23.1.09

INSIST vs JIL

Rabu malam, Minggu kemarin, (14/1) berlangsung acara Debat di TVOne dengan topik "Krisis Palestina: Perang atau Damai?". Bagi saya sesi ke-2 debat itu amat istimewa karena menghadirkan Asep Sobari vs Novriantoni. Asep, aktivis INSIST, S1 di Madinah University, Madinah dan belum sempat menyelesaikan S2 nya di Malaysia. Novriantoni, aktivis JIL, S1 di Al-Azhar University Cairo dan S2 di UI. Keduanya pernah mondok di pesantren yang sama dan kemungkinan besar sudah kenal lama.


* * *

Perdebatan intelektual antara 2 kubu ini sudah sampai ke media visual. Sebelumnya, mereka berpolemik tentang hampir semua topik pemikiran di berbagai media terbatas, mulai dari mailing list, website, buku-buku, jurnal dan diskusi-diskusi.

JIL adalah bagian dari Komunitas Utan Kayu yang diprakarsai oleh Goenawan Mohammad. Lembaga think tank ini berisi sekelompok intelektual muda yang mengapresiasi pemikiran Islam modernis, terutama Cak Nur. Bahkan, menurut aktivis-nya sendiri, mereka jauh lebih liberal ketimbang Cak Nur. Dalam analisa saya, agaknya memang demikian. Mereka telah membawa pemikiran Cak Nur melewati "garis-garis" yang Cak Nur sendiri mungkin tidak berani melewatinya. Artinya, JIL telah membawa pemikiran Cak Nur ke tingkat ekstrimitas tertentu. Tidak lagi berada di tengah sebagai moderat. Tapi mungkin bisa disebut Islam Kiri, mirip judul buku Kazuo Simogaki, Kiri Islam, yang pernah diterbitkan LKiS, kolega JIL dari akar NU. (Buku itu sebenarnya membahas pemikiran Hassan Hanafi, professor filsafat Universitas Kairo)

Tapi label Islam Kiri juga tidak bisa menjelaskan posisi mereka dalam peta pemikiran keislaman, mengingat Kiri selalu identik dengan nilai-nilai progresif atau perlawanan terhadap dunia modern yang kapitalistik, sementara beberapa pemikir JIL mengapresiasi pasar bebas dan globalisasi hampir tanpa reserve. Beberapa orang di antara mereka juga aktif di Freedom Institute-nya Rizal Mallarangeng, lembaga think tank yang benar-benar kentara "berbau" pasar bebas.

Beberapa tahun setelah JIL berdiri, INSIST muncul ke permukaan. Rata-rata mereka adalah alumni ISTAC yang rektornya Sayyid Naquib Al-Attas. Naquib pernah menulis Islam dan Sekularisme dengan maksud menolak ide sekularisasi Cak Nur. Kolega beliau antara lain (alm) Ismail Raji al-Faruqy dengan proyek Islamization of Knowledge, seorang Palestina eksodus, profesor studi Islam di Temple University of Pensylvania yang terbunuh oleh orang tak dikenal. Dalam peta pemikiran Islam, Ismail dianggap sebagai pemikir neo-revivalis.

Cak Nur menyelesaikan studi doktoralnya di Chicago University, di bawah bimbingan Fazlur Rahman, seorang Pakistan yang dikenal sebagai pemikir neo-modernis. Neo-revivalis vs Neo-modernis. Itulah hulu dari perseteruan INSIST vs JIL. Tapi agaknya tidak mudah juga menyederhanakan peta perdebatan ini karena meskipun keduanya berbeda dalam hal-hal prinsipil, pada dasarnya kedua kubu ini berusaha menjawab pertanyaan paling rumit dari abad-abad silam: "Kenapa umat Islam mundur ?"

Neo-revivalis naik kereta waktu, kembali ke abad-abad silam untuk mencari jawaban dan pulang dengan oleh-oleh revitalisasi pengetahuan Islam masa lampau ke masa saat ini. Sementara itu, neo-modernis berkutat mencari relevansi Islam dengan dunia modern ini.

Dan saya, masih disini, barusan lepas dari kebingungan tahun-tahun silam, ketika saya memutuskan untuk lari dari tanggung jawab intelektual dengan tidak mengambil kuliah agama, tapi akhirnya terjerambab juga di antara kedua kubu ini. Saya sudah memutuskan akan berpihak pada siapa. Hanya saja, saya belum memutuskan kapan turun ke gelanggang carut marut itu. Memang dalam dunia riil, tidak ada middle ground. Tapi kecenderungan berpikir saya tidak sepenuhnya setuju dengan salah satu dari kedua kubu.

