11.9.08

when East meets West (1)

Perjumpaan-perjumpaan Timur dan Barat hampir selalu merupakan peristiwa tidak menyenangkan bagi masing-masing atau salah satu di antara kedua pihak. Pada satu titik sejarah, Barat merasa inferior dibanding Timur, atau sebaliknya hegemoni Barat mendominasi Timur.

Saya tidak tertarik untuk menelusuri jejak antropologis apalagi arkeologis tentang kapan istilah Timur dan Barat mulai ada sebagai sebuah terminologi. Atas alasan efesiensi waktu, saya menulis artikel ini hampir sepenuhnya berdasarkan ingatan semata.

Jadi, setidaknya istilah Timur dan Barat telah muncul sejak era Pra-Muhammad. Timur merujuk pada imperium adidaya Persia, dan Barat diwakili oleh imperium adidaya Romawi. Romawi sendiri pada akhirnya pecah menjadi Romawi Timur (Byzantium) yang berpusat pada sebuah kota dengan pertahanan terbaik sedunia di masanya, yaitu Konstatinopel (Istanbul) dan Romawi Barat yang berpusat di Roma.

Aneksasi Romawi terhadap Persia hampir mencaplok semua daerah kekuasaan Persia hingga ke Afrika Utara. Uniknya, jazirah Arab, dalam hal ini Hijaz, Najd, Najran dan daerah-daerah tandus lainnya di sekitar Makkah dan Yatsrib (Medinah) sama sekali tidak menjadi perhatian kedua belah pihak. Bangsa Arab dianggap tidak penting untuk dijajah, baik karena sumber daya alam mereka yang minim, maupun karena pada dasarnya mereka bangsa yang terpecah belah, tribal dan gemar berperang sesamanya. Romawi memfokuskan perhatiannya pada pesisir Laut Tengah dan Laut Merah hingga ke daerah tepian sungai Nil yang subur.

Mereka sempat mendirikan sebuah pusat peradaban Hellenik di Timur bernama Alexandria (Iskandariyyah), penamaan yang merujuk pada penakluk terbesar sepanjang sejarah, Alexander the Great. Konon tokoh ini yang disebut al-Quran sebagai Iskandar Dzulqarnain.

Munculnya Nabi Muhammad di semenanjung Arab membuat istilah Timur dan Barat mengalami pergeseran makna. Setelah berhasil mempersatukan kabilah-kabilah Arab, di akhir hayatnya, Rasulullah sempat mengirim ekspedisi untuk membebaskan Yerussalem yang dipimpin oleh seorang pemuda belia berumur 18 tahun, Usamah bin Zaid bin Haritsah. Ketika Rasulullah meninggal, ekspedisi ini ditarik pulang tanpa sempat menyelesaikan misinya. Namun sepeninggal beliau, paska era konsolidasi, Khalifah Abu Bakr bin Shiddiq meneruskan usaha Rasulullah hingga mencapai Persia.

Kita tentu mengingat kedigdayaan salah satu jenderal besar sepanjang sejarah militer dunia, Khalid bin al-Waliid. Setelah menaklukkan Syam (Syria, Jordania, Palestina), dengan kecepatan menakjubkan beliau memimpin pasukannya melintasi padang pasir berbahaya yang berada antara pesisir Laut Tengah, semenanjung Arab yang tandus dan Mesopotamia yang subur untuk membantu usaha penaklukan kaum muslimin yang hampir kalah melawan tentara Romawi Timur yang jumlahnya berlipat ganda. Sejarah mencatat bahwa kecepatan gerakan pasukan Khalid bin Walid ini bahkan melampaui kecepatan Alexander the Great.

Hingga akhir masa Khulafa'u Rasyidin, wilayah kaum muslimin membentang dari Afrika Utara hingga Asia Tengah. Romawi Timur terdesak hingga menyebrangi Selat Bosporus: Konstatinopel. Tragisnya, di Asia Kecil, Kaisar Heraklius yang pernah mencabik-cabik Surat Rasulullah dan menghina utusan beliau, terbunuh di tangan serdadunya sendiri.





