Apakah anda pernah membayangkan bahwa Idham Kholid, Nurcholish Madjid, Hidayat Nur Wahid, Dien Syamsuddin, Hasyim Muzadi, Maftuh Basuni, Kholil Ridwan dan Abu Bakar Baa'syir berasal dari sekolah yang sama ? Salah seorang kyai pendiri pesantren mereka pernah belajar ke Minangkabau, saat daerah itu menerima pengaruh pembaharuan pemikiran Islam dari Mesir (Muhammad Abduh) sekaligus terbuka terhadap politik etis / balas budi Belanda.
Jumlah sekolah-sekolah Belanda di Minangkabau saat itu hampir sama banyaknya dengan keseluruhan jumlah sekolah-sekolah Belanda dari pesisir Barat Jawa hingga Pesisir Timurnya. Setelah era pembaharuan Kaum Paderi, Minangkabau menerima gagasan-gagasan Muhammad Abduh, murid Bapak Pan-Islamisme abad 19, Jamaluddin al-Afghany. Itu juga lah salah satu faktor kenapa gerakan puritan Muhammadiyyah mudah diterima di Ranah Minang. Tidak seperti di Jawa yang berkelindan mistik dan klenik sekaligus, ilalang-ilalang syirik sudah dibabat dan dirambah sejak zaman Kaum Paderi. Perguruan Thawalib dan non-Thawalib menjadi mercusuar pencerahan. Anak-anak Minangkabau, meski bersekolah di sekolah-sekolah Belanda, tapi sebahagian hidupnya, termasuk tidur, ada di surau.
Maka pada dasarnya mereka yang disebutkan diatas adalah orang-orang yang dididik secara Timur dan Barat sekaligus. Motto Pesantren mereka: Berbudi Tinggi; Berbadan Sehat; Berwawasan Luas dan Berpikiran Bebas. Panca Jiwa yang menjadi ruh sekolah ini: keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah islamiyah dan kebebasan.
Mungkin timbul satu pertanyaan: kenapa mereka memilih jalan yang berbeda-beda. Idham Kholid di zaman Soekarno sempat menjadi wakil Perdana Menteri Kabinet Syafruddin Prawiranegara. Saat ini ikut mendirikan PKNU, berhadapan frontal dengan Gus Dur yang nyaris dikultuskan. Nurcholish Madjid, doktor filsafat dari Universitas Chicago adalah lokomotif Islam Liberal, meski di akhir hayatnya terlihat inkonsistensi pemikirannya. Hidayat NW, selepas memegang gelar doktor dari Universitas Madinah di tahun 1994, empat tahun kemudian ikut memimpin pendirian PKS. Maka jangan heran, kalau Hidayat sering terlihat akrab dengan almarhum.
Dien Syamsuddin, meski bergelar doktor di bidang politik, adalah ketua PP Muhammadiyah sekaligus anggota MUI. Hasyim Muzadi yang hanya seorang doktorandus adalah ketua PB NU, yang dengan sistematis mereduksi pengaruh Gus Dur di tubuh NU, memperbaiki manajemen organisasi NU yang terlalu sibuk bertengkar sesamanya dan berpolitik (dan tak pandai-pandai pula :) Maftuh Basuni, meski drop-out, dipercaya juga jadi Menteri Agama, walaupun kinerjanya dikritik keras oleh rekan-rekan se-almamaternya sebagai me-ma-lu-kan! Kholil Ridwan, salah seorang yang berada di belakang layar Partai Bintang Bulan, murid setia almarhum Mohammad Natsier yang pernah terlibat polemik panjang dengan Nurcholish Madjid, sangmantan Natsier Muda yang gagal. Abu Bakar Ba'asyir mewakili tipikal paling kanan dalam garis kontinuum keislaman.
Mereka adalah cerminan dari sekolah mereka. Mereka mungkin masih ingat ketika bertanya tentang argumentasi mazhab fiqh mana yang paling benar. Dan guru-guru mereka menjawab: terserah kalian!
Mereka adalah orang-orang yang dididik untuk santun sekaligus berpikir bebas. Berpikir merdeka !
Catatan kecik:
Jumlah sekolah-sekolah Belanda di Minangkabau saat itu hampir sama banyaknya dengan keseluruhan jumlah sekolah-sekolah Belanda dari pesisir Barat Jawa hingga Pesisir Timurnya. Setelah era pembaharuan Kaum Paderi, Minangkabau menerima gagasan-gagasan Muhammad Abduh, murid Bapak Pan-Islamisme abad 19, Jamaluddin al-Afghany. Itu juga lah salah satu faktor kenapa gerakan puritan Muhammadiyyah mudah diterima di Ranah Minang. Tidak seperti di Jawa yang berkelindan mistik dan klenik sekaligus, ilalang-ilalang syirik sudah dibabat dan dirambah sejak zaman Kaum Paderi. Perguruan Thawalib dan non-Thawalib menjadi mercusuar pencerahan. Anak-anak Minangkabau, meski bersekolah di sekolah-sekolah Belanda, tapi sebahagian hidupnya, termasuk tidur, ada di surau.
