Sudah lama aku berpikir untuk memasangkan penyumpal telinga bermusik itu ke telingaku. Setidaknya untuk menemani jeda-jeda kosong dalam keseharianku saat ini: bis, lift, antrian, jalan kaki. Persis seperti orang-orang yang kutemui setiap harinya. Aku tidak memandang headset, earset, earphone atau apalah namanya itu sebagai trend atau cool.
Trend dan cool hampir tidak bernilai. Bagiku itu hanya bagian dari nihilisme. Absurd. Sejarah, salah satu ilmu sosial yang kucintai, tidak pernah menaruh rasa hormat pada trend atau kekinian yang temporer. Ia hanya rajin mencatat yang ajeg, yang abadi. Kalaupun ia catat, hanya sekedar sebagai catatan kaki untuk menjelaskan peristiwa yang lebih bermakna.
Jadi hanya soal mengisi jeda. Tampaknya sepele. Tapi sisi diriku yang lain menolak penyumpal itu. Tidak hanya soal trend atau cool. Lebih dari itu, aku takut kehilangan bakat kontemplatif-ku.
Biasanya jeda-jeda itu kugunakan untuk berbicara dengan diriku sendiri. Aku membentuk ruang imajinatif, menciptakan jarak virtual dengan benda-benda dan manusia di sekelilingku, dan mulai berdialog dengan pikiran-pikiranku, yang terkadang di-pause saat aku menaiki bis atau keluar dari lift. Karena itu juga aku menyukai kesendirian.
Uniknya, kontemplasiku tidak hanya berakhir dengan abstraksi-abstraksi gagasan. Ia mencair menjelma kata-kata. Mengundang tanya dalam bentuknya yang paling rapi. Memberi jawab dalam kalimat yang paling pamungkas. (Orang Arab bilang, pertanyaan yang baik adalah setengah dari jawaban)
Ya, ini aku, sejak bocah punya bakat kontemplatif. Tikungan hidup memberiku bakat literal. Aku takkan berakhir dengan hanya sekedar serpihan-serpihan pikiran, sobekan-sobekan tulisan.
Aku akan menulis buku, Himawan. Suatu saat. Itu janjiku..
Akhirnya, sadar juga lo! Masa, kalah sama Bowo :p
ReplyDeletehm...jadi salah satu manfaat kontemplatif adalah membantu memberi alasan kalo sonny terpaksa mengikuti tren hihihih
ReplyDeleteearphone itu emang tren. salah satu karakter generation y (di wikipedia) adalah memakai earphone kemana2. tapi menurut ak sih gak generasi y aja. orang2 yg aku temui pake earphone banyak yg 30an jg kok. sampai2 ibuku pernah minta dibeliin, coz masak pembantu uniku pake earphone selagi di dapur tapi dia nggak?! ck ck ck benar2 produk marketing yang menciptakan budaya baru
mnrt aku sih dengerin musik doang gak bikin pikiran berhenti seperti turun dari bis kok. apalagi kalo jarak tempuh jauh, pikiran masih aktif lompat kesana kemari. lain kalo baca buku, pikiran pasti tertumpah pada isi buku itu.
To HP: iya tuh, bayi bongsor itu kok bisa2nya udah nerbitin 3-4 buku & gw msh nol. Pdhl dulunya di Gontor kan, kalo gak masang muka seram (pdhl imut:), kerjaannya ngangkatin bangku & meja :D
ReplyDeleteTo Aal: payah nih ngledek mll :( Awas! ntar aq bls :p
iya sih kalo pk earphone pikiran msh lompat, tp kontemplasiku smp pd thp menyusun paragraf..