Catatan kecik:
  • Sejalan dengan misi kenabian untuk menyempurnakan moralitas umat manusia, Nabi Muhammad menunjuk Usamah yang belia itu untuk memimpin pembebasan Yerussalem. Penunjukan ini sempat menimbulkan kontroversi karena mendobrak tradisi hirarkis yang ada pada masyarakat Arab kala itu. Juga mengingat bahwa di dalam pasukan itu terdapat banyak sahabat Nabi yang berumur separuh baya. Dari sini kita bisa melihat Islam amat egalitarian. Kapabilitas seseorang tidak diukur dari senioritasnya. Juga kepercayaan pada semangat anak muda. Singkat cerita, para sahabat, eksponen generasi pertama muslim kembali menunjukkan kekagumannya pada visi Nabi. Sami'na wa atha'na, Ya Rasulallah. Kami mendengar, dan kami patuh, wahai Utusan Allah.
  • Napoleon Bonaparte, seorang jenderal cebol yang ambisinya melebihi tinggi tubuhnya, amat tekun mempelajari taktik militer Khalid bin Walid. Tidak heran, ia hanya sekali mengalami kekalahan memalukan, yaitu ketika menyerang Rusia di musim dingin. Mungkin karena Khalid gak pernah ketemu salju kali yeee..
  • Di akhir hayatnya, Khalid bin Walid sedih karena tidak mati di salah satu pertempuran yang dialaminya. Ia terlalu jenius siiih. Kerinduannya pada mati di pertempuran tidak hanya karena merindukan syahid, tapi karena sejak usia amat belia ia sudah menjadi pemimpin militer di Uhud dan sukses mengalahkan kaum muslimin. Paska Uhud, ia memeluk Islam. Nabi memberinya gelar Saifullah, Pedang Allah. Sepadan dengan dedikasi yang ditunjukkannya hingga akhir hayatnya.
  • Di saat penggalian parit sebelum perang Khandaq, ada sebuah batu besar yang sulit untuk dipecahkan. Saya agak lupa siapa yang akhirnya memecahkannya. Tapi intinya, ketika dipukul dan pecah memercikkan api. Saat kedua kalinya dipukul pecah, dan memercikkan api. Rasulullah bersabda, Kisra (Persia) dan Kaisar (Byzantium) akan takluk di tangan kaum muslimin. Ramalan Nabi ini pun terjadi. Padahal umat Islam pada waktu itu, bahkan untuk mempertahankan Madinah saja amat sulit.
  • Dalam hadits Nabi yang saya dengar baru-baru ini di sebuah forum, tidak hanya Persia dan Konstatinopel yang takluk, tapi juga Roma. Ah, saya jadi merinding mendengarnya. Satu lagi ramalan Nabi, entah kapan akan terjadi. Saya berharap kalau pun ada penaklukan Roma, hendaknya seperti Pembebasan Makkah (fath Makkah), tanpa darah dan penuh kasih sayang.
  • Mungkin sudah banyak yang tahu kalo peristiwa kalah menangnya Romawi atas Persia sudah dicatat al-Qur'an sebelum peristiwanya terjadi (Q.S. ar-Ruum). Apa yang dibilang Allah dan RasulNya pasti terjadi kaan.

3 comments:

  1. Anonymous12.9.08

    keknya aku lebih suka kata2 pembebasan wilayah bukan penaklukan :)

    ReplyDelete
  2. Anonymous12.9.08

    Sepertinya saya baru saja melihat ruh ca' Nur menari-nari di ujung penamu. Romantik, ensiklopedik, dan penuh dgn konon. Konon pula, perumpamaanmu tentang Khalid agak sedikit bergeser. Ia lebih tepat dianalogikan dengan Hanibal dari Cartago daripada Alexander dalam hal kecepatan. Kalau Roma ya, kata Rum dalan bahasa Arab itu lebih pas diterjemahkan dgn Romawi, tentunya Romawi Timur di Konstantinopel. Tapi, kalau diartikan sebagai Roma gapapa juga sih, kan cocok tuk imajinasi romantis. Beginilah kalau punya buku teks yg sama :p

    ReplyDelete
  3. To HP : beginilah juragan semantik. Karena kacau balau, pengetahuannya jadi ensiklopedik. Cocoknya jd WARTAWAN eh malah jd CHEERLEADER di barisan penguin.

    To AI : iya nih, agak kacau balau. Istilah FATHU itu emang khas bhs Arab, jd kadang aku menerjemahkannya jd PEMBEBASAN, kdg PENAKLUKAN. Bingung nih..

    ReplyDelete

feel free to comment :)

recent post