Maka pada dasarnya mereka yang disebutkan diatas adalah orang-orang yang dididik secara Timur dan Barat sekaligus. Motto Pesantren mereka: Berbudi Tinggi; Berbadan Sehat; Berwawasan Luas dan Berpikiran Bebas. Panca Jiwa yang menjadi ruh sekolah ini: keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah islamiyah dan kebebasan.
Mungkin timbul satu pertanyaan: kenapa mereka memilih jalan yang berbeda-beda. Idham Kholid di zaman Soekarno sempat menjadi wakil Perdana Menteri Kabinet Syafruddin Prawiranegara. Saat ini ikut mendirikan PKNU, berhadapan frontal dengan Gus Dur yang nyaris dikultuskan. Nurcholish Madjid, doktor filsafat dari Universitas Chicago adalah lokomotif Islam Liberal, meski di akhir hayatnya terlihat inkonsistensi pemikirannya. Hidayat NW, selepas memegang gelar doktor dari Universitas Madinah di tahun 1994, empat tahun kemudian ikut memimpin pendirian PKS. Maka jangan heran, kalau Hidayat sering terlihat akrab dengan almarhum.
Dien Syamsuddin, meski bergelar doktor di bidang politik, adalah ketua PP Muhammadiyah sekaligus anggota MUI. Hasyim Muzadi yang hanya seorang doktorandus adalah ketua PB NU, yang dengan sistematis mereduksi pengaruh Gus Dur di tubuh NU, memperbaiki manajemen organisasi NU yang terlalu sibuk bertengkar sesamanya dan berpolitik (dan tak pandai-pandai pula :) Maftuh Basuni, meski drop-out, dipercaya juga jadi Menteri Agama, walaupun kinerjanya dikritik keras oleh rekan-rekan se-almamaternya sebagai me-ma-lu-kan! Kholil Ridwan, salah seorang yang berada di belakang layar Partai Bintang Bulan, murid setia almarhum Mohammad Natsier yang pernah terlibat polemik panjang dengan Nurcholish Madjid, sang
Mereka adalah cerminan dari sekolah mereka. Mereka mungkin masih ingat ketika bertanya tentang argumentasi mazhab fiqh mana yang paling benar. Dan guru-guru mereka menjawab: terserah kalian!
Mereka adalah orang-orang yang dididik untuk santun sekaligus berpikir bebas. Berpikir merdeka !
Catatan kecik:
- Cak Nur berasal dari keluarga NU dengan afiliasi politik unik: Masyumi-nya Natsier. Karenanya dulu ia digadang-gadang sebagai Natsir Muda, meski akhirnya mengecewakan.
- Dien sewaktu sekolah dipercaya sebagai staf Bagian Penerangan / Informasi karena kecakapannya dalam 2 bahasa internasional.
- Hidayat NW sewaktu sekolah tampangnya culun abis :D Tipikal anak cerdas yang
luculugu. - Hanya anak-anak NU yang tidak dididik secara NU yang berani sama Gus Dur, putra mahkota NU. Diantaranya Syukron Makmun dan Hasyim Muzadi.
- Cak Nur mendirikan SMU Boarding School Madania di Parung Bogor, Hidayat mendirikan Yayasan al-Haramain, Dien memperbaiki mutu pesantren di bawah Muhammadiyah, Hasyim mendirikan Pesantren Mahasiswa "Al-Hikam" di Malang. Kholil Ridwan mendirikan Pesantren Husnayain, Pekayon, Jakarta Timur. Abu Bakar Baa'syir mendirikan Pesantren Ngruki yang terkenal (radikal) itu. Sedikit banyak, mereka semua telah menunaikan pesan kyai mereka.
- Hanya orang-orang tolol saja yang memperuncing perbedaan mazhab fiqh. Imam Syafii dan Imam Malik pernah berguru pada guru yang sama: Imam Hanafi. Imam Syafii terkenal dengan ucapannya: "jika ada pendapat yang lebih baik dari pendapatku, tinggalkan pendapatku, ikutilah pendapat itu. Imam Malik dalam sebuah majelis pernah ditanya dengan 40 pertanyaan. Satu dijawabnya dan sisanya dijawab dengan "saya tidak tahu!" Pernah juga seorang khalifah di masa hidupnya berkeinginan menggunakan mazhab Maliki sebagai mazhab resmi negara. Imam Malik dengan tegas menolak. Mereka, para Imam Mazhab itu adalah orang-orang yang berpikir merdeka ! [ ]
Wah mas... mantab nih tulisannya. Sumbernya sama, outputnya beda. Mereka pada punya kontribusi yang besar ya untuk Islam nusantara - terlepas dari kekurangan yang mereka punya dan itu manusiawi.
ReplyDelete