28.2.10

WALAPA

Khoirul Fata, teman se-angkatan 699 asal Bandung memposting sebuah link ke youtube di milis gontorians. Judulnya: WISATA KULINER GONTOR RESTAURANT. Pertanyaan pertama yang muncul di benak saya adalah: sejak kapan di Gontor ada kemewahan bernama restoran? Paling cuman Kantin, Warung Fast Food Pujasera dan Warung Lauk Pauk (WALAPA). Atau mungkin Gontor buka restoran di tengah kota Ponorogo atau bisa jadi di Jakarta?



Ternyata setelah saya klik, video tersebut bercerita tentang WALAPA. Ok, saya selalu ingin tahu tentang perkembangan Gontor meskipun itu hanya soal Warung Lauk Pauk. Tapi yang membuat saya ketawa adalah bahwa WALAPA yang berkesan udik bisa tampak keren dalam sebuah acara berformat "WISATA KULINER" di sebuah stasiun televisi berlogo GTV. Sejak kapan di Gontor ada GTV mengingat para santri tidak pernah dibolehkan menonton tv kecuali untuk siaran pertandingan Piala Dunia FIFA ? ( Konon mirip aturan yang diterapkan terhadap para biksu Tibet. Piala Dunia emang luar biasa! ) Ok, kita simpan dulu pertanyaannya.

Video ini diawali dengan kedatangan pembawa acara Bondan Simatupang di bawah hujan deras ke Warung Lauk Pauk. Seorang penjaga pintu berpakaian ala petugas hotel mengambil payungnya untuk dilipat. Bondan masuk dan kemudian duduk di atas (satu-satunya) kursi di depan (satu-satunya!) meja yang ada di ruangan Walapa. Sampai saat si Bondan duduk, saya masih belum memperhatikan kejanggalan video tersebut karena pikiran saya terbentur dengan pertanyaan: sejak kapan ada seorang Simatupang nyantri di Gontor? Apa hubungannya si Bondan yang satu ini sama Bondan Winarno, pembawa acara Wisata Kuliner (beneran) yang terkenal dengan ucapan "Mak Nyus"

Lalu seorang pelayan berbaju koko lengkap dengan kopiah dan kafiyeh datang dengan daftar menu makanan. Setelah pesanan sampai ke meja. Mulailah Bondan Simatupang bercerita tentang kelezatan makanan dengan gaya Bondan Winarno. Setelah menonton ulang video ini saya baru menyadari bahwa video ini adalah sebuah tayangan konyol sebagai pengisi jeda antar mata acara yang ditampilkan lewat LCD Projector ke pentas Panggung Gembira 682 tahun 2008. (1926 + 82 = 2008)

Pertama, bila anda datang ke Walapa, sama sekali tidak ada petugas berpakaian necis yang akan menyambut. Yang ada hanya anda harus menukar mata uang rupiah dengan mata uang "resmi" walapa di sebuah cashier booth di samping Walapa. Mata uang resmi tersebut adalah lembaran karton kecil-kecil yang bertuliskan angka 100 / 500 / 1000 / 5000 yang di-laminating.

Kemudian anda bisa membeli buah-buahan, pilus, pepes ikan, serundeng, tempe dan penganan basah lainnya. Tidak akan ada pelayan yang akan menyodorkan menu makanan. Selama jam-jam makan, anda harus berjuang bersama para pembeli lainnya yang berjubel untuk menarik perhatian nona-nona nenek-nenek, mbok-mbok sepuh, agar bisa dilayani segera hanya sekedar untuk lebih dahulu berada dalam antrian lain di bangunan lain bernama Dapur Umum. Atau bila anda datang setelah makan mungkin ada kesempatan untuk duduk-duduk di walapa bersama teman-teman menikmati makanan. Tapi ingat, tidak di atas kursi dan tidak pula bisa duduk di atas lantai berdaki, melainkan JONGKOK BARENG dalam lingkaran. Singkatnya, belanja di Walapa sama sekali TIDAK KEREN !  :)


panggung Gembira 682-part-38-Wisata Kuliner.flv

3 comments:

  1. Sebagai mantan pengurus Walapa, saya sangat beterima kasih mau berjongkok ria menulis tulisan ini di kepala ente Son. :D

    ReplyDelete
  2. sialan. Walapa meski udik tp gw sll terkenang waktu beli nangka 1/2 potong gede buat di makan rame-rame di asrama Rayon Indonesia Empat (RIEM) persis di lantai atas Walapa (1994). Makan nangka sampai perut kembung. Cara mabok yg aman! :D

    ReplyDelete
  3. Belanja di Walapa boleh tidak keren, tapi jangan lupa Walapa sering dikunjungi orang2 Keren.... kayak gw.... ;-)

    http://zarchisme.wordpress.com/2010/01/07/bersyukur-karena-tidak-semua-doaku-dikabulkan/

    ReplyDelete

feel free to comment :)

recent post