Kemarin sore, ba'da maghrib, gw menghadiri ujian disertasi doktor adik papa yang no. 2 bontot. Tek Ye. Judulnya : Kriteria Nashiruddin al-Albani dalam Menentukan Kualitas Hadits. Dulunya gw pikir dia bakalan ngambil S3 bidang tafsir. Mungkin doktor tafsir udah terlalu banyak dan bidang hadis amat-sangat kekurangan stok.
Langka ? Yup. Ilmu Hadits mungkin cabang ilmu keislaman yang paling rumit. Pintu gerbang ilmu ini bertuliskan 2 diktum. Pertama, hadis nabi yang kira-kira terjemahannya: "Barangsiapa yang berbohong atas namaku (Muhammad SAW), berarti dia sudah mem-booking tempatnya di neraka." Kedua, firman Allah: "Jika datang seorang fasiq (buruk akhlaq) kepada kalian membawa suatu berita, maka bertabayyun-lah atau cek & ricek."
Orang-orang yang bergelut di bidang hadis ibarat auditor, merunut perawi-perawi hadits untuk menemukan kontinuitas pemberitaan hadis hingga ke Nabi atau sahabat atau murid-murid para sahabat. Seperti ahli forensik, para pakar hadis mempelajari biografi masing-masing tokoh yang berkenaan dengan suatu hadis dan melihat apakah secara akhlaq, dia cacat atau tidak.
Imam Bukhori, salah satu dari 8 pakar tertinggi dalam ilmu hadis yang punya ingatan fotografik, sama sekali tidak akan mencatat hadis yang salah satu perawi-nya, misalnya pernah mempermainkan seekor kuda dengan mengacung-acungkan rumput ke mulut kuda itu. Dan konon setiap kali beliau akan mencatat suatu hadis, beliau melakukan sholat sunat 2 rakaat dulu. Anda bisa bayangkan ada ratusan ribu hadis yang dicatatnya (meskipun tidak semuanya dimasukkan dalam kitab Shahih Bukhori. Bayangkan berapa kali dia salat sunat hanya untuk mencatat hadis.
Kalau di abad ke-2 Hijrah, para pakar hadis berkeliling jutaan kilometer untuk mencari para perawi hadis dan mendengar langsung dari mulut mereka, maka para ahli hadis zaman sekarang adalah orang-orang yang "duduk sampai membusuk" di perpustakaan-perpustakaan, tertimbun di antara buku-buku hadis, sejarah Islam, biografi / sirah Nabi / sahabat / tabi'in / tabi' tabi'in. Mereka seperti para arkeolog yang "membusuk" di liang-liang situs arkeologi yang mereka gali sendiri.
Dari keseluruhan penjelasan ini maka bisa kita tulis di pintu gerbang ilmu hadits: SELAIN PAKAR HADITS DILARANG NGOMONG SOAL (KUALITAS) HADITS.
Langka ? Yup. Ilmu Hadits mungkin cabang ilmu keislaman yang paling rumit. Pintu gerbang ilmu ini bertuliskan 2 diktum. Pertama, hadis nabi yang kira-kira terjemahannya: "Barangsiapa yang berbohong atas namaku (Muhammad SAW), berarti dia sudah mem-booking tempatnya di neraka." Kedua, firman Allah: "Jika datang seorang fasiq (buruk akhlaq) kepada kalian membawa suatu berita, maka bertabayyun-lah atau cek & ricek."
Orang-orang yang bergelut di bidang hadis ibarat auditor, merunut perawi-perawi hadits untuk menemukan kontinuitas pemberitaan hadis hingga ke Nabi atau sahabat atau murid-murid para sahabat. Seperti ahli forensik, para pakar hadis mempelajari biografi masing-masing tokoh yang berkenaan dengan suatu hadis dan melihat apakah secara akhlaq, dia cacat atau tidak.
Imam Bukhori, salah satu dari 8 pakar tertinggi dalam ilmu hadis yang punya ingatan fotografik, sama sekali tidak akan mencatat hadis yang salah satu perawi-nya, misalnya pernah mempermainkan seekor kuda dengan mengacung-acungkan rumput ke mulut kuda itu. Dan konon setiap kali beliau akan mencatat suatu hadis, beliau melakukan sholat sunat 2 rakaat dulu. Anda bisa bayangkan ada ratusan ribu hadis yang dicatatnya (meskipun tidak semuanya dimasukkan dalam kitab Shahih Bukhori. Bayangkan berapa kali dia salat sunat hanya untuk mencatat hadis.
Kalau di abad ke-2 Hijrah, para pakar hadis berkeliling jutaan kilometer untuk mencari para perawi hadis dan mendengar langsung dari mulut mereka, maka para ahli hadis zaman sekarang adalah orang-orang yang "duduk sampai membusuk" di perpustakaan-perpustakaan, tertimbun di antara buku-buku hadis, sejarah Islam, biografi / sirah Nabi / sahabat / tabi'in / tabi' tabi'in. Mereka seperti para arkeolog yang "membusuk" di liang-liang situs arkeologi yang mereka gali sendiri.
Dari keseluruhan penjelasan ini maka bisa kita tulis di pintu gerbang ilmu hadits: SELAIN PAKAR HADITS DILARANG NGOMONG SOAL (KUALITAS) HADITS.
I agree with U! Anyway, dari pada pusing-pusing kenapa tidak kita gunakan akal kita saja. Toh, lebih baik jadi Mu'tazilah daripada sok suci tapi masuk neraka.
ReplyDeletebagiku, diskursus akal vs wahyu sudah usang. Ilmu hadits adalah bidang penuh dedikasi. Bahkan al-Albani pun jg menggunakan nalar dlm verifikasi hadits.
ReplyDeleteBTW, Disertasi Tante-ku mengungkap bhw al-Albani yg bs dianggap sbg "pendiri" kaum Salafy (neo-wahaby) itu rupanya mengidap kerancuan metodologi & kekacauan terminologi. So, kaum puritan-ortodok-radikal tdk boleh men-kavling kebenaran sendirian!
Tp kita hrs ttp menaruh hormat pd keikhlasan mrk dlm beragama :)