Pejuang selalu mengasah pedangnya tetap tajam
tapi tak pernah menghunusnya tanpa sebab
(Musashi Miyamoto)

Catatan:
Tulisan ini masih terlalu pendek untuk menjelaskan semuanya

Sesi pertama debat itu kurang menarik karena menghadirkan 2 orang yang tidak sama kapasitas intelektualnya. Akhirnya, keduanya berbicara dalam frekuensi yang berbeda. Penampilan yang amat beda semakin menciptakan distorsi. Yang satu dengan jenggot panjangnya dan yang satu lagi dengan kepala botak, berkacamata dan tanpa jenggot. Keduanya menampilkan stereotipe kaum islamis vs sekular. Dalam konteks psikologi komunikasi, pemirsa tv akan dengan cepat terpolarisasi bahkan sebelum mereka melontarkan pikiran-pikirannya.

Dalam debat kedua, Novriantoni melakukan kesalahan fatal ketika menafsirkan sejarah Perang Khaibar dan Yahudi di Madinah. Menurutnya, kedudukan kaum muslim yang masih goyah di Madinah tidak meyakinkan Kaum Yahudi untuk tetap beraliansi. Dengan cepat, pembawa acara menyergap dengan pertanyaan: "apa itu bukan pengkhianatan namanya..". Bagi saya memang pengkhianatan, karena Kaum Muslimin-Kristen-Yahudi sudah menyepakati Piagam Madinah, konstitusi/kontrak sosial yang salah satu butirnya adalah tidak bersekutu dengan musuh dari salah satu pihak. Ah, percuma dia belajar sejarah Islam di umur belasan tahun dari sebuah buku sejarah fantantis: khulasoh nurul yaqin. Buku tersebut adalah ringkasan dari ringkasan sebuah buku sejarah Islam dari abad pertengahan. Ah, mungkin dia tidur ketika ustadznya membahas Perang Khaibar :)

Saya kira dalam debat tersebut, para pendukung masing-masing kubu seringkali melontarkan pendapat yang tidak kontekstual dengan isi perdebatan yang sedang berlangsung. Mereka adalah noise dalam debat ini. Masalahnya, bagi tvOne, kehadiran mereka memang ditujukan untuk entertaining, memanaskan situasi, ketimbang untuk tujuan yang lebih relevan dengan debat

Agaknya kategorisasi modern-revivalis-tradisionalis harus didefiniskan ulang. Siapa yang menyangka dari rahim NU yang tradisionalis lahir para pemikir liberal. Bahkan Ulil Abshar Abdalla adalah menantu dari KH. Mustofa Bisri, seorang "ningrat" NU. Greg Barton memuji fenomena unik ini. Bagi saya, penting gak sih pujian seorang Indonesianis? Tidakkah Indonesianis itu terkadang hanya bentuk pejoratif dari kata yang kedengarannya jelek: orientalis! Bagi Edward W Said, orientalisme adalah skandal akademik atau pelacuran intelektual terbesar sepanjang sejarah! Menghamba pada tujuan-tujuan imperalisme

Ok, tidak semua orientalis melacur. Sebahagian dari mereka berkontribusi pada studi Islam spt menulis indeks Qur'an dan Hadits. (al-Mu'jam al-mufahrasy li alfaadzil al-qur'an...)

1 comment:

  1. Anonymous25.1.09

    byk sekali umat islam concern masalah palestine ni. byk hikmah sebenarnya, dari kejadian israel kemarin. tapi hanya sedikit org yg faham.

    mudah2an nanti sampai pada saat ana postingkan artikel tentang kaedah perjuangan yang sesungguhnya. cara bagaimana dan ditangan siapa, masalah palestine bisa selesai.

    cluenya:
    1. pemimpin tsb & jemaahnya bersenjatakan iman & taqwa. jumlah mereka sedikit tapi sgt kuat dengan Allah.
    2. Allah & Rasul cinta agung mereka.
    3. jiwa mereka kuat sangat sampai telah mampu menundukkan nafsunya sendiri, hinggakan yahudi itu bukan lagi lawan yg imbang bagi mereka.
    4. akhlak mereka sangat mulia seperti akhlak para nabi.
    5. mereka pengikut Rasulullah sejati, pengamal alquran & as sunnah sesungguhnya sebagai pakaian hidupnya.

    nb: jgn dibayangkan mrk spt militan bodoh atau polikus bego spt yg ada skrg ni. bagai langit dan bumi bedanya.


    insyaAllah sebentar lagi dunia ini akan terhentak..dg kebangkitan islam kali ke 2.
    kita doakan mereka..

    ReplyDelete

feel free to comment :)

recent post