jauh dari keluarga apalagi diasingkan kerabat dan dicap pemerintah kolonial Hindia Belanda sebagai orang tak berguna. Saking paraunya pledoi Multatuli ini, ketika membacanya, rasanya saya ingin membunuh saja penulisnya untuk mengakhiri penderitaannya. (Oh, Multatuli udah mati ya? Syukurlah.. gak jadi berdosa saya..)

Ah saya jadi ikut-ikutan parau nih..


Catatan kecik :
  • Hampir saja novel ini dikarungkan oleh Multatuli karena tidak ada penerbit yang mau menerimanya. Mungkin karena gaya tulisan dan temanya yang amat tak biasa, atau karena Multatuli yang melarat itu belum dikenal.
  • Konon, Max Havelaar ini-lah yang menimbulkan kecaman-kecaman keras di parlemen Belanda terhadap pemerintahan kolonial. Dan lahirlah politik etis atau balas budi. Anda bisa lihatkan kekuatan sebuah tulisan meski hanya novel ?
  • Akhirnya harus saya akui bahwa saya membaca novel ini 2x. Anggap saja seseorang yang membosankan membaca tulisan orang membosankan lainnya :)
  • Konon, Romeo dan Juliet hanya lah epigon bahkan plagiat dari kisah Layla dan Majnun. Emang bukan berita baru kalau banyak yang mempertanyakan kejeniusan Shakespeare atau mempertanyakan siapa sih yang sebenarnya punya nama pena Shakespeare ini. Juga pada kenyataan bahwa banyak karya-karya ilmiah dari zaman keemasan Islam, diterjemahkan ke bahasa Eropa dan diakui oleh si penerjemahnya sebagai karya aslinya. Bahkan ilmuwan sekelas Roger Bacon pun melakukannya. Eropa emang gitu, padahal para ilmuwan muslim abad pertengahan dengan rendah hati mengakui bahwa mereka hanya mata rantai lanjutan dari ilmu pengetahuan (peradaban) Yunani.

4 comments:

  1. Anonymous6.9.08

    ok, selamat datang lagi di dunia (go)blog, aku juga dah lama gak nulis
    :(

    ReplyDelete
  2. Multatuli itu nama samaran dari Douwes Dekker yang berarti, dia yang telah banyak menderita. Novelnya, Max Havelaar telah diterjemahkan keberbagai bahasa utama dunia dan memiliki pengaruh yang besar di Eropa pada saat itu. Setidaknya, membuat banyak orang percaya bahwa ia merupakan satu-satunya otoritas ketika membahas Hindia Timur.

    Kalau menurut Sonny novel tadi begitu membosankan, bisa saya bayangkan betapa menderitanya hidup pada masa itu. Eropa telah menjadi mapan dan adidaya, kemakmuran adalah sehari-hari. Bagi bangsa penakluk seperti Eropa hidup macam tadi tidak bisa diterima, mereka lebih memilih Amerika yang wild, atau mabuk-mabukkan di bar hingga bunuh diri, dan kehadiran novel semacam Max Havelaar tak lebih dari penyangkalan diri yang absurd. Coba bandingkan dengan cerita sinetron saat ini yang dihasilkan oleh kelas menengah bangsa kita yang tidak mengenal kemiskinan dan penderitaan hidup. Terasa janggal, menyedak dan membosankan! Tuh kan, sejarah cuma berisi semtimen-semtimen murahan.

    ReplyDelete
  3. Max Havelaar-ku udah 5 bln nangkring di rak buku. Blm dibaca sejak dibeli.

    Harus segera dibaca, nih. :D

    ReplyDelete
  4. Anonymous25.12.09

    gue lagi bc max havelar nih, bru bab 5,,
    :)

    ReplyDelete

feel free to comment :)

recent post